"Ruak.. saya masih yakin yang salah itu Suraunya, bukan kitanya. Percaya sama saya.." Niko membuka obrolan siang itu. Keduanya baru saja selesai makan siang yang dibawa oleh Salma.
"Nik... kalau kamu bilang begitu, kamu sama saja menyinggung Datuak. Dan sudah kelihatan juga kan polanya seperti apa. Kita udah ada kemajuan setelah ruqiyah waktu itu" jelas Marhan.
"Ruak, jujur, saat kamu disini kemarin sendirian, kamu gak lihat atau ngerasain apapun?.." Niko menatap tajam Marhan.
Marhan memandangi balik Niko sebelum menjawab "tidak ada".
"Tapi kita hampir setiap malam ada gangguan. Kenapa begitu saya tidak ada, kamu tidak diganggu?" curiga Niko.
Marhan menggeleng sambil memain mainkan ujung jarinya.
"entahlah. Jinnya sudah pilih pilih?" jawab Marhan asal.
Niko tidak puas dengan jawaban itu. Ada sesuatu yang salah dan ia tetap yakin dengan pendiriannya itu.
"Ruak, kalau kita mundur saja gimana?.. kalau kamu berjodoh sama Salma, dia bakal tetap kembali ke kamu kok.. Saya ngerasa semakin lama kita disini semakin bermasalah.."
Marhan menatap Niko dengan wajah tidak senang. Ini sudah ketiga kalinya Niko mengatakan mau mundur semudah itu padahal perjuangan mereka sudah sejauh itu. Jika sebelumnya Marhan masih bisa mengingatkan Niko dengan baik baik, kali ini suaranya agak meninggi.
"Nik.. bisa ga kamu tidak bilang menyerah menyerah terus?? Apa tujuanmu sebenarnya? Apa yang kamu takutkan Nik?" tantang Marhan.
"Keselamatan iman dan ibadah kita Ruak! Berapa kali kita diganggu waktu sholat malam?? Berapa kali kita benar benar sholat khusyuk dan berserah diri ke Allah?? Kamu masih ingat hal itu??" Niko sama mengeras.
"Saya bisa. Saya masih khusyuk dan fokus. Bukankah kamu yang selama ini tahajud bolong bolong dan susah dibangunkan?? Kenapa gara gara saya tadi malam tidak tahajud, lalu kamu seakan akan bilang iman saya melemah??" Marhan tidak mau mengalah.
"bukan tahajud tadi malam yang saya katakan. Tapi keseluruhan ibadah kita selama disini. Berapa diantara sholat itu yang kamu tujukan sebagai ibadah kepada Allah, dan bukan untuk menarik orang orang sholat sehingga kamu bisa dapat Salma??"
Marhan berdecak.
"Isi hati, niat serta tujuan seseorang adalah urusan Tuhan dan dicatat oleh Malaikat. Kamu jangan mendahului tugas keduanya!" tunjuk Marhan pada dada Niko.
Marhan lalu meninggalkan Niko setelah mengadu bahu kirinya dengan bahu Niko. Tangan Marhan mengepal kesal namun ia masih bisa bertahan untuk tidak meluapkannya.
Sepeninggal Marhan, Niko hanya berdiri diam. Hati kecilnya benar benar menginginkan untuk pergi darisana. Bahkan tujuannyapun untuk bisa menjadi guru mengaji sama sekali tanpa progress.
Niko lalu berjalan keluar dan melihat ke arah pemukiman penduduk. Beberapa orang berpakaian kemeja panjang dan sarung berjalan ke arah rumah Pak Darwis. Tanpa terasa sudah seminggu lamanya Nenek Umi meninggal. Sekarang warga melakukan adat "manujuah hari" (tujuh harian) meninggalnya Nenek, dan sudah tujuh hari juga Reza belum pulang sejak dirawat di rumah sakit.
Niko memang tidak akan mengikuti adat itu atas dasar prinsip agama yang ia pegang, namun dalam keadaan sekarang, ia ingin rasanya mengikuti adat itu untuk sekedar bertanya pada warga tentang masa lalu Surau ini.
Perlahan, langit mulai senja dan memasuki waktu maghrib. Niko mengumandangkan adzan setelah tentunya memberikan pengumuman dibukanya kelas mengaji gratis di surau.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURAU
HorrorKisah dari sebuah Surau yang menjadi lokasi seseorang mengakhiri hidupnya sendiri di Sumatera Barat. Marhan dan Niko, ditugaskan meramaikan kembali Surau ini setelah kosong dan dicap terkutuk oleh warga setempat selama bertahun tahun..