20. Then

72.4K 7K 1.6K
                                    

Malam...

Baru update karena baru kelar ketik.

Btw, terima kasih untuk 1,6k+ komen di chapter sebelumnya 🤍

Vote dulu yuk sebelum baca. Dan jangan lupa ramein kolom komentar biar ceritanya terlihat rame gitu 🥹

Selamat membaca!

────────────────────────────────────────────

Doris selaku penanggung jawab selir memerintah kedelapan selir untuk menjenguk Isvara. Oleh sebab itu, saat ini kedelapan selir mendatangi peraduan Isvara demi rasa kemanusiaan. Namun tentu saja, ada dari mereka yang terpaksa menjenguk Isvara lantaran tidak ingin menentang perintah Doris.

"Selir Isvara, aku membawa ini untukmu." Selir bernama Danisa menyerahkan selimut rajut berwarna cokelat muda pada Isvara.

"Untukku? Seharusnya kau tidak perlu repot-repot." balas Isvara yang kini duduk di tepi ranjang dengan kedua kaki menyentuh lantai.

"Seperti sudah menjadi hal wajib membawakan sesuatu ketika menjenguk orang sakit."

"Terima kasih, Selir...," Isvara menggantungkan kalimatnya. Ia tidak tahu siapa nama wanita ini.

"Namaku Danisa."

"Terima kasih, Selir Danisa. Rajutannya sangat rapi. Apa kau sendiri yang merajutnya?"

Danisa menganggukkan kepala. "Ya. Aku suka merajut."

"Aku tidak memiliki apapun untuk diberikan padamu. Tapi aku berdoa untuk kesembuhanmu, Selir Isvara," ujar selir bernama Adhisty.

"Terima kasih untuk doa baiknya," balas Isvara seadanya.

Selir bernama Lalita meletakkan bunga ke pangkuan Isvara. "Aku memetik bunga itu dari taman dan merangkainya sebelum aku membawanya kemari," ujarnya.

"Terima kasih. Ini sangat cantik," puji Isvara.

"Semoga keadaanmu segera pulih kembali." Selir bernama Anelia meletakkan sekeranjang buah-buahan ke atas meja.

"Terima kasih," jawab Isvara.

"Jadi lukamu harus dijahit ulang?" basa-basi selir Adhisty.

"Begitulah. Ada jahitan yang terbuka dan infeksi sehingga harus dijahit ulang," balas Isvara.

"Kondisimu sekarang pasti karena kau terkena karma atas perbuatanmu padaku. Kau menonjok hidungku, dan sebagai balasannya sekarang lukamu membusuk!" timbrung Yelena dengan nada bicara terdengar tidak ramah.

Isvara melirik Yelena dengan malas. "Jangan mencari gara-gara denganku atau selanjutnya tidak hanya hidungmu yang cidera, tapi seluruh anggota tubuhmu juga akan aku buat cidera," peringat Isvara disertai ancaman.

"Kau mengancamku!" sungut Yelena.

"Ya, apa kurang jelas?" Ringan Isvara menanggapi.

Yelena memajukan langkahnya hingga ke hadapan Isvara. Satu tangannya berada di pinggang dan dagunya terangkat angkuh. "Kau pikir siapa kau hingga berani mengancamku!"

Miracle of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang