19. Capek

21 3 0
                                    

Kaira diantar pulang oleh Heru, awalnya Bani kekeh ingin mengantarkan Kaira. Namun, saat lelaki itu ribut lagi dengan Heru, Kaira memutuskan diri, untuk Heru yang mengantarkannya pulang. Mendadak mood-nya hancur. Seperti ada luka yang ingin ia bagi. Meskipun, luka yang Kaira bagi hanya sebuah kalimat teka-teki, yang tidak Heru pahami

Di sepanjang jalan, Kaira diam. Heru bicara pun tidak ia hiraukan. "Kaira, lo kenapa bengong? Lapar? Mau makan dulu gak?" tetapi, pertanyaan itu tidak mendapatkan jawaban.

Tidak lama Heru berbicara, mereka sampai di depan rumah Kaira. "Ru, makasih ya. Gue masuk dulu," pamitnya.

"Ra, tapi ...."

Kaira melongos masuk, tidak menghiraukan Heru. Heru diam di tempatnya, ia khawatir pada Kaira. Gadis itu tadi tertawa, tetapi tiba-tiba ia diam tanpa bahasa. "Ra, lo kenapa sih? Susah banget mahami tentang lo," gumamnya. Heru pun memutuskan untuk pulang.

Sedangkan Kaira, gadis itu terus mengamati Heru dari balik jendela. "Ru, maaf, gue tau. Lo pasti bisa bantu gue untuk sembuh, tapi gue gak tau, harus mulai cerita dari mana. Gue bingung, Ru," gumamnya.

Tak lama, suara tegas memangil Kaira. "Hebat ya, kamu. Saya liatin, dari kemarin pulang telat terus. Ngapain aja sih kamu ha?!" itu Papah, Kaira tidak menyadari, bahwa Papahnya pulang lebih cepat.

"Kaira, a-bis ngerjain tugas, Pah," Kaira takut-takut mengatakan itu. Ia takut, hal waktu itu terulang kembali.

"Mau jadi apa sih kamu? Pulang telat terus? Saya sekolahin kamu, biar kamu pintar. Bukan malah, kelayapan terus. Tau diri, bisa gak?" bagai terlempar dari ketinggian. Kaira, tidak menyangka, bahwa Papahnya sendiri akan mengatakan hal itu padanya.

"Pah ...."

Papah diam, meninggalkan Kaira di ruang tamu. Gadis itu terdiam, tidak ada bentakan yang keras, tetapi mampu membuatnya terluka. Ia lekas lari ke kamarnya, menganti pakaian. Lalu,  ia menghubungi Heru. Saat ini, Kaira benar-benar membutuhkan Heru. Soal Bani, Kaira bukan tidak percaya pada lelaki itu. Ia lebih nyaman bercerita kepada Heru. Seperti unsur makanan hewan, tikus butuh padi untuk ia makan, sedangkan ular butuh tikus untuk perutnya kenyang.

Tidak melihat Papah ada di raung tamu,  maupun televisi. Kaira lekas pergi, ia bukan tidak ingin berpamitan.  Ia butuh ketenangan, entah mengapa, akhir-akhir ini, rumahnya seperti neraka. Keluarganya utuh, tetapi banyak gelas yang pecah, dan kacanya berserakan di mana-mana.

***

Kini, Kaira dan Heru berada di tempat makan. Mendengar Kaira menangis ditelpon. Heru bergegas menjemputnya. Heru benar-benar khawatir dengan kondisi Kaira. Kaira belum mau cerita apa pun pada Heru

Kaira tidak menyuapkan makanannya ke dalam mulut. Kata-kata yang Papahnya lontarkan menghantuiya. Seperti sebuah kaset, yang selalu berputar. Heru hanya mengamati Kaira, sampai akhirnya lelaki itu memecahkan keheningan yang cukup lama tercipta.

"Kaira, lo kenapa? Tadi lo ngajak gue keluar, pas udah di luar, lo kenapa diam aja? Ada yang pengen lo bahas?"

Kaira menghentikan mengaduk-aduk makanannya. Kini, sorot matanya fokus menatap Heru. "Ru, gue mau nyerah aja deh. Capek," ucapnya begitu saja.

Heru sedikit bingung dengan kalimat Kaira barusan. "Maksudnya, lo mau apa? Gak usah macam-macam ya, Ra!"

Kaira tersenyum simpul. "Iya, gue kayak capek aja gitu. Hidup gue gak guna, mungkin dengan cara mati, lebih tenang. Gue capek, Ru," katanya lirih.

Heru menggapai tangan Kaira. "Ra, liat gue!" Kaira menatap mata Heru. "Mati bukan solusi,  emang masalahnya apa? Lo gak cerita, gimana gue bisa paham." Kaira melepaskan genggaman itu.

Pahami Aku! (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang