Bagian 2 - Part 3

1.5K 75 0
                                    

Setelah salam, tiba tiba dari arah luar terdengar suara motor yang mendekat ke surau. Antara jalan kampung dengan surau yang terpisah membuat setiap orang yang mau mengarah ke surau harus berjalan diatas tanah dan pasir yang menimbulkan suara khas.

Marhan dan Niko menunggu siapa yang akan muncul, dan ternyata itu adalah Pak Datuak Kayo. Ia membawa sejumlah makanan dan sebuah kotak berukuran sedang.

"Assalamualaikum, weh lah barasiah yo alhamdulillah" (Assalamualaikum, wah sudah bersih ya, alhamdulillah) pujinya sambil melangkah masuk ke surau.

"waalaikumsalam, baru setengah pak. Teras sama tempat wudhunya belum" jawab Marhan sambil bangkit dan menyalami Pak Datuak yang juga dilakukan oleh Niko.

"gapapa gapapa, diangsur angsur aja dulu gausah harus hari ini. Ini bapak bawakan makanan, lampu, sama api" ujar Datuak sambil membuka barang bawaannya.

Beliau membawa sebuah lampu emergency,, petromax dan dua buah nasi bungkus lengkap dengan air minum.

"Ini lampu cuma kuat 6 jam nyalanya. Jadi bisa dihemat hemat dan matikan waktu tidak terpakai ya. Besok bapak ambil lagi pagi biar bapak caskan di rumah. Ini petromax kalau kira kira butuh buat malam malam. Tapi jangan dibiarkan nyala kalau kalian tidur, bahaya bisa kebakaran" jelas Datuak.

Marhan menerima barang barang itu dan tidak lupa mengucapkan terima kasih.

"kira kira masih ada yang dibutuhkan lagi? biar bapak carikan?" tawar Datuak.

"paling kita butuh toa pak. Agar orang orang diluar juga dengar dan tau ada jamaah di Surau. Buat adzan juga" ujar Marhan.

"Itu sudah bapak rencanakan. Nanti setelah listriknya masuk, toanya kita pasang lagi. Dulu sempat ada, tapi karena sudah lama tidak dipakai, dipakai buat keperluan lain" jawab Datuak.

Ketiganya berbincang sampai tanpa terasa hari sudah mulai beranjak gelap. Datuak berpamitan untuk pulang. Marhan dan Niko sempat mengajak untuk sekalian berjamaah maghrib bersama keduanya, namun Datuak mengatakan ia sudah berjanji dengan Salma untuk tiba di rumah sebelum Maghrib.

Perlahan langit di kampung Limau Bareh berubah menjadi jingga keunguan, tetapi pekerjaan Marhan dan Niko belum benar benar selesai. Kadatangan Datuak tadi membuat pekerjaan keduanya berhenti.

"mau lanjut besok aja? Udah mau malam juga" tawar Niko.

"tanggung sih. Cuma tinggal tempat wudhu sama teras.." jawab Marhan.

"tapi ruak, saya baru ingat, yang lorong tempat keranda sudah kamu bersihkan?" tanya Niko.

"Oh iya lupa. Kita bagi tugas aja? Kemarin aku sempat nengok kesana lumayan berdebu soalnya" ujar Marhan.

"Boleh, saya teras sama tempat wudhu, kamu yang keranda deh ya" ujar Niko sambil buru buru mengambil pel dan sapu.

"wah curang! Kamu takut kan??" tantang Marhan.

"yah ngapain takut sama keranda? Kamu mau ditemenin bilang ajaa ruak" ledek Niko.

Walaupun tidak diiyakan, Niko tetap menemani Marhan ke lorong di sisi belakang Surau tempat menaruh keranda dan papan mandi jenazah itu.

Posisi lorong itu berada di samping gudang yang sekarang menjadi kamar Marhan dan Niko. Dari lorong ini, aksesnya langsung menuju sungai dan tempat buang air kecil yang kemarin ditunjukkan Datuak.

Sesampainya disana, ternyata keadaannya lebih kotor dari yang mereka ingat. Papan mandi jenazah dan keranda itu diletakan bertumpuk dan dipasang rantai serta gembok besar yang menghubungkan keduanya. Sisi lorong tempat keranda itu berada cukup lembab dan ada beberapa bercak tanah yang menempel di dindingnya. Wajar, karena surau ini memang dikelilingi area tanah terbuka yang sepertinya mudah banjir saat hujan deras.

"wah inimah kalo dikerjain sekarang keburu malam" ujar Marhan.

"yaudah besok aja. Saya juga capek sebenarnya" sambung Niko.

"yaudah, berarti besok pagi tugas kita tiga ya"

Keduanya lalu membereskan peralatan kerja mereka dan bersiap sholat Maghrib. Sebelum sholat, mereka juga sudah menyalakan lampu emergency yang diberikan Pak Datuak tadi dan diletakkan di samping posisi imam.

Saat Marhan bertakbir, suasana diluar sudah temaram dengan menyisakan sedikit cahaya lembayung di langit sore. Namun saat ia mengucapkan salam penutup sholat, semua benar benar sudah gelap gulita dan hening.

Marhan membalikkan badannya untuk berdzikir menghadap Niko yang duduk sendirian di sampingnya dalam gelap.

"saya kira ga akan segelap ini" Marhan mengajak Niko berbicara.

"posisi Surau ini jauh dari mana mana, makanya gelap. Tapi kayaknya warga disini memang jarang aktivitas malam. Itu lampu lampu warung juga udah pada mati" ujar Niko sambil melihat ke luar.

Hanya nampak beberapa sumber cahaya di kejauhan yang berasal dari lampu teras warga, sementara untuk jalan kampung sama sekali tidak memiliki penerangan. Suara jangkrik dan kodok yang awalnya samar, kini terasa begitu dekat dan jelas karena tidak ada suara suara lain yang menghalangi suara alam itu.

"Yaudah, kita tunggu dulu aja sampai Isya. Habis itu kita langsung tidur aja" ajak Marhan.

"Ya, mau kamu adzanpun juga gaakan ada yang datang buat jamaah kalau suraunya gelap begini" ujar Niko.

Marhan dan Niko berdzikir ditengah keheningan malam itu hingga waktu isya masuk. Tanpa perlu berwudhu lagi, keduanya lanjut sholat berjamaah Isya. Seusai salam, keduanya membereskan sejadah dan mengunci semua pintu lalu bersiap untuk tidur di dalam ruang gudang yang kini menjadi kamar mereka.

Keadaan ruang kamar yang kecil dan diisi oleh dua orang membuat hawa disana cukup panas. Akhirnya mereka membuka pintu agar perputaran udara lebih baik, meskipun risikonya akan ada banyak nyamuk yang masuk.

Sebelum terlelap tidur, keduanya terlibat obrolan seputar rencana meramaikan kembali Surau ini kedepannya.

".. jadi apa rencanamu buat narik orang orang disini buat ke surau lagi? Orang orang diluar sana umumnya semangat kalau Maghrib. Tapi desa ini maghrib aja sepi begini. Mana posisi surau juga agak jauh dari jalan" ujar Niko.

".. intinya kita harus buat surau ini ada aktivitasnya. Setidaknya orang orang harus tau, ibadah disini sudah dilakukan rutin, dan mereka punya imam yang bisa bikin mereka khusyu sholat" ujar Mahran.

" saya ragu itu berhasil, tapi bolehlah kita coba cara satu satu sampai nanti kita dapat yang paling cocok" ujar Niko sambil membalik badannya menghadap tembok.

Bersambung

SURAUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang