[15] Sorot Mata

148 17 1
                                    

―enjoy with this story!
Happy reading 🤟―

―enjoy with this story! Happy reading 🤟―

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Puk!

Narendra melempar sebuah amplop berisikan uang―pemberian Jevan―dihadapan Ajian yang tengah berkemas membereskan buku-bukunya. Sang empu yang tidak tahu kedatangan Narendra dibelakangnya, jelas terperanjat dan menatap daksa sang kakak sekilas.

"Tuh. Buat bayar uang sekolah lo dari bang Jevan." Ucap Narendra demikian dengan ketus.

Ajian mengangguk, lantas meraih uang itu dengan rasa tidak enak. "Makasih, Kak."

Tak ada jawaban yang Narendra berikan, kemudian ia berlalu begitu saja.

Belum sampai pada daun pintu dengan sempurna, Narendra menghentikan langkahnya karena Ajian memanggil dirinya.

"Kak Nana!" Seru Ajian segera membalik badan.

"Jangan kayak gini lagi, ya? Jangan mabuk-mabukan lagi... Kalau emang Kak Nana lagi pusing, lampiasin aja ke aku. Aku nggak mau tubuh Kak Nana rusak karena barang haram itu."

Entah dorongan darimana Ajian berani berucap demikian. Pandangannya menunduk menatap ubin yang licin, walau tahu bahwa Narendra tidak membalikkan badannya untuk sekedar memberi atensi.

"Bukan urusan lo."

Setelah mengatakan itu, Narendra pergi dengan pasti. Meninggalkan Ajian dengan rasa kecewanya karena ucapannya kali ini lagi-lagi tidak ditanggapi dengan pasti. Padahal Ajian hanya takut jika Narendra kenapa-napa karena barang itu.

***

Pagi-pagi sekali Ajian sudah berada disekolah. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk membaca materi yang sempat tertinggal di perpustakaan, juga setiap pagi secara sukarela ia akan membersihkan ruangan kelasnya. Beberapa hari kemarin ia tidak sempat bersih-bersih karena datang siang bersama Clay, setelah itu ia langsung pergi ke perpustakaan untuk berdiskusi soal. Jadi tidak ada waktu untuk piket. Lantas pagi ini ia datang lebih awal berniat untuk membersihkan ruangan kelas.

Langkahnya terhenti tepat didepan pintu saat melihat seseorang sudah duduk dan menelungkup kan kepalanya diatas lipatan tangan yang ia tumpu. Ajian rasa ini masih terlalu pagi untuk orang-orang yang hanya sekedar datang dan duduk-duduk saja, kecuali anak organisasi yang mendapat tugas. Entah orang ini sedang tidur atau sekedar menyembunyikan kepalanya, Ajian tidak tahu. Yang jelas, orang ini tidak sadar dengan kehadiran Ajian.

Perlahan ia ayunkan kakinya menuju tempat duduk dan berharap tidak sedikitpun mengganggu ketenangan orang ini. Selesai terduduk dengan sempurna, dilihatnya lama-kelamaan punggung orang ini bergetar bersamaan dengan suara tangis yang terdengar pilu.

"Tania?" Tanya Ajian memastikan. Namun satu kali panggilan tidak membuat gadis ini menjawab sedikitpun.

"Kamu... Baik-baik aja?"

Ajian Prakarsa || Jisung Nct (Revisian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang