13 - Berhenti Berharap

4.3K 280 3
                                    

Faris POV

Tujuh Belas Jam yang Lalu

Aku teringat tulisan di wallpaper handphone Amira tadi, setelah memutuskan panggilan dari Adam Teza yang mabuk itu.

"what's meant to be, always find its way. Always."

Apapun yang ditakdirkan untukmu, akan selalu menemukan jalannya menujumu. Selalu

Sejak pertemuan tidak sengaja dengan Amira di ruang prakter Rumah Sakit, aku terus memikirkan cara yang tepat untuk kembali dekat dengannya. Tentu nggak mudah karena sudah delapan tahun berlalu sejak pertemuan terakhir kami.

Pasti sudah banyak yang terjadi di hidupnya dan aku nggak tau bagaimana cara mengawali percakapan dengan Amira tanpa harus membawa masa lalu? 

Oleh karena itu, tadi dia marah sekali ketika aku menanyakan, "lo nggak inget kalau gue nggak suka berduaan dengan yang bukan mahram?"

Aku menyesalinya sekarang. Tapi, lebih pengecut lagi kalau malam ini terlewati begitu saja tanpa obrolan apapun di antara aku dan dirinya; perempuan yang sangat ingin aku ketahui keadaannya sejak lama.

"Profesi lo apa, Mir?" Tanyaku memulai.

"Market Researcher." Balasnya.

Beberapa tahun lalu ketika sedang memilih kado ulang tahun untuk mama, Sandy menasihati, "kalau lo bingung karena banyak pilihan yang bagus, pilih yang paling sederhana."

Tanpa disangka, pertanyaan dasar seperti 'profesi lo apa' membuat suasana tegang di antara aku dan Amira sedikit mencair.

Sejak dulu, semuanya memang terasa mudah dengan wanita itu. Dia adalah perempuan yang punya pemikiran sederhana, mudah tertawa, selalu memaklumi, tidak ragu untuk memaafkan dan meminta maaf.

Sebaliknya aku; selalu bersikap provokatif, tidak peka dan menyimpan semuanya sendiri.

Kita mengobrol beberapa menit malam itu. Topik yang ringan dan cenderung netral. Percakapan yang cukup untuk memenuhi rasa ingin tahuku tentang kehidupannya akhir-akhir ini.

Tidak berapa lama, WhatsApp masuk dari Suster Intan dan memintaku untuk segera datang ke Rumah Sakit.

Aku mengambil blazer di pinggir sofa, berjalan mendekati ranjang Fita untuk mengintip sebentar ke balik tirai, Mira sudah terlelap rupanya.

Dengan langkah yang super pelan aku keluar ruangan berjalan ke meja suster, "malam, sus ada sticky notes dan pulpen?"

Setelah menuliskan pesan, aku kembali ke ruangan, mengendap ke arah Arah Amira, menempelkan sticky notes di meja dan menutup pintu.

***

Aku terbangun dengan kepala yang lumayan sakit. Di luar, hari telah berganti malam. Jam di dinding sudah menujukan pukul enam.

Sejak balik dari Rumah Sakit pukul empat sore tadi, aku melemparkan diri ke kasur dan langsung terlelap setelah menyelesaikan shift selama enam belas jam.

Aku mengusap muka sekali lagi demi mengembalikan kesadaran secara penuh sebelum berjalan ke dapur untuk mengambil minum.

Tok..Tok.. Tok

Aku mengernyitkan dahi karena ada suara berisik mengetuk pintu rumah. Nggak ada yang buat janji untuk berkunjung, pikirku.

Atau ketukan itu ditujukan untuk penghuni unit 602 yang ada di seberang? Tapi kok kayaknya ke rumahku ketukannya?

Kali KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang