L3 | tiga dua

10 3 4
                                    

typo adalah seni

HAPPY READING ALL!

.......

"Lo, kenapa tanya kayak gitu, Nath?" tanya Elga balik. Elga diam sesaat, begitu juga Nathan. Apa yang harus Elga jawab? Apakah dia harus menjawab pertanyaan Nathan dengan jujur? Apakah dia harus memberitahu tentang dirinya dan Alzena? Kenapa temannya ini bertanya seperti itu, lagi? Elga sangat bingung dengan pikirannya. Apakah jawabannya kemarin tidak membuat Nathan percaya?

"Lo sering bilang ke gue buat ati-ati sama Alzena, lo kek tau banyak tentang dia," jawab Nathan, mengungkapkan keganjalan yang selama ini bersarang di pikiran Nathan.

"Bentar, lo udah tau kalau Alzena itu...," ujar Elga memancing Nathan agar melanjutkannya, Elga ingin tau apakah Nathan sudah tau yang sebenarnya atau belum, karena Elga ingin Nathan tau dengan sendirinya agar dia percaya.

"Psychopath? Iya gue udah tau, tadi dia cerita, gue seneng dia bisa ngendaliin dirinya sendiri, jadi nggak asal siksa orang," jelas Nathan. "Lo belum jawab pertanyaan gue, Ga."

"Gue sama Alzena itu sebenarnya... emm," balas Elga, terdengar ragu untuk mengatakan yang sebenarnya.

"Jawab aja, nggak usah ragu, gue akan terima apapun jawabannya," ujar Nathan meyakinkan Elga, membuat Elga semakin tidak enak.

"GuesepupuansamaAlzena," jawab Elga dengan cepat tanpa jeda.

 "Wtf?!" reaksi Nathan kali ini benar-benar terkejut.

"Maaf, Nath, gue nggak bilang sama lo dari awal," ucap Elga lemah.

"Lo sama Alzena nggak pernah kelihatan kek saudara gitu, bahkan kalian nggak pernah bertegur sapa, apa kalian sengaja nggak mau mengakui sebagai saudara jika di sekolah?" tanya Nathan meminta penjelasan.

"Nggak, gue emang sengaja nggak nyapa dia, gue takut Ale jadi ilfil sama gue, jadi gue diem aja," "maksud gue Alzena," sambung Elga cepat, dia keceplosan ketika mengucapkan nama sepupunya, Alzena.

"Ale?" beo Nathan, dia tak asing dengan panggilan itu.

"Di keluarga, semua manggil Alzena itu Ale, cuman gue yang kadang manggil dia Alzena," jelas Elga.

Nathan diam mendengarkan jawaban Elga, apakah ini ada hubungannya dengan Alzena yang sangat nyaman dipanggil Ale oleh Mommy? 

"Ilfil? Kenapa lo takut Alzena ilfil sama lo?" tanya Nathan untuk kesekian kali, malam ini adalah Nathan dengan sisi yang sudah tidak bisa menahan, bagaikan gunung yang meletus, pertanyaan yang muncul dalam benaknya yang berusaha dia tahan, kini meledak. Satu persatu pertanyaan, akhirnya mendapatkan jawaban.

"Dulu Ale nggak kayak gini, Nath," ucap Elga mengawali ceritanya, Nathan diam mendengarkan baik-baik semua yang Elga katakan.

"Alzena yang dulu itu ceria,suka senyum,manja, pokoknya dia yang bikin rame keluarga. Sampai suatu hari, orang tuanya meninggal karena dibunuh oleh seseorang, seluruh keluarga berusaha mencari siapa pembunuhnya, udah hampir 2 tahun kita nyari pembunuhnya, tapi nggak ada hasil, kami nggak menemukan siapa orangnya atau bahkan jejaknya. Akhirnya kasus itu ditutup. Alzena mengetahui itu dan marah, dia pergi dari rumah nenek, dia milih tinggal sendiri di rumahnya. Pas gue sama orang tua gue ke rumahnya Alzena, ternyata dia nggak sendiri, ada asisten pribadi ayahnya Alzena yang sangat dipercaya," Elga menjeda ucapannya.

"Jef?" tebak Nathan dan dijawab anggukan oleh Elga.

"Ayahnya Alzena selalu berpesan kepada Jef kalau beliau nggak ada di rumah, maka Jef yang menjaga rumahnya dan juga Alzena. Setelah orang tua Alzena meninggal, Jef setiap hari mengunjungi rumah Alzena, dan dia juga membayar ART untuk bekerja di sana. Jadi setelah gue dan orang tua gue ke rumah Alzena, kami memutuskan untuk bekerja sama dengan Jef, agar dia selalu memberi informasi tentang Alzena," Elga diam, dia melihat lurus ke depan, dengan sorot mata kerinduan, dia rindu. Elga sangat rindu dengan sepupunya yang ceria.

Lika-liku LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang