34 - Kesalahpahaman

4.3K 263 5
                                    

Senyum tidak pernah luntur dari wajah Faris sejak hubungannya dengan Amira menuju jenjang yang lebih serius.

Hikmah yang bisa ia ambil untuk pencarian jodohnya selama ini; Tuhan berbaik hati mempertemukannya kembali dengan Amira. Wanita pertama yang pernah ia lamar. Wanita pertama yang membuatnya yakin ingin segera mengakhiri masa lajang di usia yang sangat muda. Wanita rasional yang tidak banyak menuntut.

Oleh karenanya, setelah bertemu dengan Okti, ibu Amira, Faris juga berinisiatif untuk mengenalkannya pada Duma dan adik perempuannya, Jani, yang ia paksa untuk balik ke Indonesia.

Amira belum pernah bertemu Duma. Tapi, ketika dulu ia patah hati, wanita itu menelfon Amira. Mungkin karena nomor tidak dikenal, Amira mengangkatnya dan terjadilah adu mulut tersebut yang berujung pada kesalahpahaman. Ia tidak tahu menau perihal itu, tapi Jani yang melaporkan.

Sekarang semuanya sudah jelas, Faris sudah meminta maaf dan ia ingin Duma juga memohon maaf pada Amira secara langsung.

From Amira
Gue udah beli bunga sama buah hehe.

From Faris to Amira
Jadi nggak enak, kemarin gue nggak bawa apa-apa ke rumah nyokap lo.

From Amira
Kalau mama bilang enggak, emang nggak usah, Ris. Santai

From Faris to Amira
Sip. Mir, kayaknya kita harus mulai ngomong aku-kamu deh?

From Amira
Hahaha oke. Kamu udah siap?

Faris menggelengkan kepala membaca pesan itu dan tersenyum.

From Faris to Amira
Udah, yuk turun.

Perjalanan menuju Cempaka Putih memakan waktu kurang dari satu jam.

Sebenarnya, Faris lahir dan besar di Bekasi. Namun, semenjak papa meninggal, Duma memilih tinggal dekat dengan keluarganya di Jakarta. Beliau pindah ke Bekasi sejak menikah dengan papa tiga puluh empat tahun silam.

"Assalamu'alaikum, tante." Sapa Amira ramah. "Ini pasti Jani."

Duma dan Jani menyambut kedatangan mereka berdua benar-benar di depan pintu. Maklum, dua wanita tersebut sangat menanti momen ini sejak lama.

"Wa'alaikumsalam, Mira." Duma menyambut uluran tangan tersebut dan memeluknya. "Maafin omongan tante yang dulu ya, Mir. Tante terlalu gegabah dan sayang banget soalnya sama Faris." Ucapnya penuh kelembutan.

Faris tidak menyangka, Duma langsung memeluk dan meminta maaf seperti itu di depan pintu masuk. Ia bisa melihat perasaan bersalah beliau di sana sehingga tidak bisa menunda lebih lama lagi.

"Iya, tante, Mira ngerti. Tante itu orang tua yang baik. Ingin melindungi anaknya." Amira menarik napas panjangnya, melepaskan pelukan tersebut dan tersenyum mengangguk.

Duma terkekeh dan ia lanjut memperkenalkan Jani, putri perempuannya. Mereka bertiga berjalan di depan memasuki ruang keluarga. Faris mengikuti dari belakang dengan senyum sumringah.

"Ini tante, saya beli bunga lily dan ada buah juga." Ucap Amira meletakan di meja ruang keluarga.

Duma memukul lengan Faris pelan, "eh kenapa repot-repot, Mira. Faris, harusnya kamu larang dong."

"Udah, Ma. Tapi, Mira maksa." Faris membela diri.

Duma tertawa pelan, "kalau gitu, tante terima ya, Mira. Makasih. Ayo duduk, kita ngobrol dulu."

Faris duduk di sebelah Amira dan Duma di depan anak dan calon menantunya. Sedangkan Jani ke dapur untuk menyiapkan minuman.

"Tante senang, akhirnya Faris yang bawa perempuan ke sini. Biasanya tante yang sibuk ke sana ke mari cariin dia cewek."

Kali KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang