Aluna hanya diam ketika Kenzo terus merecokinya disepanjang koridor. Tarikan iseng pada tas dari arah belakang tak sama sekali si cantik respon. Aluna bersikap acuh dan terus melangkah lurus, menciptakan kernyitan heran di dahi Kenzo.
Remaja yang masih menduduki bangku menengah pertama itu mengayunkan tangannya kedepan, bermaksut menghentikan taxi yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri.
Aluna memasuki taxi usai memberi pesan pada papa bahwa ia ada extra tambahan di sekolah hari ini. Hanya tidak ingin dijemput seperti biasa.
"Mau kemana dek?"
Aluna mendongak, meneguk ludahnya sendiri sebelum menjawab pertanyaan si supir taxi. Tujuannya tak terlalu jauh, pun tak membutuhkan banyak waktu untuk sampai.
Aluna berikan beberapa lembar uang dan turun usai mengutarakan kata terimakasih. Langkahnya sempat membeku, tubuhnya seolah susah digerakkan. Aluna menguatkan diri, mencoba mengambil langkah dan mulai memasuki area pemakaman dengan gerakan pelan.
"Ayah, aku dateng.." Aluna berujar kecil sembari terus berjalan mencari dimana tempat ayahnya dikebumikan.
Lantas tak lama berjalan, terlihat nama yang tidak lagi asing. Aluna tabahkan hatinya dan berjalan mendekat dibarengi sebulir air mata yang mulai jatuh.
"Ayah.." panggilnya diselingi rengekan kecil.
Yoshi itu, ayahnya sejak ia kecil. Aluna mengenalnya demikian. Yoshi yang menemaninya dari ia belum pandai menyahut sampai ia ahli dalam membalas ejekan ayahnya.
Mungkin tak semuanya paham bagaimana Aluna begitu menyayangi sosok ayah yang telah menemaninya sejak dulu. Walau bukan sosok ayah yang memiliki ikatan darah dengannya, namun Yoshi memperlakukannya dengan begitu baik, seperti ia adalah anaknya sendiri.
Aluna merasa begitu disayang oleh sosoknya.
"Aluna lagi kangen sama ayah.."
Aluna mengusap kasar ingusnya, sesekali terbatuk karena terus meracau di tengah tangisnya.
Aluna rindu, sangat rindu sampai rasanya begitu sesak dan ingin bertemu.
"Ayah, Aluna kangen banget.."
Aluna menunduk dalam, mencengkram roknya sendiri dan menggeleng pelan.
"Ayah nggak perlu khawatir, sekarang aku punya ayah Jihoon, ayah nggak usah khawatir lagi, ayah Jihoon baik sama aku, Aluna janji bakal nurut dan jadi anak baik. Maaf ya ayah, Aluna cengeng, Aluna cuma lagi kangen ayah, pasti sekarang disana ayah lagi ngejekin Aluna!"
Aluna usai dengan semua kalimat rindunya. Remaja itu bangkit dan memberikan lambaian kecil usai berdiam cukup lama disana.
"Kita ketemu di mimpi ya ayah, aku pulang dulu"
Kakinya berjalan menjauh, keluar dari area pemakaman saat pandangannya tak sengaja melihat mobil sedan hitam yang sebelumnya tidak ada. Aluna abai dan berdiri disamping jalan, menunggu taxi lewat dan memainkan ponselnya sejenak. Tak lama terdengar ada langkah yang mendekat.
"Aluna bukan?"
Aluna menyerngit bingung dan mengangguk ragu.
"Kamu sendirian nak? Mau ikut saya nggak?"
"Huh?"
↔
Dibenarkan letak earphone yang sejak tadi berada di telinganya. Jihoon menggeser dial di ponselnya yang tengah menampilkan panggilan.
"Udah sampe? dari kapan?" ujarnya santai dengan tangan yang cukup lihai menggerakan teflon berisi omelet di atasnya.
"Hah? udah dua hari yang lalu? kok nggak bilang aku kalo udah pulang?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
anymore
Фанфикsemesta seolah memperkenalkannya sebagai tokoh antagonis sejak awal. ⚠️ bxb, m-preg