32 - Pengakuan Demi Pengakuan

3.9K 271 5
                                    

"Jadi, mama mendatangi Amira?" Faris berkunjung ke rumah Rina untuk meminta penjelasan seminggu setelahnya. Jadwal Faris sangat padat beberapa hari terakhir.

"Iya." Jawab Rina pendek.

"Ma, seharusnya mama nggak perlu melakukan itu."

Rina masih saja asik mengelap daun monsteranya. "Mama takut kamu kayak waktu kehilangan papa, Ris."

Dulu, Faris memang galau setelah kepergian Amira yang tanpa meninggalkan pesan. Sehingga, mamanya tidak mengerti kenapa anak laki-lakinya mendadak menutup diri. Mungkin Faris muda, terlalu menginginkan Amira sebagai pendamping hidupnya.

Ia juga belum memahami apa itu patah hati. Kalau diingat-ingat, Amira adalah wanita pertama yang pernah ia dekati dan juga meninggalkannya. Tentu saja ia tidak memiliki pengalaman bagaimana caranya bertahan di tengah kesedihan.

"Terus, apa kabar dia sekarang?" Rina ingin tahu. Mereka sudah berpindah duduk di ruang keluarga.

"Baik, Ma. Kemarin Faris jalan sama dia." Untungnya setelah kemarin Amira dan Faris saling klarifikasi masa lalu, keadaan tidak canggung. "Terus, yang nempatin unit mama itu Amira sama kakaknya."

"Hah?" Rina tentu tidak menduganya. "Sempit banget, Ris dunia ini."

"Ya begitulah."

"Kamu ke sini cuma buat cross check aja ke mama?"

"Iya. Kalau mama mengizinkan, Faris mau mendekati Amira lagi, ma." Faris memandang Rina menunggu jawaban.

"Mama terserah kamu aja, Ris. Nanti mama salah lagi." Ucap Rina santai. "Tapi, mama mau minta maaf dulu. Nggak enak sudah ikut campur urusan kalian."

Faris mendengus kesal. Ia paham Rina. Wanita itu memang sangat membela anak-anaknya sehingga rela memarahi anak orang lain kalau mereka salah.

***

Jam dua siang Amira sudah balik lagi ke kantor karena hari ini resmi bekerja di dua tempat yaitu S&O dan Agile Research.

Perjalanan Kuningan - Thamrin lumayan padat, untungnya Amira meminta tolong OB untuk membelikan makan siang supaya bisa dimakan selama perjalanan.

"Gimana S&O Research, Mir?" Pak Daniel mendekati kubikel Amira.

"Hmm.. masih butuh Personal Assistant dan Corporate Secretary, tadi banyak tamu yang dateng tapi kantor kelabakan karena pada nggak buat janji."

"Hahaha terus? Lo yang jadi admin tadi?"

Amira mengangguk, "iya, terus saya suruh HRD pasang job vacancy."

"Makanya Pak Haryo minta tolong, kadang hal kecil seperti service itu luput dari orang-orang yang baru membuka company." Ujar Pak Daniel

"Iya benar, saya di Agile Research dari kantor yang baru tiga lantai, sekarang berapa nih? 7 lantai?"

"Hahah, iya, Mir lo dari awal banget, Agile yang dulu kayak startup kan, satu orang handle lebih dari dua kerjaan."

Amira melanjutkan kerja sampai jam setengah tujuh malam karena banyak yang harus di follow up ke klien hari ini.

Setelah selesai dengan semua tugas, ia balik ke rumah, mandi, lalu berbaring di kasur sambil cek handphone karena tidak sempat memegangnya sejak siang tadi.

Kali KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang