013. Are you mad?

3.1K 176 1
                                    

"Kakak kamu adalah orang yang selalu merawat luka-luka aku saat dipanti."

"Dia bilang dia sudah menganggapku seperti adiknya sendiri."

"Saat kita bertemu di panti, sebenarnya aku sedang mengenang kepergian kakak kamu."

"Kak Raya adalah perempuan yang hangat dan sangat baik. Aku selalu merindukannya."

"Sampai hari ini, aku belum percaya kalau kak Raya pergi dengan begitu cepat. Bahkan tanpa berpamitan padaku."

..

"Nay!"

"Iya ayam!" Kanaya terpelonjat kaget saat Seira menepuk pundaknya dengan kuat. "Ngagetin aja lo, Ra!"

"Lagian lo ngelamun terus sih. Dari awal pelajaran sampai bel pulang bunyi lo masih aja ngelamun. Mikirin apa sih lo?" tanya Seira penasaran.

"Gak mikirin apa-apa gue," elak Kanaya cepat.

"Boong lo." Seira menunjuk Kanaya curiga. "Lo lagi musuhan ama Sean ya?" tebaknya.

Kanaya menggeleng. "Gak tuh."

"Tapi semenjak kalian ngobrol di taman belakang, kaliam jadi gak keliatan bareng-bareng lagi tuh."

"Gue gak ada apa-apa sama Sean mah."

"Ya terus lo ngebatin soal apa, Nay? Ngeri gue kalo udah liat lo bengong kayak orang salatri gitu," ujar Seira.

"Gue lagi mikir kalo ayam makan telor ayam apa dia jadi kanibal?"

Seira menghela nafas lelah. "Dahlah gue mau pulang." Ia akhirnya memilih bangkit dari kursinya dan meninggalkan Kanaya seorang diri di kelas.

Kanaya mendengus geli. Ia tak mungkin jujur pada Seira tentang Zean. Karena Sean meminta untuk merahasiakan kembarannya itu.

Fakta bahwa Zean mengenal kakaknya masih membuat Kanaya sedikit bertanya-tanya. "Ternyata dunia emang sempit."

.....

Kanaya sudah duduk di halte untuk menunggu bus atau taksi yang lewat. Pak Toyib tidak bisa menjemputnya hari ini karena harus mengantar Nina mengecek toko kuenya.

Kedua kaki Kanaya yang asik bergelayunan terhenti saat matanya melihat seorang lelaki yang sedang mengayuh sepeda di sebrang jalan.

"ZEAN!" Kanaya memanggil lelaki itu dan melambai tangannya.

Zean langsung mengerem sepedanya dan menoleh pada Kanaya. Ia tersenyum dan balik melambai pada gadis itu.

Kanaya menggerakannya tangannya, coba menggunakan bahasa isyarat. "Kamu mau kemana?"

Zean membalas. "Ke perpustakaan dekat sini. Kamu lagi nunggu siapa?"

Melihat Kanaya tidak menjawabnya, Zean langsung mengayuh sepedanya untuk menyebrang ke arah Kanaya.

"Kamu lagi nunggu siapa?" Zean menggulang pertanyaannya.

"Kebetulan aku juga mau ke perpus!" pekik Kanaya senang. Tanpa minta izin ia langsung duduk di belakang sepeda milik Zean. "Ayo, Ze! Lest go!"

Silent Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang