Wild Deer

1.6K 168 30
                                    

Terima kasih karena mau bersabar menunggu chapter ini. 🤭🤭🤭🤭

well, happy reading and sorry for typo yah . . . .

***

Pukul 9 malam

Saint melangkah keluar dari GL Coffee Shop. Berjalan menyusuri jalur pejalan kaki menuju halte bus yang akan membawanya pulang. Pelanggan hari ini cukup banyak hingga perhatian Saint sedikit teralihkan untuk melayani pelanggan.

Perth sama sekali tak menghubunginya. Komunikasi terakhir mereka adalah saat Perth dihari pertama tiba di New York. Rindu? tentu saja Saint sangat teramat rindu. Mungkin hanya dialah, pasangan yang baru saja memutuskan untuk berpacaran namun sama sekali belum bertemu dengan sang kekasih sejak hari pertama jadian.

Saint duduk di halte bus, saat hpnya berdering.

PERTH

nama yang tertera di layar hp.

Senyum Saint langsung mengembang. Tanpa menunggu lama, dia segera menerima panggilan itu.

"Perth . . ." sapa Saint lembut dengan hati yang berdebar.

"Saint . . ." balas Perth lalu kemudian terdiam. sama sekali tak ada suara, hanya terdengar suara napas Perth yang berat. "Saint . . ." panggil Perth lagi.

"Khrab." jawab Saint mulai ragu dengan diamnya Perth.

"Aku bertengkar dengan Mommy dan Daddy. Daddy memukulku. Aku . . . sangat ingin bertemu denganmu. Tapi . . . kondisiku tak memungkinkan."

Saint tersentak kaget. "Kamu . . . kamu dirumah sakit? tidak . . . maksudku, kamu tidak apa-apa? kamu dimana, Perth? Apa aku harus menyusulmu ke New York saja?" Saint bertanya tanpa jeda.

Terdengar suara tawa dari Perth. "Aku tidak apa-apa, Baby. Hanya saja aku malu bertemu denganmu, wajahku penuh lebam."

"Kamu sudah kembali?"

"Mmm . . . sedang duduk di taman tempat kita bertemu dulu."

"Tunggu aku disana."

Saint segera memutuskan teleponnya dengan Perth. Dan akhirnya memilih taxi menuju taman kota tempat yang banyak menyimpan kenangannya dengan Perth.

***

Saint melangkah dengan cepat bahkan setengah berlari menyusuri taman. Dari kejauhan dapat dilihatnya Perth sedang duduk seorang diri dibangku taman dekat sebuah pohon besar dan disinari cahaya lampu taman. Saint semakin mempercepat langkahnya. Hingga berjarak sekitar 2 meter, Saint menghentikan langkahnya, memandangi Perth yang juga sedang memandanginya. Mata Saint tak berkedip memandang wajah Perth yang penuh lebam bahkan pada bagian tepi bibir dan pipi kanan Perth terlihat goresan luka. Hati Saint seketika hancur. Tak bisa dibayangkan pukulan yang diterima oleh kekasihnya itu. Mata Saint mulai kabur karena air mata. Namun dia mengatur napasnya untuk menenangkan diri.

Berbeda dengan Perth, setetes airmatanya berhasil lolos. Sangat bahagia saat akhirnya bisa melihat Saint, kekasihnya. Namun juga mengingat kedua orang tua yang entah kapan bisa ditemuinya lagi. Perth mencoba tersenyum namun senyumannya justru membuatnya semakin terlihat menyedihkan.

Saint melangkah perlahan mendekati Perth yang masih terduduk dibangku taman.

"Aku pasti terlihat sangat jelek . . ." kata Perth dengan suara serak sambil mencoba tersenyum.

Saint tak menjawab namun langsung menarik Perth ke dalam pelukannya. Kepala Perth tersandar di perut Saint. Perth masih berusaha sebisa mungkin menahan airmatanya.

"Ternyata, kekasihku ini sangat mengkhawatirkanku . . ." kata Perth mencoba menggoda Saint ditengah pertahanannya yang perlahan mulai runtuh.

Saint sama sekali tak memberi komentar. Tangan kirinya justru membelai dengan lembut kepala Perth sedang tangan kanannya menepuk-nepuk punggung Perth. Saint begitu merasakan kesedihan Perth yang harus bertengkar dengan orangtuanya karena telah memilih mengakui dirinya yang sebenarnya.

WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang