[30] Kepulangan

240 21 2
                                    

―enjoy with this story!
Happy reading 🤟―

―enjoy with this story! Happy reading 🤟―

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kalau Abang pulang kamu mau oleh-oleh apa?"

"Aku gak mau oleh-oleh, asal Abang pulang dengan selamat udah cukup."

Jevan terkekeh diseberang sana, "Abang tahu. Abang janji pulang selamat, Jian. Tapi masa iya Abang pulang gak bawa oleh-oleh buat kamu."

Ajian berpikiran sejenak menatap langit-langit kamarnya, "Emm .. Aku mau miniatur pesawat, Bang. Boleh? Pesawat apa aja terserah Abang."

"Boleh dong! Tunggu Abang pulang, ya. Nanti Abang bawain miniatur nya."

Jevan terkekeh mengingat percakapan dirinya dengan sang Adik sebelum ia pulang. Hari ini adalah hari dimana Jevan kembali menginjakkan kaki ke tanah kelahirannya. Hampir 2 jam melakukan perjalanan, akhirnya Jevan sudah tiba di Bandara. Ia memejamkan mata seraya menghirup segarnya udara yang telah lama ia rindukan.

Matanya yang terpejam kini terbuka tatkala suara desingan mobil berada dihadapannya. Sang sopir pun membuka kaca.

"Mas Jevan to?" Tanya nya yang dibalas anggukan oleh Jevan. Kemudian sang sopir keluar dan membuka bagasi mobilnya serta membantu Jevan menaikkan barang-barang bawaannya.

"Pulang merantau, yo, Mas?" Tanya sopir melihat rear-vision mirror setelah memulai perjalanannya.

Jevan mengangguk tersenyum, "Iya, Pak."

"Alhamdulillah, yo, bisa selamat balik. Pasti yang dirumah sudah pada kangen sama Mas nya."

"Saya juga gak kalah kangen, Pak. Bertahun-tahun saya ninggalin adik saya, akhirnya bisa ketemu lagi." Seketika pikiran Jevan menampakkan Ajian dan Narendra yang tengah tersenyum padanya. Ia tak bisa membayangkan bagaimana senangnya kedua adiknya saat Jevan tiba-tiba sampai di rumah.

"Waah, Mas ini seorang Kakak, to? Hebat, Mas! Mereka pasti bangga punya Kakak seperti Mas nya."

Jevan tersenyum tipis, "Iya, Pak. Setelah orang tua saya meninggalkan, mau nggak mau saya harus cari kerja buat kehidupan sehari-hari. Walaupun kami hidup tanpa sosok Ayah dan Ibu tapi saya bersyukur karena kami nggak merasa kekurangan sedikitpun."

"Gigih, yo. Mas nya anak pertama?" Tanya sopir lagi membuat Jevan mengangguk.

"Pasti banyak rintangan yang harus dilalui, to? Hidup tanpa sosok orang tua menuntut kita untuk mandiri. Apalagi memiliki adik, tegapnya bahu musti kuat dua kali lipat." Ucap sopir Jevan tersenyum lagi membenarkan ucapannya dalam hati.

Cukup lama menempuh perjalanan pulang, akhirnya Jevan tiba di kediamannya. Ia segera turun dan menatap bahagia rumah yang selama ini ia rindukan. Dua kursi serta satu meja bulat yang menghiasi teras rumah masih sama seperti sebelumnya.

Ajian Prakarsa || Jisung Nct (Revisian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang