Sejenak, Sean menarik napas panjang, sebelum memberanikan membuka handle pintu di hadapannya.
Ia berniat mengembalikan jam tangan ke kamar sang pemilik. Karena jujur, Sean merasa belum pantas menerima hal seperti ini.
Ceklek.
Barusaja mendorong pintu, seseorang tanpa aba-aba menerobos masuk ke dalam kamar Zean.
"Rinjani!"
Sean mengernyit. Ada apa dengan Radith?
"Ya Tuhan, kemana dia pergiii...." Radith mengacak rambutnya bimbang. Sudah seluruh ruangan ia cek, namun sama sekali tak menemukan siluet istrinya itu.
Sean menghampiri Radith. "Bukannya Bunda selalu dikamarnya?"
Radith menggeleng. "Gak ada, Sean. Bahkan gak ada satu pun pembantu yang lihat dia pergi."
Drt... drt...
Tiba-tiba ponsel di dalam jas Radith berbunyi. Pria itu dengan cepat merogohnya. "Hallo?"
"Pak, satu jam lalu istri anda menyerahkan diri ke kantor polisi. Pernyataannya cukup kuat."
Deg.
Sean memerhatikan riuk wajah Radith yang berubah terkejut.
Lalu tak lama.
Suara sirene terdengar.
Sean dan Radith spontan berlari keluar kamar. Berdiri bersisian menatap pintu utama dengan bingung. Suara sirine itu jelas berada di pekarangan rumah mereka.
Sean membeku saat melihat Rinjani masuk ke dalam rumah, disusul beberapa petugas polisi.
Radith sudah berlarian menuruni tangga, menuju ke arah Rinjani. Sean mengikuti setelahnya.
"Rinjani, ada apa ini?" tanya Radith bingung.
"Mas, ini pilihanku. Kita harus membayar perbuatan kita," ucap Rinjani tanpa ekspresi.
"Apa kamu sudah gila?" Alis Radith menukik tajam. "Apa kamu ingin dipenjara?"
Diluar dugaan, Rinjani menggangguk pelan. Menatap wajah suaminya sayu. "Ini keinginan Zean. Aku sudah berjanji padanya saat di rumah sakit."
"RINJANI SADARLAH!!" Suara Radith meninggi. Ia tak habis pikir dengan apa Rinjani lakukan saat ini. "Dengarkan aku. Bukannya kamu ingin jadi istri wali kota? Bukannya selama ini kita sudah mati-matian agar sampai di titik ini?"
"Tapi ini keinginan terakhir Zean, Mas!" Rinjani berseru dengan nafas memburu.
"Jika kesedihan ini sudah jadi takdir kita, kita jalani saja dengan ikhlas. Tanpa harus menyerahkan diri seperti ini. Karena dalam sekejap reputasi kamu bisa hancur!" Radith memegangi kedua bahu Rinjani dan meremasnya. "Aku takut kamu terluka jika hidup di penjara. Mengertilah."
Mata Rinjani naik, menatap sepasang mata Radith yang berlinang. "Aku bisa melakukannya, Mas. Sudah aku bilang, aku muak hidup seperti ini setelah Zean pergiii!!" Air mata Rinjani berjatuhan.
Ia meneruskan. "Kamu berani membunuh mereka, karena aku. Karena keinginan aku agar kamu segera menjadi wali kota. Kamu melakukan semua ini tak lain karena permintaan aku, Mas."
Radith mendongak sejenak. Berharap air matanya tidak jatuh merambas. Lalu kemudian ia tangkup wajah Rinjani yang tirus. "Apa kamu sadar apa yang kamu lakukan sekarang?"
Rinjani menggangguk. "Aku sadar. Aku gak mau hidup dengan penyesalan sedalam ini. Aku ingin Zean tahu bahwa aku bisa melakukan keinginan terakhirnya dengan baik. Karena aku gak bisa memenuhi semua keinginannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Love (END)
Teen FictionSebelumnya, aku ingin dikenal ketika mereka belum tau aku bisu. Tapi mereka menjauh saat tau aku bisu. Kenapa kamu gak begitu, Kanaya?