12. Perubahan

25 4 0
                                    

Beberapa hari ini Kaira banyak diam, bahkan ia tidak cerita pada Astrid. Penampilannya pun berubah, gadis itu menutupi tubuhnya dengan jaket,  padahal cuaca di Jakarta sedang panas.

Ketika Astrid hendak ke kelas, ia bertemu dengan Kaira. 'Tumben, biasanya Kaira tidak datang sepagi ini'. Itulah yang ada di dalam pikiran Astrid. Tidak ingin membuang waktu lama, ia pun menghampiri sahabatnya.

"Woi, Ra, tumben datang pagi? Biasa mepet masuk lo datangnya, walaupun gak telat sih," ujarnya. Namun, celotehan itu hanya didengar oleh sang empu. Kaira masih dengan diamnnya, melihat itu. Astrid kembali membuka suara. "Ra, lo sakit gigi? Sampe gak ngomong gitu. Lo kenapa sih, Ra?" Kaira menoleh ke arah Astrid, tersenyum kepada temannya. Lalu ia pergi begitu saja.

Astrid jadi bingung dengan perubahan Kaira.  Biasanya, Kaira tidak akan mendiamkan Astrid, walaupun ia sedang kesal. "Tuh, bocah kenapa sih? Gak biasanya," heran Astrid. Sepertinya, semesta sedang tidak berpihak kepada Astrid. Lagi-lagi, Astrid dipertemukan dengan Hasan. Patner geludnya. "Astaga, ngapain sih tuh cowok?" gumamnya.

Dengan senyuman mempesona, beserta deretan gigi yang rapih, Hasan tersenyum kepada Astrid. "Hallo, Astronot. Lo lagi ngapain?" sapanya.

Astrid menatap Hasan malas, ia sangat malas berurusan dengan Hasan yang super nyebelin. "Mau ngapain sih lo? Bukannya masuk, ganggu aja," cueknya.

"Ya elah, kaku amat muka lo, kayak kanebo kering. Mau gue basahain biar agak lunak?"

Mendengar itu, Astrid langsung menatap tajam ke arah Hasan. "Heh, Abu Gosok, asal lo tau, muka gue emang gini dari lahir. Lo gak usah ngeledek ya! Entah kenapa, tiap ketemu lo, gue mendadak punya riwayat darah tinggi," ujar Astrid. Namun, Hasan malah tertawa mendengar celotehan gadis di depannya itu. Astrid berkeding ngeri melihatnya. "Ih, gila, gue ngomong kayak gitu dia malah ketawa. Kayaknya benar deh, temannya Bani ini punya peliharaan Jin, makanya dia gitu," pikir Astrid macam-macam.

"Woi, Astronot, lo kenapa bengong aja? Kesambet mampus lo," ujarnya.

"Apaan sih lo, udahlah, gue mau ke kelas, bay." Astrid melangkah pergi, meninggal Hasan seorang diri.

"Menarik juga tuh bocah," gumamnya.

***

Sedangkan Kaira, gadis itu masih diam di bangkunya. Tatapannya kosong, binar matanya berkaca-kaca. Ia seakan ingin menangis, ia baru merasakan, hal yang selalu ia dengarkan dari orang lain. Kini sedang ia alami, ia tidak menyangka, efek dari semua itu bisa merusak dirinya sendiri. "Sial, kenapa gue sih?" ucapnya pelan, sampai orang lain pun tidak bisa mendengar kalimatnya itu. 

Ia rapuh, ia bukan Kaira yang tangguh. Ia kehilangan dirinya yang dulu, terlalu banyak mendam semua masalah, membuat dirinya hancur. Namun, ia sangat menikmatinya, seperti rasa di dadanya perpindah. Walaupun, ia harus mendapatkan sebuah luka baru. Tapi, itu sangat tenang.

Saat sedang merenungkan diri, suara Astrid membuat Kaira bangkit dari lamunannya. "Hello, Kaira, lo kenapa sih? Tadi kenapa kabur? Ninggalin gue, lo ada masalah?" entah berapa banyak pertanyaan yang Astrid lontarkan, sampai Kaira pun bingung harus menjawab yang mana dulu.

"Apaan sih, gue gak papa. Udah deh, gak usah lebay gitu ah. Gue baik-baik aja kok," entah sampai kapan Kaira menyembunyikan lukanya seorang diri. Ia tidak ingin terlihat lemah di depan banyak orang, ia juga tidak ingin orang lain mengalami kesulitan karena dirinya. Maka dari itu, ia menyembunyikan segalanya seorang diri. Tanpa ingin bercerita, seperti yang selalu dilakukan Bani. Lelaki itu seperti banyak keberanian untuk mengungkapkan segala tentang perasaannya, tanpa takut untuk bercerita.

"Yakin? Oh, lo gak mau cerita sama gue. Tapi, lo mau carita sama Bani ya? Oke, gak papa. Nanti gue panggilin Baninya, biar lo nyaman buat cerita."

Kaira menatap Astrid malas. Ia jengah dengan omong kosong sahabatnya. Walaupun, saran yang Astrid berikan ada benarnya juga. Ia harus terbuka, "Strid, bisa gak sih, lo diam? Gue capek dengarnya. Kan udah gue bilang, gue gak papa," balas Kaira. Astrid kaget, dirinya merasa, banyak perubahan dalam diri Kaira. Gadis yang selalu sabar, kini cenderung emosional. Padahal biasanya mereka bercanda, Kaira tidak pernah teraingung sedikit pun. Tapi ..., kali ini ia berbeda.

Pahami Aku! (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang