0.27

129 14 1
                                    

bell pulang sudah berbunyi 5 menit yang lalu, Vain bersama dengan kekasih nya itu berjalan menuju kelas Vaja untuk mengambil barang barang Vaja yang masih ada di kelas, Vain menemani pacarnya dan membantu Vaja untuk memasukkan barang barangnya kedalam tas. Setelah itu ia membawakan tas Vaja, agar kekasihnya itu tidak kesulitan dan tidak keberatan membawa tas nya.

Vain mengambil jaket milik Vaja yang ada di atas meja itu lalu membantu Vaja mengenakan jaket itu dengan sangat hati hati

" angkat tangannyaaa" ucap Vain

"Aku bukan anak kecil, yang kamu suruh gituin! " balas Vaja yang membuat Vain terkekeh gemas

"Iya deh iya yang bukan anak kecil. Kamu dulu digituin gak? "

"Iya, dulu aku digituin sama mama"

"Aku engga pernah" jawab Vain dengan santai lalu menatap mata Vaja dengan tatapan lembut. Vaja menatap mata yang sedari tadi menatapnya, mengarahkan tangannya ke pipi kekasihnya dan mengelus pipi kekasihnya pelan.

"No no, don't look at me like that. Aku bukan butuh kamu tatap dengan begitu, that's a joke"

"Tapi mata kamu gabisa bohong sama aku, that's not a joke, babe" balas Vaja yang membuat Vain terkekeh pelan.

"It's okay sayang, jangan gitu. It's fine, okay? " Vain dengan suara lembutnya, lalu mengecup kening, kedua pipi, hidung, dan yang terakhir ujung bibir Vaja
"I love you"

"I love you more, babe"

"No, I love you more more more"

"I love you more more more more more more more"

"I love you more than  you do! "

"KAMU CURANG! "

"Curang apanya? "

"Kamu curang pokoknya"

Vain tertawa pelan lalu mengelus kepala Vaja lalu menurunkan tangannya. Merangkul pinggang Vaja "ayo pulang, katanya mau ketemu mama? " Vaja mengangguk dengan semangat

Keduanya berjalan keluar kelas sambil berbincang santai tentang apapun itu hal random, saat sampai di parkiran, keduanya berjalan menuju motor vespa matic Vain. Vain mengambil helm berwarna putih di atas motornya, memasangkan helm tersebut ke Vaja, kekasihnya. Sebelumnya, ia merapikan rambut Vaja, dan kembali mengecup kening Vaja.

Ia memasang helmnya, lalu menaiki motornya.
"Sini aku bantu naiknya"

"Aku bisa sendiri"

"Yaudah, coba! " Vaja mencoba untuk naik ke motor itu, tapi sulit untuknya, ntah kenapa, padahal itu bukan moge milik Vain. Itu hanyalah Vespa Matic, yang harusnya mudah untuk ia naiki

Vaja menoleh ke arah Vain, lu tersenyum.
"Makanya, kalau gak bisa gak usah sok! " Vain mengulurkan kedua tangannya lalu mengangkat tubuh kekasihnya dan menurunkannya di atas motor, mengelus pipi kekasihnya, lalu mencium pipi pacarnya itu, lalu ia menaiki motornya dan menyalakan mesin motornya

"Pegangan, yang kenceng cintaaaaa. " ucap Vain yang membuat Vaja memeluk Vain dari belakang

"Let's gooooooo!! " ucap Vaja

Vain menjalankan motornya menuju rumah orang tuanya yang membuang waktu 19 menit perjalanan. Saat sampai, ia memarkirkan motornya di halaman rumahnya, Vain melihat mobil sang ibu yang ter-parkir rapih di depan rumah. Tidak di masukkan ke garasi, yang ia tau bahwa ibunya pulang hanya untuk mengambil beberapa barangnya, bersantai sebentar, lalu kembali jalan bersama dengan selingkuhannya.

Vain membantu Vaja turun dari motornya dan melepaskan helm yang di pakai oleh Vaja. Lalu ia melepas Helm nya, dan menatap wajah kekasihnya dengan wajah murung

Vaja yang menyadari bahwa mimik wajar Vain berubah, yang tadinya ceria menjadi agak murung itu meraih tangan kekasihnya
"Everything will be okay"

"Boleh aku minta sesuatu? "

"Sure, ay"

"Apapun yang akan terjadi di dalam, apapun itu, mau buruk ataupun baik, jangan pernah kasihani aku, jangan pernah tatap aku dengan rasa kasian, aku mohon"Vaja mengangguk, mengelus punggung tangan Vain yang membuat vain sedikit tenang

Vain turun dari motornya, lalu menggandeng tangan Vaja dan berjalan menuju pintu masuk

Ceklekk

Pintu itu terbuka, Vain terbiasa tidak menggunakan alas kaki saat di rumah, itu adalah ajaran kakak nya sejak ia kecil, yang membuat Vain melepas sepatunya di depan pintu dan menaruh sepatunya di lemari sepatu yang ada di dekat pintu.

" kalau kamu mau pakai sepatu, gapapa. Aku udah kebiasaan" Vaja menggeleng lalu melepas sepatunya dan ikut menaruh sepatunya di lemari sepatu.

"Kamu mau datengin mama? Atau ikut aku ke kamar? "

"Aku ikut kamu aja" jawab Vaja yang membuat Vain mengangguk

Keduanya melangkahkan kakinya menuju tangga menuju lantai 2. Sebelumnya, keduanya melewati ruang tengah, yang dimana ada mamanya Vain disana

"Sapa mama kamu dulu" ucap Vaja yang membuat Vain tertawa kecil

"Yaudah, ayo" balas Vain menuruti ucapan Vaja, mereka berbelok berjalan menuju ruang tengah

"Mah, Vain pulang" ucap Vain, sang mama yang mendengar itu hanya melirik sebentar lalu kembali fokus ke televisi yang menayangkan film kesukaan mama nya

Vaja menoleh ke arah Vain, menatap kekasihnya yang membuat Vain ikut mengarahkan pandangannya ke Vaja dengan tatapan seakan berkata 'I told you'

"Vain ke kamar dulu ya, ma" pamit Vain lalu menarik tangan Vaja berlari kecil menuju tangga dan berjalan menuju kamarnya

UntitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang