Bagian 7 - Part 4

1.5K 95 15
                                    

Keesokan harinya, Datuak sengaja menunggu kedatangan orang itu dari pinggir jalan kampung. Benar saja, di jam yang tidak jauh berbeda dengan jam kemarin, pria itu kembali datang dengan barang bawaan yang sama dan melakukan praktik yang sama. Kali ini Datuak tidak muncul dan hanya memperhatikannya dari jauh.

Datuak terus memperhatikan pria itu selama sembilan hari berturut turut. Ia hanya ingin membuktikan bahwa apa yang dilakukan pria itu sia sia saja. Terlebih ia meminta pada kuburan dan semacamnya, yang jelas jelas tidak bisa memberikan manfaat apapun.

Pada hari kesepuluh, saat pria itu datang, Datuak sudah berada terlebih dahulu di sebelah makam itu. Kemunculan Datuak membuat pria ini kaget, karena mengira Datuak akan mengusirnya pergi.

"Pak.. iko kan masih malam nan ka sapuluah. Nan tarakhir.." (Pak.. ini baru malam kesepuluh.. ini yang terakhir) ujar pria itu segan.

"Yo, den tau nyo, Den ka mancaliak a nan sabano ang baco jo karajoan disiko. Taruihan lah" (Ya, saya tau. Saya disini hanya mau melihat apa yang kamu kerjakan disini. Lanjutkan saja kerjaanmu itu) ujar Datuak.

Wandi mengangguk paham dan berterima kasih. Ia mengeluarkan beragam bunga, serta sebuah kitab hitam. Ia membaca kitab itu seperti membaca Quran. Lalu setelah beberapa halaman, ia bersujud sebanyak tiga kali dengan suara yang berbisik.

Datuak hanya memperlihatkannya tanpa berkomentar apapun hingga upacara itu selesai. Wandi lalu membereskan peralatannya dan memasukkannya ke dalam tas yang ia bawa.

"lah ado perubahan ka anak ang?" (sudah ada perubahan ke anakmu?) tanya Datuak.

"sajauah ko alun lai pak.. bisuak penentuannyo.." (sejauh ini belum pak.. besok penentuannya) ujar Wandi.

"aden yakin ndak ka tajadi apo apo doh.. tapi ingek, aden ndak mampabuliahan ang kamari liak. Iko malam terakhir. Cegak ndak cegak anak tu, bisuak ijan ang karajoan barang ko kamari lai" (Saya yakin tidak akan terjadi perubahan apapun pada anakmu.. tapi ingat, saya tidak akan memperbolehkanmu kesini lagi. Ini malam terakhir. Sembuh tidak sembuhnya dia, besok kamu sudah tidak boleh melakukan praktik ini lagi disini) ujar Datuak tegas.

"iya pak.." ujar pria itu sambil sedikit membungkukkan badannya.

Esoknya, Datuak sengaja masih berada di lokasi itu dan melihat apakah Wandi memenuhi janjinya untuk tidak kembali lagi. Namun sebaliknya, pria itu justru kembali datang, namun tanpa tas besar yang biasa ia bawa.

Melihat Datuak ada di dekat kuburan itu, bukannya menjauh dan berbalik badan, Wandi justru mempercepat langkahnya ke arah Datuk.

"Ndak dapek dipacik kato paja ko doh.." (tidak bisa dipegang kata kata orang ini) ujar Datuk kesal dan bersiap mengomeli pria itu.

"WAANG LAH DEN KATOAN..." (KAMU SUDAH SAYA BILANG...) Datuak tidak sempat menyelesaikan kalimatnya ketika wajah bahagia Wandi terlihat.

"Alhamdulillah apak ado disiko. Tadinyo wak binguang kama kabacari. Pak, kaba baiak, anak awak lah cegak pak!!" (Alhamdulillah bapak ada disini. Tadinya saya bingung harus cari kemana bapak. Pak, kabar baik, anak saya sudah sehat pak!!) ujar Wandi dengan wajah berseri seri lalu memeluk Datuak.

Datuak hanya tertegun. Ia tidak siap untuk ini. Dalam pikirannya, timbul banyak pertanyaan.. Kenapa bisa?.. kenapa anak itu bisa sembuh dengan cara seperti ini?..

"Tarimo kasih banyak pak lah maizinan awak disiko. Kini anak wak lah bisa bajalan, lah baliak takah samulo liak" (terima kasih banyak sudah izinkan saya disini. Sekarang anak saya sudah bisa berjalan, sudah kembali seperti semula) ujar Wandi tanpa mengurangi senyum lebar di bibirnya.

SURAUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang