032. Drama

2.2K 138 0
                                    

Beberapa hari sebelum Zean masuk ke sekolah umum.
...

Drtt.

Zean mengernyitkan alis setelah menerima pesan dari nomor tak dikenal.

Saya ibunya Kanaya. Mari bertemu empat mata di alamat ini.

Lokasi📍

Zean sangat terkejut setelah membaca pesan singkat itu. Yang ternyata dari ibunya Kanaya.

Tanpa pikir lama ia langsung berdiri dari duduknya. Meraih jaket lalu bergegas pergi.

....

Setelah membayar taksi, Zean berjalan menelusuri tempat yang tampak sepi itu. Lokasi yang ibu Kanaya kirim ternyata cukup jauh dari tempat tinggalnya.

Tampak beberapa kilo meter dari jaraknya, wanita baya yang mengenakan baju berwarna hijau berdiri sambil memandang Zean dengan raut dingin.

Zean segera menghampirinya. Tersenyum kecil ketika tiba dihadapan wanita itu. Untuk berkomunikasi, Zean memilih mengetiknya pada handphone.

Maaf jika saya membuat anda menunggu lama.

"Tidak apa." Nina berdehem. "Emm langsung pada intinya saja. Tolong kamu jauhi putri saya."

Zean membeku.

"Saya sudah mendengar semuanya dari Kanaya. Tentang apa yang orangtua kamu perbuat pada Raya, putri pertama saya."

Lagi-lagi, Zean tertegun.

"Saya gak mau, Kanaya berada dalam bahaya karena mengenal kamu."

Zean mengangkat ponsel yang sedari tadi ia genggam. Lalu mengetik dengan jari sedikit gemetar.

Saya mengerti, Bu. Saya janji akan menjauhi Kanaya dan memastikan dia selalu baik-baik saja.

Nina masih menunjukkan raut dingin, setelah membaca ucapan Zean.

"Jika saya melihat Kanaya terluka, kamu adalah orang pertama yang akan habisi dengan tangan saya sendiri. Saya tidak akan ragu melakukan itu. Karena saya adalah ibu kandungnya."

Zean mengangguk.

"Dan satu lagi." Nina mengepal tangannya sembari berucap, "Saya tidak akan membuat Kanaya terlibat dalam kasus kematian kakaknya. Jadi jangan pernah ganggu dia."

......

Menghembuskan napas panjang lewat mulut, Zean menyandarkan kepalanya pada dinding kamar.

Bisa dibilang, hari ini adalah hari cukup dramatis. Semuanya penuh drama. Dirinya telah menjalankan peran sebagai cowok brengsek dengan baik.

Zean mendengar setiap umpatan Kanaya di sepanjang jalan koridor sekolah tadi.

Dan raut kecewa Kanaya ketika ia datang untuk membela Maureen.

Semuanya hanya ekting.

Itu dilakukan karena permintaan Ibunya Kanaya.

Seorang ibu, sudah meminta pada Zean untuk menjauhi putrinya demi keselamatannya.

Karena seorang ibu itu tau, bahwa beberapa orang tidak dapat di lawan dengan mudah.

Orang dewasa mengerti itu.

Uang. Bisnis. Politik. Nama baik. Martabat.

Rinjani dan Radith punya semua itu.

Tapi sedikitnya Zean bersyukur, karena ibunya Kanaya mengerti dengan situasi. Dan siap menahan Kanaya untuk mencari bukti tentang kematian kakaknya.

Brakk!!

Pintu yang baru di buka secara kasar membuat lamunan Zean buyar. Zean berdiri duduknya dan menatap Rinjani yang tampak emosi.

Plakk!!

"Saya tidak tahan lagi! Saya sangat benci melihat kamu bersekolah bersama Sean!"

Zean memegangi pipinya yang panas sambil menatap Rinjani heran.

"Tidak puas kamu menyusahkan saya dan mas Radith, kamu masih saja menganggu Sean! Kamu masih saja ingin menempel padanya. Padahal kamu tidak bisa apa-apa!"

Rinjani menjeda. Tampak berusaha mengatur napas yang memburu.

"Untuk apa kamu ingin bersekolah? Memangnya apa yang bisa kamu lakukan selain menggerakkan tangan kamu itu?"

Hening.

"Jawab saya!"

Zean tersenyum miris. "Bunda udah lupa ya? Sejak kecil aku suka menggambar bunda. Aku juga suka bela diri. Waktu kecil aku pernah dapat piala satu kali. Dan bunda terus memujiku tanpa henti."

Rinjani mendelik. "Kamu bangga hanya karena punya satu piala? Lihat Sean. Dia punya puluhan piala dan penghargaan. Apa dia sombong sepeti kamu?"

"Bakat Sean dikembangkan oleh kalian. Sementara aku tidak. Aku malah di kurung di kamar ini tanpa boleh unjuk diri lagi."

"Cih! Kamu malah menyalahkan saya. Nyatanya kamu memang tidak pernah bisa membuat prestasi apa-apa."

Zean membuang napas lelah. "Zean kangen bunda yang dulu. Bunda yang gak pernah marah walaupun Zean sering buat kesalahan."

Dahi Rinjani mengkerut dalam. "Kamu bukan Zean yang itu. Kamu bukan Zean yang itu lagi," ucapnya seraya terus menggeleng.

Zean mengernyit. Apa maksudnya? Kenapa Bundanya mengatakan hal itu?

"Aku ini Zean. Aku masih Zean yang dulu, Nda."

"Bukan!"

"Aku masih Zean yang bunda sayang waktu kecil."

"BUKAANN!!"

Zean terkejut mendengar teriakan Rinjani.

Wanita itu mengedar pandangan ke penjuru kamar seolah mencari sesuatu.

Melihat lampu tidur di nakas, ia bergegas mengambilnya lalu tanpa pikir panjang langsung di lempar ke arah Zean.

Namun seorang pria baya lebih dulu datang dan bergegas melindungi Zean.

"Argh!"

"Mas Radith!" pekik Rinjani kaget.

Radith ambruk ke pelukan Zean akibat hantaman benda berat itu.

Setengah sadar, Radith bergumam di telinga Zean. "Jangan tersentuh. Saya melakukan ini agar Sean tidak nekat pergi lagi."

.
.
.
.
.
.

Nextt?

Yang gak vote tega banget :(

Silent Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang