05 - Ternyata oh Ternyata

5.6K 344 5
                                    

Snooze.. Snooze..

Alarm berdering pertanda hari baru saja dimulai. Mendengar itu, Amira segera mematikannya dan melihat jam di samping meja.

Oh I hate Monday. Ke mana perginya weekend yang indah itu?

Dengan malas, wanita itu menggerakan kaki ke kamar mandi. Menggosok gigi dan mengambil wudhu.

Selesai menjalankan kewajiban, handphone-nya berdering lagi, tapi kali ini bukan alarm melainkan telefon dari Tata. Subuh banget, Ta?

"Wa'alaikumsalam, kenapa, Ta?" Jawabnya sambil berjalan ke arah dapur untuk membuat chicken toast.

Terdengar di seberang sana Tata tertawa, "pagi banget nggak sih? Entar ketemuan yuk mau ngomongi si cowok ta'aruf yang nyebelin banget ya Allah. Qistie udah cerita?"

"Qistie nggak cerita apa-apa. Ngeselin gimana?" Amira mengerutkan dahinya.

"Rasanya gue mau kabur, karena dia nge-judge gue banget. Pas ketemu gue ceritain semuanya." Dari nada suaranya, terdengar Tata sangat kesal.

"Okay, tahan. Keep semuanya buat nanti malam. Sushi Tei yuk? Pengen sushi dan saladnya deh." Amira menuangkan ayam yang sudah berubah warna kecoklatan ke atas roti.

"Tarik nafas, buang. Tarik nafas, hah! Tapi gue masih kesel banget sampai sekarang." Tata menarik nafas panjang lagi, "Alright ketemu langsung di SuTei. Makasih Mira, gue telefon Qistie dulu ya. Bye, assalamu'alaikum."

Oke, Amira menarik kembali omongan I hate Monday di awal karena sore nanti ia akan ketemuan dengan Qistie dan Tata. Begitulah perempuan, kalau lagi punya gebetan pasti  pengennya curhat terus. Sama juga kalau udah putus.

Yang Amira lihat perbedaannya di usia tiga puluh tahun adalah mereka lebih bisa mengontrol perasaan.

Memang Tata pengen curhat, tapi dia menunggu hari Senin untuk sampai akhirnya cerita. Qistie juga bukan seperti Qistie yang dulu kalau ada berita baru langsung dia sebarin ke circle mereka.

Amira yang dulu dan sekarang pun berbeda. Ia sudah malas nongkrong di kafe dan saling tukar cerita atas pencapaian yang berhasil diraihnya. Ia juga sudah tidak fomo kalau tidak bergabung dengan yang lain.

Ternyata, bukan hanya dirinya yang berubah, tapi teman-temannya juga. Mereka sudah fokus ke hal-hal yang memang butuh perhatian. Mereka mengetahui prioritas hidupnya masing-masing.

Tidak sia-sia Tata menelpon subuh ini, Senin pagi Amira sudah berisi refleksi diri.

***

Keluar dari lift, Amira bergegas menuju meeting room untuk bertemu Liana yang akan mendapatkan promosi karena sudah bekerja di bawah supervisi Amira selama 4 tahun. Now it's the time to give her a raise.

"Pagi, Li. Sekarang interview lo sama gue. Nanti siang sama Pak Daniel dan Bu Sasa."

Liana membetulkan posisi duduknya, "iya, Mir."

Amira membaca KPI dan project yang pernah di handle Liana sambil mengajukan pertanyaan, "Bagaimana menghadapi setiap tantangan selama menjadi Market Researcher, Li?"

Kali KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang