Marhan mendengarkannya dengan prihatin. Dia tidak habis pikir ketika ada orang beranggapan rumah suci sebagai tempat angker yang dihindari. Kalau rumah suci saja angker, lalu tempat mana lagi di muka bumi ini yang aman bagi mereka?
"dan orang tadi itu yang terus menakut nakuti warga dengan mengatakan surau Nurul Falah ini terkutuk" ujar Datuak.
"Pak Darwis?" Niko coba memastikan.
"Iya. Orang itu yang jadi salah satu penghalang besar masyarakat untuk ibadah disini. Dia yang selalu menghalang halangi warga untuk sholat berjamaah. Padahal sejak awal dia memang bukan seorang ahli ibadah.." ujar Datuak. Suaranya menjadi bergetar seperti menahan marah.
"kenapa dia sampai seperti itu pak?.." kali ini Marhan yang bertanya.
"Bapak juga tidak tau. Kenapa Darwis sampai seperti itu menyebarkan isu bahwa Surau ini angker dan membuat warga terhasut. Mungkin sejak awal dia memang tidak suka ada surau disini, dan semakin parah lagi karena dialah orang pertama yang menemukan jasad orang gantung diri itu dahulu" ungkap Datuak.
Marhan dan Niko menarik nafas panjang karena cukup terkejut dengan hal itu. Pak Darwis adalah petani yang lewat pagi itu dan menemukan mayat itu pertama kali.
"Kalau bukan karena Darwis, mungkin orang orang akan biasa saja dan menganggap kematian orang gantung diri itu sebagai hal alami dan kebetulan. Kalian bisa lihat, diantara semua warga disini, pasti hanya dia yang keras menentang sampai berani beraninya menyebut Surau terkutuk.. bagi saya itu penghinaan pada bangunan ibadah.." Datuak tidak mampu lagi menyembunyikan amarah yang ia tahan.
Dalam hatinya Marhan mengiyakan. Tadi ada banyak orang yang berkumpul. Namun hanya Pak Darwis yang dengan lantang dan berani membentak bentaknya di dalam Surau. Sementara orang orang lain hanya menonton dari luar dan bahkan tidak masuk ke dalam Surau.
Marhan dan Niko membaca suara Datuak yang kian bergetar dan pilihan kalimatnya yang semakin tegas serta mengintimidasi. Marhan seakan bisa membayangkan bagaimana bahagianya dulu saat Surau ini dibangun, lalu ditinggalkan seperti sekarang. Marhan juga membayangkan bagaimana sulitnya Datuak Kayo menyeru orang orang untuk beribadah namun dihalang halangi oleh Darwis.
"Istighfar pak.. InsyaAllah Allah akan menolong orang yang berada diatas kebenaran" ujar Marhan coba menenangkan.
"Iya nak, bapak juga percaya itu" ujar Datuak Kayo.
"Kalian juga harus tetap sabar, terutama melawan mulut kasar Darwis. Kalau dia sudah kelewatan, kalian bisa bilang bapak. Orang seperti itu sesekali memang harus diberikan pelajaran. Bayangkan sebesar apa dosanya melarang orang lain beribadah. Sekarang tugas kalian untuk bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat itu" ujar Datuak.
Marhan mengangguk.
"kalau begitu, sepertinya kami memang harus meruqiyah bangunan ini pak.." ungkap Marhan.
Datuak Kayo mengangguk lemah. Baginya meruqiyah rumah ibadah sebenarnya adalah hal memalukan. Ruqiyah biasa dilakukan pada tempat tempat kotor dan angker.. jika suatu rumah ibadah sampai harus diruqiyah, sepertinya merupakan hal yang menunjukkan kesalahan manusia disekitar bangunan ibadah itu berada.
"Jadi sebelum jadi surau sekarang, surau yang dulu tidak ada masalah pak? Saya sama Marhan kemarin sempat ketemu beberapa bata tua berlumut di depan. Jadi seluas itu bangunan Surau lama?" tanya Niko.
"Iya, itu bata bata bangunan lama, lebih luas dari bangunan yang sekarang, tapi hanya menggunakan pondasi batu dan bata, lalu bangunannya kayu. Dan sudah bertahun tahun digunakan tidak ada masalah, hanya saja karena sudah terlalu tua dan reot, kami bongkar untuk bangun Surau Nurul Falah ini" jelas Datuak Kayo.
Niko mengangguk paham.
"Karena kalian sudah tau ceritanya sekarang, dan tidak ada lagi yang bisa bapak tutupi, silakan kalian lakukan ruqiyah disini. Semoga air ini juga bisa menetralisir" ucap Datuak Kayo sambil menunjuk ember ruqiyah Marhan dan Niko.
Setelah bercerita panjang lebar, Datuak Kayo segera pergi dari Surau karena ia memang mampir saat akan pergi bekerja. Sesuai arahan Datuak, Marhan dan Niko melanjutkan proses ruqiyah itu berdua.
Air garam yang sudah ia bacakan kemudian disebar di sekeliling bagian dalam bangunan Surau. Sambil menciprat cipratkan air itu, keduanya membacakan surah surah pendek. Selain itu Marhan dan Niko juga menyiramkan air dari sisi luar. Marhan melakukannya di bagian lorong keranda dan sisi belakang, sedangkan Niko di bagian depan dekat imam dan teras yang mengarah ke jalan.
"jangan lupa yang tadi disuruh Pak Datuak Nik. Bekas basahan Pak Darwis tadi dikasih tanah" pesan Marhan.
"iyo ruak" jawab Niko.
Keduanya lanjut meruqiyah spot mereka masing masing. Marhan memberikan lebih banyak air di bagian keranda karena ia tau di tempat ini sebelumnya ia melihat sosok pocong.
Sementara Niko setelah menaburi tanah di bagian tempat basahan sisa Pak Darwis tadi, ia lanjut menyiramkan air ruqiyah miliknya di lokasi yang sama.
Setelah seluruh bagian teras basah dan ia bacakan ayat Quran, Niko berpindah ke bagian depan Surau. Ia melakukan cara yang sama pada sisi depan itu. Sisa air yang masih ada juga ia sebar ke titik titik batu pondasi bangunan Surau yang lama.
Pekerjaan ini menghabiskan waktu cukup lama dan sangat melelahkan. Keduanya lalu beristirahat di ruang sholat sambil meluruskan punggung dan kaki mereka.
"Kamu tau? saya pernah dengar, air ruqiyah ini bakal kasih efek macam macam. Bisa langsung mengusir, ada juga yang dianggap sebagai tantangan. Jadi kita harus siap siap" ujar Marhan membuka obrolan.
"Kita Kita apo ko, waang jo surang ruak nan maju" (Kita kita gimana? Kamu sendiri aja yang maju) ledek Niko.
"Oh jadi kamu mau ditinggal dalam kamar sendirian?" tantang Marhan.
"selama saya tidur, aman" pungkasnya.
bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
SURAU
HorrorKisah dari sebuah Surau yang menjadi lokasi seseorang mengakhiri hidupnya sendiri di Sumatera Barat. Marhan dan Niko, ditugaskan meramaikan kembali Surau ini setelah kosong dan dicap terkutuk oleh warga setempat selama bertahun tahun..