Bagian 6 - Part 3

1K 68 7
                                    

Niko lalu bergegas ke parkiran, saat itu ia cukup kesulitan mencari cari dimana posisi motornya berada. Setelah sekian lama, ia akhirnya menemukan motor miliknya.

Namun masalah belum selesai sampai disana, saat ia mencoba menarik tuas gas, tangan kanannya yang terkilir sakit luar biasa. Ia bahkan tidak sanggup memutar gas motornya karena rasa sakit itu. Beruntung, tanpa diduga, Piri datang dengan motornya sambil menenteng beberapa plastik makanan.

Pandangan keduanya bertemu dan Niko memberikan gestur menyapa. Piri mengangguk dan tersenyum menyapa balik.

"sudah boleh pulang?"tanyanya.

"Iya pak. izin pulang dulu ya. Terima kasih sudah nolongin saya" ujar Niko sambil menyodorkan tangannya hendak bersalaman.

Piri menyambut salam itu dan tanpa sengaja meremas tangan Niko yang segera membuatnya meringis kesakitan. Piri baru sadar tangan Niko masih membengkak dan kaku.

"Ah maaf, masih sakit ya? Bengkak begitu memangnya kamu masih bisa bawa motor?" tanya Piri.

"saya usahakan pak.."

"bahaya bahaya, sebentar, kita masuk dulu, saya makan ini dulu sama si Darwis, nanti kami antar kamu ke rumah" jawab Piri.

"enggak usah pak" Niko coba mencegah, tapi Piri mencabut kunci motor Niko dan memaksanya masuk lagi ke dalam.

Setibanya di dalam, Piri masuk ke kamar tempat Niko di rawat. Disana Darwis sudah duduk di tempatnya tadi seperti semula. Saat keluar sebelumnya, ia hanya bersembunyi sampai Niko pergi. Namun ia dikejutkan dengan Niko yang ikut bersama Piri.

"Makan malam ang koa" (Ini makan malammu) ujar Piri sambil menyerahkan nasi bungkus yang ia bawa pada Darwis.

Darwis menerimanya, namun matanya memperhatikan ke Niko yang ada di belakang Piri. Kenapa anak itu masih belum pergi, pikirnya.

"Pergelangan tangan dia bengkak. Susah buat bawa motor sejauh itu. Daripada kenapa kenapa, mending kita antarkan dia ke rumahnya" jelas Piri yang memang terlihat lebih ramah daripada Darwis.

"Buat apa Pir, dia bisa pulang sendiri" bisik Darwis.

"Kamu kalau mau bantu orang itu jangan setengah setengah, bayangin kalau kita udah capek capek bawa dia kesini dan selamat, gataunya di jalan nanti kecelakaan lagi karena tangannya itu dan akibatnya lebih fatal, percuma kamu selamatkan dia kemarin!" ujar Piri.

Darwis terdiam, ia tidak bisa membantah kalimat Piri itu. Dengan kesal ia menyuap makanannya dengan emosi. Sementara Piri tanpa rasa bersalah membuat dua orang yang beristegang itu kembali berhadap hadapan sambil menunggu ia selesai makan.

Setelah menitipkan Reza ke suster disana, Darwis dan Piri bersiap mengantarkan Niko pulang. Mereka menggunakan dua motor, motor Piri dikendarai Darwis sendirian, sedangkan motor Niko dibawa oleh Piri dengan membonceng Niko di belakangnya.

Niko dan Darwis berada di depan dengan Darwis mengikuti di belakang. Sejauh setengah perjalanan, Niko dan Piri sama sama diam. Namun diamnya Niko saat itu karena ia sedang berpikir untuk menanya nanyai Piri, orang yang diluar dugaan begitu ramah dan baik, tidak seperti Darwis ataupun kebanyakan penduduk desa lainnya.

"Pak Piri.." panggil Niko dari belakang.

"Ya?"

"saya boleh nanya pak?"

"nanya apa? Tentang Surau?" tebak Piri yang tentu saja membuat Niko tersentak.

"iya pak.."

"kalau kamu mau nanya tentang Surau, jangan ke saya. Saya juga pendatang di Limau Bareh itu, baru setahun lebih sedikit. Tuh, kalau mau tanya tanya tentang Surau, tanya sama orang di belakang itu" tunjuk Piri pada spionnya yang mengarah pada Darwis di belakang.

"Saya awalnya juga gatau apa apa kecuali dari dia. Dia yang larang saya sholat di Surau Nurul Falah dan bilang surau itu terkutuk atau apalah. Ya karena dia lebih tau dari saya dan dia warga lokal yang dari lahir sudah di Limau Bareh, saya ikuti aja" tambah Piri.

"Hm.. iya beliau juga bilang itu ke kami, tapi gak pernah kasih tau alasannya apa. Sebenarnya Datuak Kayo sudah menjelaskan, tapi entah kenapa saya mau tau juga dari sisi lain.." ujar Niko.

"Memangnya kamu banyak ngalamin yang aneh aneh selama tinggal disana?" tanya Piri.

"Banyak pak.."

"nah kan.. makannya Surau itu sampai kosong ya karena itu. Tapi ya sama kayak kamu, saya juga belum dijelasin apa apa. Cuma dilarang aja" jelas Piri.

Niko memandang ke belakang. Darwis dengan tatapan serius memandanginya balik sambil mengemudikan motor Piri di belakang.

Setelah satu setengah jam perjalanan dengan kecepatan cukup tinggi, ketiganya sampai di rumah Niko

Mendengar ada suara motor yang mendekat, Ibu dan ayah Niko dengan wajah cemas segera keluar dari rumah dan menyambut anaknya. Ibu Niko langsung memeluknya dan menanyai kabar Niko serta bagian mana saja yang terluka. Sementara ayah Niko menghampiri Darwis dan Piri untuk mengucapkan terima kasih.

"Jadi.. kamu benar benar gak balik lagi ke surau itu?.." tanya ibu Niko yang juga terdengar oleh seluruh orang disana.

"Iya.. saya mundur bu" jelas Niko.

Darwis mengamati anak itu dari atas motornya, yang tanpa disengaja, pandangan keduanya bertemu dan Niko berjalan menghampiri Darwis.

"Pak Darwis, untuk terakhir kali.. dan karena saya memang tidak akan kembali ke sana lagi.. pak, bisa ceritakan apa yang sebenarnya terjadi di Surau itu?.."tanya Niko.

Seluruh orang kini tertuju pada Darwis, termasuk ibu dan ayah Niko yang tidak mengetahui apapun tentang ini.

"cerita apa lagi yang kamu mau?" tanya Darwis.

"Semuanya pak.. semuanya yang bapak tau terjadi di surau itu sampai bapak bilang surau itu terkutuk.." jawab Niko yakin.

"..." Darwis diam. Ia memandangi Niko dalam dalam karena kalimat yang baru saja Niko sebutkan.

"Surau apa katamu?" tanya Darwis lagi.

"Surau Nurul Falah.." jawab Niko.

"bukan, bukan, tadi kamu bilang surau apa?" desak Darwis.

"Surau.. surau terkutuk?" jawab Niko.

Darwis kembali diam dan memperhatikan wajah Niko. Ia seperti menunggu sesuatu, namun sesuatu itu tidak terjadi.

"kamu belum pernah melakukannya. Sekarang kau sudah di tempat aman dan... sudah, jangan kembali ke Surau itu lagi" jawab Darwis sambil memundurkan motornya untuk memutar balik.

"Tapi pak, teman saya masih ada disana.."

"Pir, nah" (Piri, ayo)

Piri langsung naik ke motor itu dengan wajah bingung.

"Darwis, ang ndak ka mancaritoan ka paja tu?" (Darwis, kamu tidak mau menceritakan apapun ke anak itu?)

"Tugaih den maantaan ang untuak pulang ka rumah sakik. Jan batambah tambah jo karajo den jo nan lain" (Tugas saya hanya mengantarkan kamu pulang ke rumah sakit. Jangan tambah tambah pekerjaan saya itu dengan yang lain) pungkas Darwis sambil menarik gas motor itu menjauhi kediaman Niko.

Niko tertunduk lemas. Mungkin itu terakhir kalinya ia bisa bertemu dengan pak Darwis. Namun ia masih belum bisa mendapatkan informasi apapun tentang surau yang ia yakin memang bermasalah itu.

Ibu dan ayahnya lalu mengajak Niko masuk dan beristirahat.

Sementara di perjalanan, Darwis terus memikirkan kalimat yang diucapkan Niko tadi.

"Anak anak itu sudah disana satu bulan lebih, tapi anak tadi masih bisa mengucapkan kata itu. Apa mereka belum pernah menyembah dia?..." pikir Darwis dalam diamnya.

Piri tiba tiba saja membuka obrolan

"Darwis.. gakti den anak tu masih barasiah.." (Darwis.. menurutku anak tadi masih bersih) ujar Piri.

"..."

"apo ang ndak amuah manolongan anak nan ciek li?" (apa kau tidak mau menyelamatkan anak yang satunya?) tanya Piri lagi.

"Ndak.. satu satunyo nan ka den salamaikan kini tu Reza!" (Tidak.. satu satunya yang ingin saya selamatkan sekarang itu hanya Reza!)


SURAUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang