Hari ini, Kaira lebih banyak tersenyum. Mimpi yang ia dambakan akhirnya tercapai. Maira pun kini, mulai memperhatikan adiknya. Tidak ada lagi sosok Maira yang selalu memaki adiknya.
"Kaira, coba liat deh. Lucu banget ya foto masa kecil kita dulu." Maira kembali membuka album yang sudah usang. Menampakan wajah mereka dulu, ekspresi Maira yang selalu cemberut saat disuruh foto dengan Kaira. Sedangkan Kaira, ia selalu tersenyum lebar dengan membentuk jarinya menjadi huruf V.
"Iya, lucu banget. Dulu, gue bandel banget ya Kak. Keras kepala lagi." Ia terkekeh saat mengatakan hal itu. Membuat dirinya kembali ke masa kecilnya yang dipenuhi kebagian.
"Kaira, gue mau jujur sama lo," kalimat Maira barusan mampu membuat Kaira penasaran.
Kaira yang sedang asik makan buah-buahan. Langsung menghentikan aksinya itu. "Soal apa?"
Maira menatap adiknya dengan lekat. "Sebenarnya, gue gak benci sama lo. Gue cuman kesal, karena mamah selalu merhatiin elo. Setiap kali gue marah sama lo, apalagi sampe lo pergi keluar rumah. Gue khawatir, gue takut lo kenapa-napa. Maafin gue ya, gue terlalu egois soal ini, harusnya gue bisa berbagi kasih sayang sama lo. Mau bagaimanapun, siapapun elo, Lo tetap adek gue. Orang yang harus gue jaga," ucapan Maira membuat Kaira meneteskan air matanya. Ini kali pertama Kaira menangis di depan kakaknya.
"Gue selalu berpikir Kak, kenapa lo benci sama gue, dan apa alasannya lo untuk ngebenci gue. Ternyata, pertanyaan gue itu terjawab sekarang."
"Maaf ya, andai gue gak bersikap kayak gitu sama lo. Mungkin lo, gak akan depresi seperti ini, sampe ngelukain diri sendiri. Ra, gue tanya, alasan lo apa nyakitin diri sendiri?"
Kaira tak menatap kakaknya lagi, gadis itu membuat pandangan ke semarang tempat. "Gue cuman gak mau nyakitin orang lain kak. Gue takut, gue gak dapat maaf dari orang lain atas perilaku gue. Gue gak bisa ngelampiasin amarah gue ke orang lain, selain diri gue sendiri. Gue ngerasa tenang Kak, saat ngelakuin hal bodoh itu," jelasnya.
"Kenapa lo gak cerita sama teman-teman lo?"
Kaira kembali menatap kakaknya. "Gak semua orang bisa memahami masalah gue kak, gue takut, pas cerita malah ganggu kenyamanan mereka. Meskipun, kenyataannya mereka bisa memahami gue, cuman gue terlalu nyaman mendam semuanya sendiri."
"Se-gak percaya itu lo sama orang, Ra?"
"Yah, inilah gue. Gue terbiasa sendiri, gue cuman gak tau harus pulang ke mana. Teman gue Heru pernah bilang, kalo gue butuh pundak, jadi mau sekuat apa pun gue. Gue juga butuh tempat untuk berkeluh kesah, walaupun begitu, gue masih belum bisa percaya sama orang. Padahal dia yang selalu nemenin gue, pas gue lagi dilanda kesedihan."
"Lo benar-benar gila, Ra. Kalo lo, cerita dari awal. Mungkin hal ini gak akan terjadi sama lo, lo akan baik-baik aja," Maira benar-benar tidak mengerti dengan pemikiran adiknya.
"Gue malah bersyukur Kak atas peristiwa ini. Dari sini, gue bisa ngerasain yang namanya keluarga lagi. Gue bisa ngerasain artinya kehangatan, kasih sayang, dan kebersamaan. Gue gak tau, kalo gue gak ngalamin peristiwa ini, mungkin gue masih menjadi Kaira, yang nangis tiap malam, teriak-teriak, sambil nyakitin diri gue sendiri. Karena gak mau ketauan, gue sampe pasang kedap suara di dalam kamar mandi gue, gue pengen orang lain gak pernah tau apa isi hati gue, dan gue mau, terlihat baik-baik aja di depan semua orang." Ucap gadis itu sambil tersenyum manis.
"Tapi, kenyataan gak, Ra. Lo gak sekuat itu, benar kata teman lo, sekuat apa pun elo. Lo butuh pundak untuk bersandar, lo butuh orang lain untuk ngedengerin semua cerita lo."
Kaira hanya tersenyum, membiarkan kakaknya mengumpati kebodohannya. Tak lama, segerombolan orang masuk ke dalam ruangan Kaira.
"Hai, Kaira. Gue datang." Astrid terlihat heboh, sambil jingkrak-jingkrak kegirangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pahami Aku! (End)
Teen FictionWarning ⚠️ bijaklah dalam membaca! Sebelum baca, alangkah baiknya follow akun aing terlebih dahulu, terima kasih 🤗 Bagaimana jika seorang gadis memiliki mimpi untuk hidup bahagia. Namun, ia malah menyimpan banyak luka. Kehidupan yang ia alami, tida...