0.29

108 12 2
                                    

I love the way she treats me, I love the way she pulled me closer to her, and everything about her.

Vain kembali ke kamarnya dengan mata sembabnya, ia memasuki kamar nya dan menghampiri Vaja, kekasihnya.

"Ayo! Kita ke rumah kamu! " ucap Vain dengan semangat menutupi sedihnya

"Iya, kita siapin barang kamu dulu ya? Kamu nginep di rumah aku mau berapa lama? "

"Selamanya kalau bisa"

"Bisa, pindah ke rumah aku aja"

Vain terkekeh pelan lalu mengelus pipi Vaja "gabisa dongg, kan aku masih harus nemenin kak Reza" ucapnya lalu berjalan menuju lemari nya untuk menyiapkan barang barangnya, ia membawa beberapa lembar baju dan buku buku sekolahnya, ia juga membawa laptop nya, untuk mengerjakan beberapa tugasnya.

"Sayang, udah? " tanya Vaja, Vain mengangguk. Vaja menghampiri Vain yang sedang duduk di meja belajarnya lalu memeluk kekasihnya itu

"Aku sayang sama kamu, dan akan selalu gitu. Jangan pernah ragu untuk cerita ke Aku dan pulang ke aku kapan pun kamu butuh aku. I love you forever" ucap Vaja mengelus rambut Vain lembut, tak lama Vaja merasa baju nya basah

"Nangis aja, gapapa. Aku selalu sama kamu" Vain mengangguk dalam pelukan hangat itu.

Sekitar 5 menit mereka berpelukan, Vain melepas pelukan itu, dengan wajah yang masih agak basah dan mata yang sembab.

"Ganti baju dulu ya? Baju kamu basah, maaf ya" ucap Vain dengan lemas

"Iya, sayang" balas Vaja mengikuti langkah Vain menuju lemarinya, melihat deretan baju berwarna hitam yang di gantung

"Pake ini aja, buat kamu sekalian" ucap Vain memberikan selembar baju berwarna hitam itu, Vaja mengangguk

"Sini aku pakein" Vain menaruh baju yang di pegangnya itu di atas kasur, lalu membantu Vaja membuka bajunya. Vain membuka baju putih Vaja dan melepaskannya, yang membuat bra milik Vaja tertampang jelas dihadapannya. Vain yang niatnya ingin membantu Vaja mengenakan baju menjadi terkecoh dengan itu. Vain meneguk liurnya sendiri.

Vaja terkekeh pelan lalu mengelus pipi Vain dengan lembut, Vain menatap mata kekasihnya itu, Vain melihat mata Vaja seakan berkata bahwa itu adalah miliknya. Vain mendekatkan wajahnya lalu mencium bibir Vaja, melumat benda kenyal itu dengan lembut

"Hnghhhh" lenguh Vaja saat Vain menggigit kecil bibirnya, Vaja membalas lumatan Vain, Vain menarik pinggang Vaja mendekat ke dia, dan mengelus punggung Vaja.

Tak lama kemudian, Vaja melepas tautan mereka, dan mengambil nafas, ia kehabisan nafas
"Fuck, kenapa kamu kuat banget"

"Ya aku gatau, ciuman aja baru sama kamu"

"Bisa gak ngomongnya jangan ciuman? "

"Oh, yaudah. Aku aja cipokan baru sama kamu"

"Makin makin" Vaja membuang pandangannya, ia tidak ingin menatap wajah Vain, ia lelah salting

Vain terkekeh pelan, mengelus bibir Vaja yang masih basah karena saliva mereka berdua, melepas pelukan mereka, lalu mengambil baju yang tadi ia lempar ke arah kasur. Ia melepaskan hanger yang ada di baju itu lalu melempar hanger itu. Ia kembali menghadap ke arah kekasih cantiknya ini, perlahan membantu memasang baju ke tubuh indah kekasihnya.

Setelah baju itu terpasang dengan rapih, Vain mengecup kening kekasihnya, mengelus pipi, dan mengecup ujung bibir kekasihnya.

"Kenapa harus di ujung bibir sihh?! Masa masih perlu aku ajarin! " ucap Vaja kesal. Vain hanya terkekeh pelan, ia mengelus rahang kekasihnya, lalu mencium bibir kekasihnya, dan melumatnya

Tak lama kemudian, Vain melepas tautan mereka, mendorong pelan tubuh Vaja, Vaja terduduk di ujung kasur. Lagi lagi, Vain mencium dan melumat bibir Vaja dengan lembut. Vaja yang mulai merasa panas di tubuhnya itu, melumat balik bibir Vain kasar, sembari menggigit kecil bibir Vain

Vain membawa tubuh Vaja untuk tiduran di kasur nya, dengan tetap melumat, Vaja sesekali menggigit kecil bibir Vain, Vain yang bibirnya di gigit itu melenguh

"Mmhhs" lenguh Vain, Vaja yang merasa Vain juga mulai panas itu, tangan Vaja masuk ke dalam baju oversize Vain, dan mengelus perut dan pinggang Vain.

Vain melepas tautan mereka, Vaja yang memang sudah panas dari awal itu merubah posisi
"Duduk, sayang. " Vain hanya menuruti ucapan kekasihnya, ia duduk di ujung kasur, dan melihat kekasihnya berdiri lalu duduk di pangkuannya. Dengan senyum kecil, Vain menatap Vaja dengan tatapan yang menggoda.

"How dare you? " ucap Vaja menampar pelan pipi Vain.

"Dangg, you're so hot, mommy. " ucap Vain

"I know, that's why you love me, and you obsessed with me"

"I am, mommy. I'm totally obsessed with you"

"Then, lakuin apa yang aku suruh! "

"I will, mom. "

"Good girl. "

Vaja yang sedari tadi duduk di pangkuan Vain itu, kembali mencium dan melumat kasar bibir Vain, Vain yang di perlakukan seperti itu hanya pasrah, ia mencoba membalas lumatan itu.

Vaja mulai memasukkan kedua tangannya kedalam baju Vain, ia mengelus perut lalu ke arah dada Vain.

"Hhngghh" lenguh Vain. Vaja melepas tautan mereka, lalu menatap wajah Vain yang mulai memerah.

"Why, baby? "

"Shit, please mom"

"What do you want? "

"I don't know, but please"

"Shut up, baby" ucap Vaja lalu kembali mencium bibir Vain, dan melumatnya, kali ini Vaja melumatnya agak sedikit lembut. Vain masih bisa mengimbangi nya

Vaja mengangkat tangannya, dan meletakkan tangannya di leher Vain. Vaja mengelus leher Vain, sembari memperdalam ciuman keduanya.

Tak lama kemudian, Vaja menyudahi ciuman itu, Vaja mengambil nafas sedalam-dalamnya, lalu menatap Vain
"That is so good, baby"

"I know, mommy."

"Can we do more? "

"At your house? "

"Disini. "

"Are you sure? "

"A Hundred percent"

"Sure. Berdiri dulu, aku mau ngambil sesuatu" Vaja berdiri dan duduk di ujung kasur, Vain berdiri menuju lemari nya dan mengambil sesuatu yang Vaja tau apa itu

Dang, dia punya vibrator?

UntitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang