Pagi hari, pukul 7
Saint dan Perth berdiri berdampingan di halaman rumah yang dulu pernah dijadikan Saint dan Mean sebagai tempat tinggal mereka.
Wajah Saint terlihat bingung.
"Kenapa harus kesini, Perth? Apa kamu tidak takut penyewa baru akan marah kita memasuki halaman rumah mereka tanpa permisi?" Tanya Saint sambil memandangi Perth, yang selalu punya seribu kejutan untuknya, "Lagipula aku shift pagi, Perth." Sambung Saint
Tanpa jawab, Perth meraih sesuatu di dalam saku celananya lalu memberikannya pada Saint.
Saint memandangi benda itu.
Sebuah kunci, yang bagi Saint sudah tak asing lagi, kunci rumah yang dulu selalu berada di dalam tasnya. Kunci rumah sewanya.
"Apa ini?" Bahkan Saint sendiri tak paham dengan keadaan yang sedang terjadi.
"Kunci." Jawab Perth singkat sambil tersenyum
Saint menggeleng bingung, "bukan, maksudku, kenapa kunci rumah ini ada padamu? Kamu berniat menyewa rumah ini? Kita akan tinggal dirumah ini? Kan sudah ada apartemen, Perth. Kamu selalu saja melakukan hal-hal yang tidak seharusnya." Gerutu Saint bak kereta api.
Perth lagi-lagi tersenyum, kali ini lebih lebar, bahkan hampir tertawa. Dia sudah sangat yakin Saint akan bereaksi seperti itu, dan membuatnya sangat gemas.
"Tidak menyewa, sayang. Aku membelinya, untukmu." Jawab Perth sambil menyodorkan kembali kunci rumah.
Mata Saint membola, dipandanginya Perth lalu ke pintu rumah, lalu ke Perth lagi.
"Beli?!"
Perth mengangguk.
"Rumah kita."
Saint menatap Perth tak berkedip. Dia kaget namun juga terharu dengan kalimat "rumah kita"
"Perth, aku bahkan sudah sangat bersyukur dengan apartemen. Sudah jauh dari cukup."
"Jangan menolaknya sayang, please. Aku ingin selalu membahagiakanmu."
Akhirnya Saint menerima kunci rumah itu.
"Kamu ingin renovasi atau ingin tetap seperti ini, terserah padamu sayang."
Saint memeluk Perth dengan tiba-tiba, membuat Perth terkejut namun segera membalas pelukan Saint.
"Terima kasih, Perth." Bisik Saint
Perth mengecup kepala Saint, "aku yang berterima kasih sayang, sudah mau menerimaku menjadi teman hidupmu."
"Well . . . Apa kamu mau masuk ke dalam dulu?" Sambung Perth, karena Perth tahu telah waktunya Saint untuk ke toko.
Saint mempoutkan bibirnya, "aku sangat ingin. Aku rindu rumah ini, tapi, harus segera ke toko kan?"
Perth tersenyum dan mengacak lembut rambut Saint, "haruskah aku menelpon ms. Chereen memintakanmu izin . . . " goda Perth yang tentu saja segera mendapat tatapan tajam oleh Saint.
"Let's go ke toko . . ." Seru Perth sambil meraih tangan Saint, menuntunnya kembali ke mobil.
.
.
.Perth memarkirkan mobilnya tepat di depan toko, "semangat bekerjanya sayangku, pulang kerja aku jemput, kita belanja untuk kebutuhan rumah baru kita."
Ada semangat terpancar dari mata Saint, "Sungguh? Oke . . .!! Aku sungguh tak sabar, bolehkan aku yang memilih perabotannya?"
"Tentu saja . . ."
Saint kembali tersenyum. Dilepasnya sabuk pengamannya, lalu mendekati Perth dan mengecup bibirnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
WITH YOU
Storie d'amorePerth Saint FanFic Perth Tanapon, seorang pria yang terperangkap antara membahagiakan kedua orang tuanya atau kebahagiaannya sendiri. Saint Suppapong, seorang pria dengan trauma mendalam, dan memilih untuk tidak jatuh cinta lagi.