Kanaya mendengus malas saat melihat Zean berjalan beriringan dengan Maureen. Sepertinya mereka akan pulang bersama menaiki sepeda milik Zean.
Ah ini benar-benar menyakiti hatinya. Tapi ia tidak bisa menghindar karena disatukan dalam satu sekolah. Lebih malasnya lagi, satu kelas.
Kanaya, Maureen, Zean.
Kanaya jadi seperti gadis bodoh. Yang setiap hari mati-matian menahan tangis. Mati-matian menahan emosi kala melihat Zean terus tersenyum pada Maureen.
"Kenapa sih, Ze. Kenapa bukan aku yang kamu kenal lebih dulu dibanding Maureen?" gumamnya dengan tatapan hampa.
Mencintai tanpa dicintai kembali itu sakit. Andai Zean tahu rasanya.
Tapi Zean benar-benar menjaga jarak. Zean tampak tidak merasa bersalah. Zean dengan mudah melupakan semua kenangan mereka.
Kanaya menghela napas lalu menggeleng kecil. Kenapa ia jadi ingin menangis lagi. Memalukan.
"Mana sih pak Toyib. Lama banget."
Saat ini,Kanaya sedang menunggu jemputannya sambil duduk di kursi pak satpam dekat gerbang. Nina dan Reyhan masih memperlakukannya seperti anak Tk yang harus di antar jemput.
Benar-benar menyebalkan.
Tin!
Melihat mobil berwarna abu tiba di hadapannya, Kanaya segera bangkit.
"Eh!"
Gadis itu terkejut saat seseorang tiba-tiba muncul didepan pintu mobil.
"Ze-Zean?"
Zean tersenyum. "Boleh aku numpang sampai toko boneka?"
"Numpang? Ke toko boneka?" ulang Kanaya.
Zean mengangguk. "Hari ini hari ulangtahun Maureen. Aku mau beliin dia boneka."
Kanaya terdiam. Shit. Zean memang sangat hobi membuatnya sakit hati.
"Gak. Kamu bisa naik taksi."
Bahu Zean langsung melorot. "Tadinya aku mau minta tolong kamu buat bantuin aku nyariin boneka yang bagus."
"Selera boneka aku jelek," ucap Kanaya.
"Kamu juga bisa ambil boneka yang kamu suka. Aku yang bayar."
Kanaya menimang sejenak. Ia tidak bisa menolak jika ada tawaran gratis. Apalagi membeli boneka. Lagipula, ia sudah lama tidak menambah teman untuk para bonekanya di rumah. "Yaudah. Ayo masuk."
Dengan raut setelah jutek, akhirnya Kanaya menginzinkan Zean masuk ke dalam mobil bersamanya.
"Eh ada pacarnya non Kanaya. Ganteng banget aduh," ucap pak Toyib sembari menatap Zean dari balik kaca spion depan.
"Bukan. Cepat jalan aja pak," kilah Kanaya cepat.
"Ehehe siap Non."
Mobil akhirnya melaju ke jalan raya. Kanaya hanya menatap ke arah jendela sepanjang perjalanan.
Tak berapa lama, Kanaya terkejut saat merasakan sesuatu disimpan di atas pangkuannya.
Ternyata sebuah kotak berukuran sedang dengan pita berwarna biru tersemat di atasnya. Kanaya menoleh pada Zean dengan raut bertanya.
Dengan senyum terpatri, Zean menggerakan tangannya. "Itu untuk kamu."
"Apa?" Kanaya mengangkat kedua alis.
"Itu hadiah ulang tahun, untuk kamu."
"Ulang tahun aku kan bulan depan," ucapnya bingung.
"Iya. Jadi jangan dibuka sekarang." Zean menjelaskan.
Kanaya mengernyit. "Kenapa aku harus terima ini sekarang?"
"Supaya aku jadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun untuk kamu."
Kanaya terdiam sejenak. Sial. Kenapa hatinya jadi senang. "Aku cuma menerima hadiah dari orang-orang yang menganggap aku spesial."
"Jadi kamu gak mau nerima kado itu?"
Kanaya mengangkat bahu. "Kalau kamu maksa. Aku terima."
"Kamu suka boneka apa? Apa kamu--"
Tangan Zean berhenti bergerak. Ia terdiam ketika melihat raut wajah Kanaya berubah saat memerhatikan sesuatu dibelakangnya.
Kanaya tidak bisa fokus membaca isyarat tangan Zean karena matanya melihat sebuah mobil truk melaju cepat dari arah berlawanan.
"Zean."
Brugghh!!
Semua terjadi begitu singkat.
Tiba-tiba Kanaya sudah berada di atas tubuh Zean dengan keadaan mobil terbalik.
Telinga Kanaya berdengung hebat. Pandangannya memburam. Seluruh tubuhnya terasa sangat sakit. Namun ia berusaha tetap sadar.
Kanaya mencoba menatap Zean yang terbaring lemah dengan darah diseluruh kepalanya.
"Da-Darah.... Kamu berdarah." Air mata Kanaya menitik saat matanya bertatapan dengan mata sayu Zean.
"Zean.... kamu berdarah."
Kanaya dapat mendengar deru napas Zean yang melemah. "Zean bertahan. Ze, bangun. Jangan tidur. Uhukk!!"
Kanaya mengusap aliran darah yang terus keluar dari kepala Zean. "Zean. Kamu dengar aku? Buka mata kamu. Jangan tidur Zean. Aku disini. Na-nanti ambulans datang."
Kanaya menoleh saat melihat kaki seseorang mendekati mobil. "Tolongg!! To-tolong saya dan Zean! Tolong kamii!!"
Jeritan Kanaya tidak didengar. Kaki orang itu perlahan menjauh dan hilang begitu saja.
Begitu Kanaya kembali menatap Zean, mata Zean sudah tertutup sempurna.
"Zean? Ze? Jangan tidur. Buka mata kamu."
"Bangun, Ze. Bangun.... Ayo bangun."
Satu tangan Kanaya mengusap pipi Zean yang dibaluti darah. "Aku mohon bangun. Nanti ambulans datang. Tunggu sebentar lagi. Mereka pasti datang."
Kepala Kanaya jatuh di atas dada lelaki itu ketika kedua tangannya tak mampu lagi menumpu badan. Lalu ia menangis kecil sambil mendengarkan degup jantung Zean yang perlahan melambat. "Terus berdetak. Aku mohon. Tunggu sebentar lagi Zean."
.
.
.
.
.
.
.Udah di kasih triple up masih gak vote? Tega banget sihhh.
Ayo
Vote
SayangNextt?
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Love (END)
Teen FictionSebelumnya, aku ingin dikenal ketika mereka belum tau aku bisu. Tapi mereka menjauh saat tau aku bisu. Kenapa kamu gak begitu, Kanaya?