[35] Ikhlas Berbuah Ketenangan Baginya (End)

261 15 4
                                    

―enjoy with this story!
Happy reading 🤟―

―enjoy with this story! Happy reading 🤟―

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perpisahan paling menyakitkan adalah berpisah karena kematian. Sekuat apapun kita merindu, sosok itu tak akan pernah kembali.

Hari itu, aku seperti raga yang ditinggal separuh jiwanya. Seperti benang kusut yang sulit untuk ku selesaikan, seperti gelas kaca yang sudah pecah dan tak mampu ku susun secara utuh. Semuanya tidak bisa rapi kembali sepenuhnya. Ingatan itu selalu membuatku kalang kabut mengingat bagaimana dirimu pergi untuk selamanya dalam keabadian.

Ketika kabar itu aku terima, aku kehilangan kendali. Aku terseok untuk memastikan kebenaran dan lunglai dalam lantai dingin disertai derai air mata yang terus mendobrak keluar. Aku kehilangan sosok yang cukup berharga dalam hidupku, sosok yang tak mampu ku deskripsikan.

Kini, dimana akan kutemukan sosok sepertimu lagi? Dimana akan kutemukan raut panik mu saat raga ini sedang lara? Dimana akan kutemukan sosok tulus si pembuat bubur setengah hancur itu? Dimana akan kutemukan senyuman penuh duka itu?

Dimana?

Dimana?

Belum genap satu bulan atas kepergian mu, Raga ini sudah kalah untuk merindu. Menjalani hari tanpamu ternyata cukup berat bagiku. Tapi kamu tidak perlu khawatir, aku janji akan menjaga diriku dengan baik, aku janji akan menjadi manusia paling kuat, paling tegar, paling ikhlas agar nantinya kamu kagum. Kagum dan berucap diatas sana disaksikan oleh seluruh penghuni alam raya bahwa aku adalah orangnya.

Orang yang kau kagumi dengan segala ke pura-puraan nya.

***

Sudah dua jam lamanya, sepulang sekolah seorang gadis termenung tanpa suara. Air mata yang tiada henti untuk terjun bebas ternyata terus menjadi teman dalam diamnya. Sesekali gadis itu menyeka air matanya dengan kasar agar tidak mengenai kue yang ia bawa. Gadis itu mengusap nisan dihadapannya dengan lembut dan penuh kepedihan. Kantung mata yang menghitam, bibir yang pucat, dan juga porsi tubuh yang kurus kerontang membuat penampilannya sungguh memperihatinkan.

Kepergiannya jelas menyiksa sang puan.

Kini lengkungan halus itu ia tarik sedikit demi sedikit untuk membentuk lengkungan indah. Meskipun dengan getir dan kepedihannya ia paksakan, ia tidak mau jika harus terus-menerus mengeluarkan air mata dihadapan lelaki kesayangannya.

"Lo tahu hari ini hari apa?" Tania bertanya pada nisan itu dengan senyumannya. "Hari ulang tahun gue, Ji."

"Seperti biasa, gue selalu merayakannya sendirian. Gak pernah dapat ucapan apapun dari orang tua gue."

Ajian Prakarsa || Jisung Nct (Revisian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang