2. Membela

68 10 4
                                    

Jakarta, Februari, 2008

Seorang gadis kecil tengah berlarian. Terlihat jelas wajahnya penuh dengan tawa. Ia merasa sedikit lelah, gadis kecil itu pun istirahat. Ia duduk di atas ayunan, sambil menikmati riuhnya suara teman-temannya. Sesekali ia mengayunkan ayunan itu. "Ini sangat menyenangkan," ungkapnya.

Saat sedang sendirian, tiba-tiba temannya datang menghampiri. Dengan ramah gadis itu menyapanya. "Hai Ayuni," sapanya. Ia menampakan senyuman manis miliknya. Ia memiliki kepribadian yang ceria, dirinya seperti matahari yang selalu bersinar lebih terang.

"Uza, aku ingin naik ayunan juga. Apa boleh gantian?" tanya gadis kecil berkuncir dua. Dengan senang hati Uza mempersilahkannya. Uza pun beranjak dari ayunan itu.

"Silahkan Ayuni, aku sudah lama duduk di sini. Sekarang giliranmu," ucapnya sopan. Tutur kata yang lemah lembut, bahkan pada siapapun ia berbicara ramah. Maka tidak heran jika banyak guru yang menyayanginya.

Selain baik dan sopan, Uza juga termasuk murid yang pintar dan aktif. Ia tidak pernah nakal, seperti anak usiannya. Mereka nakal bukan tanpa alasan, setiap anak memiliki masa pertumbuhan yang berbeda-beda. Mereka hanya ingin mengetahui banyak hal. Tentu saja, hal seperti itu tidak boleh luput dari pengawasan orang tua.

"Ayuni, mau aku ayunkan?" tawar Uza. Ayuni pun tidak menolaknya. Kedua gadis kecil itu tersenyum senang. Jam istirahat yang sangat menyenangkan.

Namun, tiba-tiba segerombolan anak laki-laki menghampiri mereka. Uza menghentikan aktivitasnya yang sedang mengayuni Ayuni.

"Mau apa kalian?" Uza bertanya dengan baik-baik, tetapi anak laki-laki itu mendorong Ayuni. Melihat itu, mata Uza terbelalak. Gadis itu segera membantu temannya untuk berdiri. "Ayuni, kamu gak papa?"

Sikut Ayuni berdarah. Melihat temannya terluka, Uza membalas perlakuan anak laki-laki itu. Ia mendorongnya kembali, tanpa membantunya untuk berdiri. "Kamu jangan kasar dong sama anak perempuan. Kamu laki-laki, harusnya kamu harus bisa lindungin teman kamu, bukan malah melukainya," oceh Uza.

"Uza, kamu apa-apa sih. Haris jadi jatuh kan," Paris membantu kembarnya untuk berdiri.

"Katanya kamu anak laki-laki, kuat, pemberani. Masa gitu aja kamu nangis sih," ucapnya lagi. Omongan yang Uza lontarkan seperti bukan anak seusianya. Ia terlalu pintar untuk merangkai sebuah kalimat.

"Ya, tapi kamu jangan balas dorong juga dong," omel Paris. Ia kesal melihat saudaranya diperlakukan seperti itu.

"Kenapa gak boleh? Bukankah kita harus bisa membela diri?"

"Uza, awas kamu ya!" Paris menaikan sedikit suaranya. Lelaki itu membawa kembarannya ke ruang guru. Untuk meminta bantuan guru, agar adiknya tidak menangis lagi.

Begitu pula yang dilakukan Uza, gadis itu menompah temannya, membawanya ke ruang guru. Untuk dibersihkan lukanya. Saat mereka berempat sampai di ruangan itu. Para guru terkejut melihat keempat anak muridnya.

Wali kelas Uza mendekati gadis kecil itu. Mengajaknya berbicara, karena hanya Uza yang bisa menjelaskan semua ini. "Uza, ini ada apa? Ayuni kenapa terluka? Lalu, kenapa dengan Haris? Dia nangis," ucap guru muda itu.

"Bu Lani, Haris mendorong Ayuni sampai sikutnya berdarah. Uza hanya melakukan apa yang sudah Haris lakukan kepada Ayuni," jelasnya.

Pahami Aku! (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang