27 - Semuanya Sudah Berubah

4.1K 300 5
                                    

Faris mendapatkan balasan chat dari Amira empat jam kemudian. Ia sudah khawatir sepanjang hari kalau gadis itu telah menolaknya. Tapi ia salah, Amira masih seperti yang dulu, ramah dan mudah untuk didekati.

From Amira
Yuk. Mungkin gue sampai sekitar jam enam sore.

Tidak ada yang disiapkan Faris, ia hanya membawa dirinya saja untuk makan malam dengan Amira. Mungkin ini adalah kali pertama ia jalan berdua dengan wanita selain mama dan adiknya.

Dulu, Faris adalah pria yang ingin selalu taat pada aturan ta'aruf. Sekarang, ia sampai pada titik jenuhnya. Atau bisa jadi, tergantung siapa perempuannya? Faris ingin menghabiskan waktu berdua hanya dengan Amira.

"Dok, dicari dr. Hiro." Ujar suster Neni ketika memasuki ruangan.

Ada hari di mana Faris hanya memeriksa pasien, tapi di hari lainnya ia berada di ruang bersalin selama berjam-jam.

Seperti sekarang, Faris memeriksa sepuluh pasien dan diskusi dengan team Obgyn. Berlanjut ramah tamah karena akan ada makan malam bersama Obgyn se-Jakarta Pusat minggu depan.

Sebetulnya Faris tidak pernah mau ikut perkumpulan seperti itu, tapi ia disarankan datang karena beberapa waktu lalu videonya sempat viral. Jadilah, ada beberapa tawaran melalui e-mail dan sambungan telepon untuk membicarakan kesempatan praktek di rumah sakit mereka.

Setelah terpikir untuk berkeluarga, Faris menjadi lebih serius mengambil kesempatan karena ada masa depan yang ingin ia bangun. Ada orang-orang yang akan terlibat di dalam rencana hidupnya tersebut yaitu istri dan anak-anak kelak.

***

"Gue tau lo paling suka daging, jadi ngajak makan di sini." Ucap Faris ketika mereka sudah sampai di Yakiniku Like Grand Indonesia.

Amira hanya mengangguk. Otaknya terus berpikir topik apa yang perlu diangkat ke atas meja. Nasib baik, Faris banyak bicara seolah tidak pernah terjadi apa-apa dengan mereka di masa lalu. Awalnya Amira ingin menolak ajakan pria itu, tapi dua orang terdekatnya sudah mengingatkan, mau sampai kapan sendiri?

"Kak Aima udah di rumah?" Faris memanggangkan daging untuknya. Waktu kuliah dulu, Amira memang sering mengajak pria itu makan di Yoshinoya, Bekasi. Kebetulan mereka berasal dari kota yang sama dan kuliah di Jogja.

"Udah. Lo tinggal sendiri?" Damn! Ngapain juga gue nanya itu? Racau Amira.

"Iya." Ujar Faris seraya menaruh daging ke atas piring Amira. "Tadinya mama mau gue suruh tinggal di unit lo, tapi beliau takut ketinggian. Ya udah gue sewain aja biar ada yang ngerawat."

Amira mengalihkan pandangannya dari setumpuk daging mentah yang baru saja diantar oleh waiter. "Maksud gue, lo belum nikah? Karena gue nggak mau jalan sama laki orang."

Faris tertawa pelan. "Gue keliatannya kayak cowok yang udah menikah terus jalan sama cewek lain ya?"

"Kurang lebih lah." Canda Amira.

Faris kembali tertawa.

Ada beberapa klien pria yang Amira kenal, mereka tidak memakai cincin walaupun sudah menikah. Bahkan pernah ada yang bercerita kalau ia dan istrinya memang sudah sepakat untuk tidak menyematkan tanda cinta tersebut di jari manis mereka.

Amira tentu tidak setuju dengan gagasan aneh itu ketika kelak ia akan menikah. Baginya, tidak menggunakan cinci nikah adalah tindakan yang sembrono dan sangat mengundang wanita dan pria hidung belang untuk memangsa.

Di zaman yang sudah gila ini, bahkan ada Gen Z di kantor Amira yang secara terang-terangan mengatakan bahwa suami orang lebih menggiurkan.

Mungkin otak mereka sudah pindah ke dengkul ketika menyatakan hal tidak bermoral tersebut.

"Kalau sudah menikah, gue nggak mungkin ngajak lo jalan kayak sekarang, Mir." Amira tau Faris sedang menatapnya, tapi ia sibuk membungkus daging Karubinya dengan selada.

"Iya sih."

"Gue boleh ke rumah lo nggak?" Kini mata mereka beradu. "Mau kenalan sama Kak Aima dan Amora juga."

Amira menggelengkan kepala. "Nggak, kakak gue iseng. Males gue."

"Iseng gimana?"

"Entar nanya-nanya"

Faris terkekeh, "tinggal dijawab aja."

"Ya udah, lo aja ya yang ngobrol sama dia."

Pria itu mengerutkan dahi. "Terus elo ke mana?"

"Gue tidur."

Faris terbahak. Mungkin dokter muda ini berpikir kalau Amira bersikap sangat kekanakan, tapi wanita itu sangat tahu bagaimana sifat Aima.

Kakaknya akan memberikan banyak pertanyaan pada dirinya dan juga Faris secara bergantian. Belum lagi jokes-nya yang khas emak-emak Facebook membuat Amira sering mengabaikan Aima ketika mereka sedang mengobrol.

"Ya, gue harus kenalan nggak sih sama tenan yang nyewa unit gue?"

Damn! Benar juga si Faris. Kok gue kurang ajar sama landlord?

Amira memutar bola matanya, "ya udah kalau mau main. Dateng aja"

"Heheh, thanks, Mir."

Hisshh, gue pikir basa basi doang, ternyata... Jujur banget sih dia? Faris memang nggak mungkin bercanda tentang niatnya untuk berkunjung. Pikir Amira.

"Oh iya." Faris masih belum selesai dengan ucapannya. "Gue harus bawa apa?"

"Nggak pernah bertamu?" Jawab Amira sinis.

Tapi pria itu berbeda dengan yang dulu, ia kini mudah tertawa. "Takut mubazir aja, mana tau bakalan lo buang."

"Buah aja. Mereka hidupnya sehat."

"Hidup lo enggak sehat?"

Amira mengunyah dengan cepat makanan yang ada di mulutnya. "Lumayan sembarangan."

"Makan makanan berlemak kayak sekarang ini?"

"Kurang lebih lah, terus males olahraga."

"Jangan gitu dong, Mir." Wajah Faris berubah khawatir. "Cewek-cewek kan suka pilates. Lo nggak ikutan?"

Tidak pernah ada yang peduli apakah Amira tidur dengan cukup, konsumsi makanan yang sehat atau rutin berolahraga. Rasanya aneh ada yang menasihatinya sekarang. "Gue habis ini aja harus lanjut kerja, mana ada waktu luang."

"Hah?"

"Iya, bukan lo aja yang sibuk."

"Weekend gitu nggak sempat?" Faris masih saja melakukan tindakan persuasif. "Ya, kita kan udah kepala tiga, Mir. Gue cuma ngingetin aja. Atau mau olahraga bareng? Ke GBK? CFD-an?"

"Hmm, boleh. Kalau nggak mager."

"Hahaha, Mira. Sejak kapan lo banyak alasan begini?"

Amira mengangkat bahunya tidak peduli.

"Oke gue samperin ya, weekend ini." Ajak Faris. "Atau gue perlu ijin kakak lo sekalian malam ini?"

"Lebaaaay."

Faris kembali terbahak membuat Amira sedikit malu dan canggung karena sudah banyak membuat alasan untuk menghindari pria di hadapannya ini.

Amira pikir, Faris masih sama seperti yang dulu; pendiam dan banyak mendengar. Sembilan tahun telah berlalu, kini mereka sangat bertolak belakang. Amira yang cenderung tertutup dan Faris yang sangat blak-blakan.

***

Jangan lupa vote-nya yaa :D Makasih.

Kali KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang