"Yak Umi... Yak Umi... Yak Umi lah ndak adoh li doh ya Allah.." (Nenek Umi.. nenek Umi.. nenek Umi sudah gaada lagi.. ya Allah) rintih wanita itu sambil menepuk nepuk wajahnya sendiri karena shock.
Orang orang yang ada di luar spontan mengucapkan "Innalillahi" hampir bersamaan. Beberapa diantaranya langsung berhambur masuk ke dalam rumah.
Marhan dan Niko tanpa aba aba langsung berlari ke dalam rumah itu. Kedua orang yang tadi menghadang mereka tidak sempat bertindak karena merekapun juga shock mendengar kabar barusan.
Marhan dan Niko tiba di depan pintu rumah tersebut yang sudah dipenuhi banyak orang. Mereka semua menjerit dan menangis sampai sampai keberadaan Niko dan Marhan seakan tidak mereka sadari disana.
Perlahan Marhan mencoba berdiri di ambang pintu dan disanalah ia melihat pemandangan kematian paling mengerikan yang pernah ia lihat.
Seluruh permukaan lantai rumah itu sudah dipenuhi darah dari mulut nenek umi. Aromanya begitu amis khas darah segar. Mulut nenek Umi masih menganga lebar dengan darah merah menggenang di dalamnya. Matanya terangkat ke atas dan tubuhnya sudah memutih kehabisan darah.
Untuk sepersekian detik pandangan Marhan menghitam dan keseimbangannya goyah. Niko menahan tubuh sahabatnya itu dan menariknya keluar agar mendapatkan udara segar.
"Ruak!" panggil Niko ketika melihat pandangan kosong Marhan.
"Astaghfirullah.. nik.. itu.. nenek itu kenapa nik.." Marhan berbicara seperti orang melantur. Tatapannya tidak tertuju pada Niko, melainkan melihat secara acak ke tanah dan pepohonan di sekitar sana.
"Ruak, rancak wak babaliak lu ka Surau.." (Nyet, lebih baik sekarang kita kembali dulu ke Surau) ajak Niko. Niko sudah melihat dua orang yang tadi menahan mereka memberikan kode dengan gerakan kepala untuk meminta ia dan Marhan pergi.
Setibanya di Surau Nurul Falah, baik Marhan maupun Niko tidak ada yang masuk ke dalam. Mereka hanya duduk di teras surau dalam keheningan. Pandangan mereka tidak lepas dari rumah dimana jenazah nenek Umi berada.
Pandangan mata Marhan kosong. Niko bisa membaca hal tersebut. Tidak biasanya Marhan bisa diam seperti ini dalam waktu lama.
"Ruak, saya adzan dzuhur dulu ya. Kamu ambil wudhu sana.. biar apa yang kamu liat tadi ga berbekas terlalu lama" ujar Niko bangkit meninggalkan Marhan yang hanya membalasnya dengan anggukan.
Suara adzan dzuhur berkumandang, dan disaat bersamaan sebuah sepeda motor melaju sangat kencang menembus jalanan desa. Di atas motor itu adalah Darwis dan seorang lainnya yang mengendarai motor. Wajahnya sudah memerah dan menerabas semua bebatuan di jalan.
"AMAK! AMAK! AMAK!" (IBU! IBU! IBU!!) panggil Darwis di sepanjang jalan menuju rumahnya.
Kedatangan Darwis membuat Marhan tercekat. Begitu juga warga yang ada di sekitar rumah nenek Umi. Mereka membuka jalan dan segera merangkul Darwis yang turun dengan gontai dari motornya.
Tanpa mendengar suaranyapun Marhan tau orang orang yang berkumpul di sekeliling Darwis sedang memberikannya semangat dan memintanya untuk bersabar. Namun Darwis melepaskan semua rangkulan itu dan terus berjalan.
"MANGA KALIAN?? MA AMAK DEN?? MAAAK, MAAAK DARWIS PULANG MAAAK" (NGAPAIN KALIAN?? MANA IBU SAYA?? IBUU, IBUU DARWIS PULANG BUUU) panggil Darwis dengan langkah gontai sambil mendorong pelan orang orang yang coba menguatkannya dengan pelukan.
Marhan menggigit bibirnya sendiri. Matanya terpejam dan nafasnya mulai berubah tidak teratur. Dadanya bergemuruh namun telinganya sudah bersiap untuk mendengarkan apa yang terjadi selanjutnya..
KAMU SEDANG MEMBACA
SURAU
HorrorKisah dari sebuah Surau yang menjadi lokasi seseorang mengakhiri hidupnya sendiri di Sumatera Barat. Marhan dan Niko, ditugaskan meramaikan kembali Surau ini setelah kosong dan dicap terkutuk oleh warga setempat selama bertahun tahun..