L3 | dua enam

18 4 9
                                    

typo adalah seni

HAPPY READING ALL!

.......

Karena sekarang Zeffran Nathaniel atau biasa dipanggil oleh Nathan dengan sebutan 'abang El' tidak bekerja, kini merebahkan diri pada kasur empuk milik Nathan.

Sang pemilik kamar tidak ada, sedari kemarin adeknya itu belum menginjakkan kaki di rumah karena meminta izin untuk menginap di rumah Elga beberapa hari kedepan.

El berdecak, sudah diberikan rumah nyaman masih saja mengungsi di rumah orang, adeknya itu sangat kurang bersyukur.

Diam-diam El menggeledah kamar Nathan. Kini kamar yang bernuansa hijau gelap itu berantakan, awalnya sangat rapi juga tertata, El sempat iri dibuatnya. Karena sudah lama ia tidak menjahili Nathan, ia memutuskan untuk mencari sensasi pada kamar milik adeknya.

El sangat rindu masa-masa bermain dengan Nathan.

Sejak kecil, El selalu menemani Nathan. Menggantikan peran ayah yang seharusnya dipegang oleh seseorang yang pantas. El merasa beruntung masih bisa merasakan peluk hangat dari seorang hero dalam hidup, sedangkan Nathan, mungkin hanya sedikit memori yang terdapat sosok hero tersebut.

El terkadang sangat suka sekali membuat Nathan marah-marah tidak jelas, sebab hanya itu yang bisa El lakukan untuk mengalihkan kerinduan Nathan kecil kepada sang Ayah.

"Nggak nyangka banget lo udah gede sekarang. Padahal kemarin gue masih inget banget, lo minta digendong," kata El pelan, netranya menemukan sebuah foto yang sudah usang pada loker meja belajar milik Nathan, ternyata laki-laki itu menyimpannya dengan baik.

Di benak El yang lain, suara tawa menggema dengan keras, suara tawa milik Nathan. Begitu ceria juga memiliki wajah yang sangat cerah, El tau, itu hanya sebuah topeng. Manusia pasti memiliki luka, sekecil apapun itu.

"Maafin gue ya, Nath? Belum bisa ngasih lo yang terbaik." El menghembuskan napas, waktu begitu cepat berlalu dan sekarang waktu-waktu bersama keluarga berkurang. Ia harus kerja dan pasti jadwal pulang malam. "Gue pengen main lagi deh sama lo."

Kesunyian dalam kamar milik Nathan membuat suara El yang pelan bisa terdengar. Ada rasa putus asa di sana, namun tidak bisa diungkapkan.

El merebahkan diri pada kasur milik Nathan, aroma khas Nathan langsung tercium memasuki rongga hidungnya. Maskulin juga memenangkan secara bersamaan. "Wangi lo masih sama, nggak pernah berubah."

Jika saja tidak ingat umur, El dengan kesetanan akan menciumi dengan brutal wajah paripurna milik Nathan. Sedari kecil, ayahnya selalu memberikan sebuah ciuman sayang ketika ayahnya merasakan gemas, dan El mencoba memberikan apa yang diberikan oleh ayahnya kepada dirinya, setidaknya, cara penyampaiannya sama.

Kadang kala, Nathan mengeluh ringan sembari berkata "Wajah aku basah air hujan dari Kak El! Bau banget!"

El tertawa terbahak jika mengingat itu, wajah lucu dan imut milik Nathan terbayang dalam pikirannya. Semenjak dewasa, banyak perbedaan yang dimiliki oleh Nathan.

Dulu yang berwajah imut, sekarang manis dan tampan.

Dulu selalu pasrah jika El menggoda, sekarang bisa membalas dengan lebih.

Jika dulu sangat bergantung dengan El, maka sekarang laki-laki itu mulai belajar mandiri.

"Happy birthday my bro! Semoga kebahagiaan menyertai." Batin itu menjadi saksi betapa El sangat menyayangi Nathan.

***

Karena Alzena sedang tidak memiliki kesibukan, Nathan memakai kesempatan itu untuk mengajak Alzena ke suatu tempat.

Lika-liku LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang