Bagian 1 - Part 6

1.6K 77 0
                                    

Keempatnya berdiri di depan tangga surau itu. Datuak Kayo memandangi Marhan dalam dalam. Ia lalu berkata,

"Ini satu satunya surau di kampung ini. Untuk sholat Jumat harusnya cukup muat empat puluh orang. Tapi Marhan bisa lihat, keadaannya begini" ujar Datuk.

Beliau lalu berdiri di hadapan pintu surau itu. Marhan hampir ingin memberitau bahwa surau itu terkunci, namun Datuk saat itu langsung meraba raba ventilasi kayu di atas pintu. Darisana Datuk mengambil sebuah kunci yang ternyata adalah kunci pintu surau tersebut. Datuk membukanya dan beranjak masuk ke dalam. Marhan, Niko dan Salma mengikuti dari belakang.

Kini mereka sudah ada di dalam ruangan sholat. Ruangan ini hanya berlantai semen licin. Ada dua buah tiang kecil di bagian tengah ruangan, satu buah keranda dan juga papan mandi jenazah di sebuah lorong kecil terpisah di sisi kanan, serta dua buah sejadah di tempat imam.

Tepat di samping kedua sejadah itu terdapat pintu kayu yang belum divernish. Warna kayunya terlihat pucat dengan beberapa sarang laba laba di sudut sudutnya.

"Beginilah keadaannya.. pembangunannya terhenti karena masalah dana, tapi seharusnya sudah bisa digunakan. Tapi belum pernah ada yang sholat disini.." keluh Datuak.

Salma memandang ke sekeliling, ia juga baru pertama kali memasuki surau ini karena pembangunan surau ini dilakukan saat ia berada di pondok pesantren dan sejak ibunya meninggal, ia tidak pernah pulang.

Marhan mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ucapan Datuak benar. Walaupun masih setengah jadi, sebenarnya jika surau ini lebih bersih dan tidak lembab, maka sudah sangat layak difungsikan.

"Padahal ini sudah bisa dipakai kan pak?' tanya Marhan.

"Ya, tapi beginilah. Orang disini masih enggan diajak beribadah. Mereka masih menganggap sholat berjamaah itu nomor sekian, yang penting ke sawah, dapat uang, makan" tambah Datuak Kayo.

Niko melihat kearah kakinya yang sudah menghitam karena menginjak debu tebal di lantai. Sepertinya memang surau ini sudah lama sekali tidak dimasuki orang, atau setidaknya tidak pernah dibersihkan. Namun Niko tertarik dengan keberadaan dua sejadah yang terlihat lebih bersih ketimbang spot lain di surau ini.

"Itu ada sejadah dua pak? Kayaknya pernah dipakai" tanyanya.

"Iya, itu sejadah saya satu, dan satu lagi sejadah saya sediakan kalau kalau ada yang mau gabung jamaah sama saya. Tapi sejauh ini saya adzan sendiri, iqomah sendiri, terus imamin juga sendiri" kenang Datuak Kayo sambil mengibas ngibaskan sejadah yang sudah cukup berdebu itu.

"impian bapak sebenarnya ingin surau ini bermanfaat, orang orang sholat disini. Surau ini aktif sebagaimana mestinya digunakan orang untuk menyembah.." tambah Datuk.

"Bapak sudah coba selama dua tahun untuk buat orang orang disini mau sholat jamaah. Tapi sejauh ini seperti yang bapak bilang tadi, bapak sholat sendiri aja disini. Tapi setelah mendengar suara bacaanmu tadi, bapak rasa ada harapan agar orang orang kampung ini tertarik untuk sholat berjamaah.." Datuk menghadap ke arah Marhan dan Niko dengan tatapan penuh harap.

"bagaimana pak?" tanya Marhan.

"anggap ini ujian pembuktian untuk kamu, juga sekaligus permintaan terdalam dari bapak.. kalau kamu bisa, bapak minta tolong.. tarik orang orang kampung ini agar mau sholat disini dengan suara mengaji Marhan yang merdu itu.. Jika kamu berhasil, bapak akan restui kamu dengan Salma"

Marhan tidak langsung menjawab tawaran itu. Ia memandangi pak Datuak dalam dalam.

"bagaimana kalau saya gagal? Bagaimana jika tetap tidak ada yang datang?.. apa itu artinya bapak tidak merestui saya dengan Salma?.." tanya Marhan.

"Bapak tidak sejahat itu nak Marhan, bapak akan lihat dari kesungguhan dan usahamu. Masalah berhasil atau tidak, itu kembali ke hidayah masing masing orang disini. Dan pemberi hidayah itu hanya Tuhan, kita hanya berusaha saja. Tapi tentunya bapak ingin seseorang itu berusaha dahulu sekuat tenaganya" jelas Datuak Kayo.

Marhan melihat lagi ke sekeliling bangunan Surau ini yang sangat lembab dan suram.

"...." Marhan belum bisa menjawabnya.

"Kamu tidak perlu jawab tawaran ini sekarang. Sesiapmu saja. Kalau memang bersedia, akan sangat baik. Tapi jika memang kamu keberatan, obrolan tentang Salma mungkin bisa kita tahan dulu. Bapak ingin cari seseorang yang mampu jadi imam dan seorang pekerja keras. Dan mungkin salah satu caranya adalah dengan ini"

"maaf pak, tapi untuk tempat tinggal? jarak rumah Niko kesini cukup jauh untuk saya bisa bolak balik" tawar Marhan.

"Untuk makan mungkin bapak bisa bantu, tapi kalau tempat tinggal, sepertinya Marhan harus tidur disini. Di kampung ini tidak ada yang mengontrakkan rumah atau kamar, sedangkan kalau tinggal di rumah bapak, takut kena fitnah" ujar Datuak.

"baiklah pak, saya.." Marhan hendak menjawabnya saat itu juga namun Niko menahannya.

"Tahan dulu, benar kata pak Datuak tadi. Kamu pikir pikirkan dulu secara matang" cegah Niko.

Bersambung

SURAUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang