"Ris, lo mau gue drop di RS atau rumah?" Tanya Sandy.
Temannya itu memaksa untuk mengantar Faris yang terlihat mengantuk setelah makan banyak. Padahal, ia tahu itu hanya akal-akalan Sandy saja.
"Rumah aja, mau ganti baju dulu." Jawab Faris.
"Apartemen lo di daerah mana, Ris?" Fita bertanya ingin tahu.
Nah ini yang dimaksud rencana licik Sandy. Tiba-tiba saja, Fita si ulat bulu minta diantar Sandy daripada memesan taksi online. Jadinya, Elsa memaksa ikut karena ia cemburu Sandy harus mengantar Fita pulang.
"Nanti kalau sampai juga tau." Balas Faris ketus.
Elsa, sama halnya seperti Sandy, selalu menolong orang yang tertindas, "di Menteng, Fit apartemennya Faris."
Sesampainya di lobi apartemen, Sandy menawarkan apakah Faris mau ditungguin atau tidak. Jelas Faris tolak. Buat apa juga Sandy mengantarnya ke rumah sakit?
"Eh eh eh." Sandy memukul pelan lengan Faris. "Itu Amira bukan sih?" Tanya Sandy tiba-tiba
Amira keluar dari taksi dengan membawa tas laptop dan berjalan untuk memasuki lobi apartemen. Yang membuat Faris melirik jam di tangannya, baru jam setengah empat sore. Kenapa udah balik?
Sandy membunyikan klakson, membuka jendela penumpang tempat Faris duduk dan membuat Amira menoleh, "Mira!" Seru Sandy.
Sadar dirinya dipanggil, Amira menoleh dan memicingkan matanya. Detik selanjutnya, ia tersenyum lalu berjalan ke arah mobil dan berdiri di samping kursi penumpang, "ngapain di sini?" Tanyanya
"Nih nganter Faris." Jawab Sandy. "Lo tinggal di sini?"
"Iya, tinggal di sini."
Wanita itu sama sekali tidak menoleh pada Faris tapi menyapa penumpang lainnya di belakang, membuat ia bingung melihat sikap Amira.
"Mir, tunggu di lobi, please." Paksa Sandy, ia kemudian menoleh ke kursi penumpang di belakang, "guys, kita ke rumah Faris, gue mau buang air kecil."
Entah apa rencana Sandy kali ini, temannya yang satu itu penuh dengan tipu daya.
"Ngapain sih lo? Ganggu orang lain aja." Omel Faris ketika mereka di tempat parkir.
"Ssst! Mira bukan orang lain, gue kenal dia, benar nggak sayang?" Tanya Sandy ke Elsa melalui kaca spion.
Setelah berdebat kusir, turunlah mereka dari mobil dan menaiki lift menuju lobi. Amira terlihat sedang duduk dan membaca sesuatu melalui iPad-nya.
Masih menjadi Apple girl dia? Batin Faris. Ia teringat masa-masa KKN dulu, gadget wanita itu sangat lengkap. iPod, iPad, MacBook dan iPhone. Hanya iMac saja yang Faris tidak tahu apakah wanita itu memilikinya atau tidak.
"Mira!" Tegur Elsa dan Fita berbarengan.
Dari raut mukanya, Amira terlihat santai, "Elsa!" setelah memeluk Elsa, Mira melihat Fita, tapi tidak memeluk teman dekatnya. "Hai, Ta."
Fita hanya mengangguk. Aneh, waktu penggalangan dana mereka keliatan deket banget. Musuhan?
"Yuk, lift udah kebuka." Sandy berkata seraya memencet tombol ke atas agar lift tidak tertutup.
Faris menekan tombol lantai enam membuat Sandy bertanya, "Mir, lo lantai berapa?"
Amira diam dan Faris langsung menjawab, "sama."
Faris menyadari semua mata memandang ke arah mereka dengan terkejut, kecuali Amira.
"Mira, tinggal di rumah nyokap lo?" Tanya Sandy
"Nyokap?" Tanya Amira yang butuh penjelasan juga.
Lift kebuka dan Faris menjelaskan ke Sandy dan Elsa, "Mira tetangga gue sejak dua minggu yang lalu." Faris menoleh ke Amira, "ini apartemen mama, cuma beliau nggak mau nempatin, akhirnya gue sewakan."
Amira mengangguk berjalan ke depan pintunya, "oke, gue masuk dulu. Bye."
Mereka berjalan menuju rumah Faris. Pria itu menyuruh teman-temannya duduk di ruang TV. Sedangkan dirinya ke kamar untuk mandi. Tidak berapa lama, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu.
"Ini gue," ucap Sandy, "temen yang nge-chat lo tadi, dia Amira?"
Faris mematikan shower dan mengeringkan badan, "iya, Amira."
"Lo jelasin dulu lah ke Fita." Saran Sandy.
"Nggak ada yang perlu gue jelasin, dia juga tau gue nggak berminat sama dia. Tapi dianya pura-pura nggak nyadar aja." Jawab Faris malas. Ia memakai baju dan celana dengan cepat.
"Ya si Fita kan lagi usaha, Ris." Sandy masih saja membela wanita itu.
Faris membuka pintu kamar mandi, "jangan bantuin dong kalau gitu? Elo aja masih suka jodo-jodohin kita, padahal gue bilang nggak mau ketemu sama dia," balas Faris sambil mengusap rambut dengan handuk, "dia ngelunjak, San karena berpikir ada yang berpihak ke dia. Yaitu elo."
"Setelah melihat lo dan Amira tadi, gue jadi tau, siapa yang selama ini lo tunggu." Sandy meninju lengan Faris dan melangkahkan kaki untuk keluar kamar.
"Maksud lo?"
Sandy berhenti dan balik badan, "lo dan Mira harus duduk bareng dan bicara."
***
Sekarang jam setengah dua dini hari, dua persalinan telah dilakukan sepanjang malam dan sepuluh jam berlalu setelah pertemuan Faris dan Amira di gedung apartemen mereka.
Ia duduk di kursi ruang kerja dengan buku tulis kecil di pangkuan dan pulpen di tangan kanannya. Kata-kata mengalir begitu saja mengingat apa yang terjadi sore kemarin.
Mereka mengatakan, sorot mataku dan kamu tidak menunjukkan kesan bahwa kita telah saling melupa.
Benarkah? Perkara hati, memang aku suka menerka. Tapi, hanya pemilik-Nya lah yang mengerti keadaan sesungguhnya.
Begitupun dengan perasaan kita, hanya masing-masing dari aku dan dirimu yang mengetahui kenyataannya, apakah benar telah berakhir atau masih saling menitipkan asa di hadapan Tuhan?
Faris Alhadid
Ruang Praktik
02:00 AM***
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua
Romance(Ditulis pada bulan Oktober 2023. Republished pada bulan Maret 2024) *** Amira Khalil masih betah melajang dan memilih untuk tetap fokus kepada karirnya sebagai seorang Market Researcher. Kehidupan yang stabil dan minim gangguan merupakan dua hal ya...