Setelah bertemu dipanti, Kanaya dan Zean pergi bersama ke sebuah Cafe. Sebagai permintaan maaf Zean yang dengan tega memutus komunikasi, Kanaya menuntut agar di traktir sepuasnya hari ini.
"Aku senang kamu pakai hadiah dari aku," ucap Kanaya lagi sembari menatap jam tangan berwarna biru di pergelangan tangan Zean, yang sempat ia titipkan pada Sean.
Zean tersenyum kecil. "Aku suka jam tangan ini. Selain karena warnanya. Aku juga tau ini barang yang cukup mahal."
Kanaya mendengus. "Ternyata kamu sama kayak Sean. Pemuja barang bermerek," ucapnya lalu tertawa. Zean ikut tertawa mendengar ledekan itu.
Drt.
Zean merogoh ponsel disaku celananya yang bergetar pelan. Lalu membaca notif yang barusaja masuk dari Sean.
Pahlawan S.
Abang keluar kok gak ngasih tempe. Take care ya kalo di tempat umum. Sarangheo abang ♡
Bola mata Zean berputar malas setelah membaca pesan lebay yang dikirim saudaranya itu.
"Sean bilang kamu belum ada ponsel baru. Tapi itu...." Kanaya melongo memerhatikan ponsel baru digenggaman Zean.
Melihat Kanaya menatapnya kesal, Zean hanya menyengir kaku.
"Gak usah senyum. Udah ketauan bohong malah senyum, aneh banget," ujar Kanaya kesal bin gemas.
Byurr!!
"Kyaaa!!" Kanaya menjerit kaget saat tiba-tiba saja seseorang menumpahkan minuman ke wajahnya dengan keras.
Brak!!
Kanaya menggebrak meja, lalu bangkit cepat dan menatap si pelaku dengan marah. "APA-APAAN LO!!"
"Lo yang apa-apaan?! Gak di sekolah gak di luar lo masih aja nyantol sama Sean! Lo bener-bener udah gak ada harga dirinya tau gak?!"
Mata Kanaya melotot pedas. Di tatapnya gadis berambut curly itu dari atas sampai bawah. "Gue gak kenal sama lo! Dan maksud ucapan lo apa hah?! Emangnya lo siapa berani ngerendahin gue?!"
"Gue ini calon pacarnya Sean! Dan lo adalah cabe-cabean yang selalu ngintilin Sean kemana-mana! Cih!"
Tak terima dengan ucapan hina gadis itu, Kanaya dengan cepat meraih minuman capucinno milik Zean kemudian menumpahnya ke wajah gadis itu.
Byurr!!
"Kyaaa!! CEWEK JALANG!!"
"LO YANG JALANG!! GAK TAU MALU!!" Tak puas hanya dengan itu, Kanaya langsung menarik rambut gadis curly itu sampai dia menjerit kesakitan.
"SEBELUM LO NGATAIN ORANG LEBIH BAIK LO NGACA DULU, BAJINGAN!!" pekik Kanaya dengan nafas berapi-api.
"SIALAANN!! LEPASIN GUEE!! INI SAKIIITT!!"
Zean yang sedari tadi hanya menjadi menonton, kini segera bangkit dan berusaha memisahkan keduanya. Ah tidak, Zean hanya berusaha menghentikan aksi Kanaya yang terlalu bar-bar.
"Sean!! tolongin akuu!!" Si gadis curly tampak tak berdaya karena jambakan Kanaya yang semakin kuat.
"GUE GUNDULIN PALA LO BANGSAATT!!"
Zean benar-benar bingung saat Kanaya sulit dipisahkan. Akhirnya ia pun meraih kedua tangan Kanaya dan mencengkramnya dengan kuat hingga membuat Kanaya tidak bisa menggerak.
Kanaya terdiam. Masih dengan deru nafas tak beraturan ia tatap mata Zean yang sedang menatapnya dengan datar. "LEPASIN TANGAN GUE!!"
"Sean, kepala aku sak--"
Belum rampung si gadis curly berkeluh, Zean sudah lebih dulu menarik paksa tangan Kanaya untuk pergi keluar dari cafe.
"Ze! Zean! berhentii! Gue belum puas marahin cewek gila itu! Lepasss!!" Kanaya terseok-seok oleh langkah lebar Zean yang terus menariknya berjalan menjauh dari area cafe.
"Zean lepass!!"
Kanaya berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman Zean tapi nihil. Dan akhirnya Zean melepasnya begitu mereka tiba di tempat yang cukup sepi.
"Kamu kenapa sih?!" tanya Kanaya heran. Urat-urat di lehernya masih terlihat jelas yang artinya dia masih sangat marah.
"Kamu yang kenapa. Bicara kasar di tempat umum sampai jadi pusat perhatian banyak orang. Apa kamu gak malu?" tanya Zean yang sama herannya akan sikap bar-bar Kanaya.
"Tadi cewek gila udah ngerendahin aku, Ze! Apa kamu gak dengar?!"
Zean menghela nafas. Tak ada gunanya berdebat dengan orang yang masih emosi. Dia pun menuntun Kanaya untuk duduk di tepi supaya emosi gadis itu sedikit mereda.
"Aku tau kamu kesal. Tapi bahasa kamu terlalu kasar untuk ukuran seorang perempuan."
"Tapi cewek gila itu nyebut aku Jalang dan gak punya harga diri! Buat apa aku harus diam aja?!" Kanaya masih saja kalut. Emosi kembali naik ke ubun-ubun sampai dia kembali berdiri berniat menemui gadis tadi.
Namun sebelum berhasil lari, tangan Zean lebih dulu menangkap lengan Kanaya. Menarik tubuh gadis itu dengan kuat hingga menubruk dada bidangnya.
"Awh!"
Kanaya memekik kaget. Ia pun mendongak, menatap pahatan wajah Zean yang jauh lebih tampan dari saudaranya. Aroma parfum manly lelaki itu menyeruak ke dalam indra penciumannya.
"Ze...."
Tangan Zean terjulur naik ke atas rambut Kanaya yang berantakan, kemudian merapikannya dengan penuh ke hati-hatian.
Kanaya membeku dengan perlakuan lelaki itu.
Setelah cukup rapi, Zean kembali menurunkan tangannya lalu berjalan mundur memberi jarak dengan Kanaya. "Kamu mirip singa tadi."
Bukannya kesal, Kanaya malah tersenyum diledek seperti itu. Ia sudah merasa sedikit tenang, mungkin sejak Zean menyentuh rambut-rambutnya.
Zean pun kembali berujar dengan isyaratnya, "udah tenang?"
Kanaya mengangguk kecil.
"Kamu gak kenal cewek tadi?"
"Nggak. Kayaknya dia fans fanatik Sean. Mereka emang benci aku karena cuma aku cewek yang deket sama Sean setiap hari. Aku selalu nemuin Sean setiap hari, buat nanyain soal kabar kamu."
Bola mata Zean sedikit melebar mendengar hal itu.
"Lewat Sean, aku cuma nyari tau tentang kamu setiap hari, Ze," lanjut Kanaya dengan wajah menekuk.
Tak ada respon berarti. Zean masih terdiam dengan pikirannya sendiri.
"Apa kamu marah?" tanya Kanaya hati-hati.
Zean menggeleng. "Mulai sekarang, kamu gak perlu nanyain aku ke Sean setiap hari. Karena aku bisa datang kapanpun kamu mau. Oke?"
Kanaya tersenyum dengan mata berbinar. "Oke!!"
Zean pun mengangguk. "Boleh aku lap wajah kamu yang basah itu?" tanya Zean.
Kanaya menggeleng. Tapi mulutnya berujar, "Boleh."
Zean tersenyum, lalu mulai mengeluarkan sapu tangan berwarna biru dari tas kecil yang ia bawa. Mulai mengarahkan sapu tangan ke wajah Kanaya, membersihkannya dengan gerakan lembut.
"Kenapa kamu sangat manis, Ze?"
Gerakan Zean terhenti. Tangannya segera turun kembali ke bawah.
"Ma-maksud aku, kenapa kamu sangat baik?" Shit! Kanaya keceplosan. Mulutnya memang sulit di kontrol.
Zean mengangkat kedua bahunya, seolah menyombongkan diri. "Memang sih. Aku memang terlalu baik. Dan kamu terlalu bar-bar."
Kanaya mengernyit. "Kamu ngatain aku?"
Dengan polosnya Zean mengangguk. Ia pun mulai sedikit menumpu kedua tangannya di atas paha agar wajahnya dapat sejajar dengan Kanaya. Memerhatikan wajah yang cemberut kesal itu. Bibirnya bergerak pelan. "Cantik."
.
.
.
.
.Yang tegang tegang ada di chapter selanjutnya. Lanjut gais??
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Love (END)
Teen FictionSebelumnya, aku ingin dikenal ketika mereka belum tau aku bisu. Tapi mereka menjauh saat tau aku bisu. Kenapa kamu gak begitu, Kanaya?