13

1.5K 215 29
                                    

Bagaimana bisa Aluna mencerna semua perkataan tidak masuk akal papanya disaat ia bahkan hanya ingin mengambil minum karena haus di tengah tidurnya.

Bagaimana Aluna harus bereaksi selain melotot terkejut dengan jantung yang bereaksi tak kalah ribut.

Aluna tidak paham, Aluna tidak ingin mengerti apa yang baru saja ia dengar dari pembicaraan papa dengan ayah Yoshi malam ini. Aluna hanya memaksa tubuhnya untuk berbalik menuju kamar dan tak melanjutkan langkahnya ke dapur lantaran masih mencoba untuk memahami.

Apa yang harus Aluna lakukan sekarang, kenapa dadanya sesak sekali mengetahui fakta yang baru saja ia dengar.

Remaja tigabelas tahun itu bahkan tanpa sadar mengeluarkan air matanya dan membasahi sisian bantal.

Setidaknya kedua matanya mencoba untuk menutup dan melupakan semua yang ia dengar.

Aluna tidak ingin ingat, Aluna harap ia bisa melupakannya saat terbangun esok pagi. Atau bahkan, berharap itu semua hanya mimpi.

Studio itu lengang, tak Jihoon temukan si rambut pirang duduk di kursinya. Lantas Jihoon mencoba menelpon, kiranya kemana yang dicarinya itu pergi.

"Halo? dimana?"

"Kenapa?"

Jihoon terkekeh untuk jawaban jutek yang baru saja ia dengar. "Mau ketemu, mau ngomong"

"Ngomong apa? disini aja"

"Maunya ketemu"

"Yaudah gausah ngomong"

Jihoon hendak protes saat sambungannya dimatikan. Apa apaan itu tadi? Asahi marah padanya atau apa? Jihoon bahkan harus menahan senyumnya saat baru saja mendapatkan lokasi dari Asahi.

Bukankah baru saja ia diberikan tolakan dengan nada sinis. Lalu mengala saat ini Jihoon malah mendapatkan lokasi Asahi.

Di kafetaria. Si jutek dengan wajah menawannya itu berada disana.

Lantas Jihoon bergegas menghampiri Asahi, sedikit mempercepat langkahnya dan tersenyum senang saat dengan mudah menemukam keberadaan Asahi.

Di pojok, tengah bergelut dengan tabletnya, dengan rambut pirangnya yang cukup mencolok.

"Hei!"

Asahi hanya melirik sekilas kearah Jihoon. Membuat Jihoon agaknya harus ekstra untuk menahan senyumnya lantaran gemas.

"Aku mau ngomong, sa"

Tidak ada sautan selain yang lebih muda kembali melirik sekilas.

"Dengerin dong"

Jihoon dengar yang lebih muda menghela nafasnya terang-terangan. Menatap dengan muka datar khasnya dan menunggu Jihoon memulai kalimatnya dengan mengangkat salah satu alisnya untuk memberi jawaban.

"Jadi gini, nanti malem mau nggak-"

"Nggak!"

Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Jihoon lebih dulu mendapat jawaban tegas penuh penekanan.

anymoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang