0.33

107 9 1
                                    

15 menit kemudian, Vain sampai dirumah Marvin. Ia membuka pintu rumah Marvin dan langsung berjalan menuju kamar Marvin. Sebelumnya Marvin sudah bilang kalau pintu rumahnya tidak ia kunci karena ayahnya belum pulang, jadi Marvin menyuruh Vain untuk langsung masuk kerumah dan pergi ke kamarnya saja.

"Vin, ini gua" tak lama kemudian pintu kamar itu terbuka dan menampilkan Marvin yang hanya menggunakan celana saja

"Kenapa lu? Tumben banget malam gini"

"Gua pengen cerita, banyak. Sekalian mau nginep, gapapa? "

"Lah? Bukannya kak Reza baru aja pulang? Tumben lu nginep? "

"Ya, gara gara dia lah makanya gue nginep"

"Yaudah, sini lu! Ngapain berdiri depan pintu" Vain melangkahkan kakinya masuk kedalam kamar Marvin yang bernuansa biru gelap itu

"Mau cerita apa? "Vain mulai menceritakan semuanya, dari Vaja yang menolak berangkat sekolah bersama karena ia ada janji dengan Malvi, dan debat dengan kak Reza

" gua sebenernya udah beberapa kali liat Vaja sama Malvi chattan, intens banget" Vain terkekeh pelan lalu melanjutkan ucapannya "gua juga beberapa kali buka HP Vaja waktu lagi bosen, karena game gua ada disana. Malvi masih sering ngechat Vaja. Mana kayak deket banget, gilak. Gua takut dikit, takut orang lama yang menang"

"Yaelah, lu baru juga bentar pacaran. Denger gua, keputusan semuanya ada di tangan lu, gua sama yang lain cuma bisa ngasih saran doang. Lu udah liat seberapa intens mereka chat, kadang juga bikin janji. Bahkan sampe buat lu overthinking gini, gua tau Zay lu bukan orang yang mudah overthinking. Tapi denger gua, semua keputusan ada di lu, kalau lu mau lanjut, gua sama yang lain ga punya hak apa apa buat larang lu, tapi kalau lu milih berhenti, lu harus siap dengan semua consequences nya"

"Dan untuk masalah kak Reza, gua ga ada di pihak manapun. Gua bilang kak Reza salah, tapi lu juga salah. Gua tau lu dapat apa yang lu ga pernah dapetin di keluarga Vaja, tapi lu harus inget kalau lu punya keluarga sendiri. Dan lu harusnya mentingin keluarga lu dulu, baru yang lain"

"Gua harap ke depannya lu bisa lebih dewasa, lu bisa pilih jalan mana yang menurut lu bawa lu ke tempat yang baik. Gua ada sama lu, tenang aja"

"Udah, ayo tidur. Malem banget ini, lu mana keluar keluar. Gua tidur di sofa bed aja, lu tidur di kasur" Vain mengangguk.  Marvin berdiri dan berjalan ke arah sofa bed yang ada di kamarnya, dengan membawa banyak, guling, dan selimutnya.

"Selimut yang biasa lu pake ada di lemari gua, gua cuci kemarin. Ambil aja" Vain lagi lagi mengangguk, ia berjalan menuju lemari dan mengambil selimut yang Marvin maksud.

Tak lama kemudian keduanya tertidur pulas di tempat tidur masing masing. Awalnya Vain agak sedikit susah untuk tertidur karena ia kepikiran oleh kekasihnya, namun ia terus paksa agar bisa tertidur dan akhirnya ia tertidur.

Saat pagi tiba, Vain terbangun terlebih dahulu, ia mengambil handphone nya yang ada di meja nakas, dan memeriksa apakah ada chat yang penting.

Notifications
Whatsapp
Lover.
Babe, where r u? Udah sampe belum???
Kok belum ngabarin?
Kamu yang bener aja ini udah jam 12 loh?
Kamu belum sampe?
Babe
Missed voice call.
Babe, answer.

"Alah kontol, bikin ga mood pagi pagi aja. Dia ga sadar apa? " ucapnya lalu mematikan handphone nya dan melempar ke sembarang arah. Lalu ia bangun dan berdiri, ia berjalan menuju meja yang ada di kamar Marvin dan mengambil segelas air yang ada di meja itu.

"Apaan dah lu, masih pagi udah ngomel" ucap Marvin belum lama terbangun

"Gak! " balas Vain lalu mengambil baju kaos di lemari Marvin dan baju seragam nya yang ada dalam tas nya. Lalu ia pergi ke kamar mandi.
"Kebiasaan amat mandi ga bawa handuk ini bocah anjing!"

UntitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang