18. Tawa

16 3 0
                                    

Perlahan, Kaira melangkahkan kaki. Membiarkan hujan membasahi tubuhnya. Gadis itu merentangkan kedua tangan, mendongakkan kepalanya ke atas, membiarkan hujan menyakiti wajahnya, karena rintik yang jatuh dengan beriringan.

Sedangkan Heru, lelaki itu sibuk mencari Kaira. Menelusuri setiap panti, sampai akhirnya ia menemukan gadis itu di taman belakang. "Ya, ampun, Ra. Kenapa malah hujanan sih?" Heru melangkahkan kakinya lebih cepat, mendekati Kaira. Ia meneriaki Kaira.

"Ra, masuk!" Namun, Kaira tidak mendengarkannya, gadis itu masih sibuk dengan dirinya sendiri.

"Astaga, susah banget sih nih cewek diomongin," gerutu Heru di tempatnya. Mau tidak mau, Heru harus menghampiri Kaira.

Heru pun basah-basahan, suara hujan terlalu berisik. Sampai mereka berdua bicara harus teriak-teriak. "Ra, ayo masuk. Nanti lo sakit."

Kaira masih diam, ia tidak peduli dengan ucapan Heru. Heru meraih tangan Kaira, aksi itu mampu menarik perhatian Kaira. "Ayo masuk, Ra, nanti lo bisa sakit," dengan lembut ia mengajak Kaira.

"Gak mau, Ru. Gue bahagia, saat hujan turun. Tolong, jangan hentiin kebahagiaan gue," pintanya. Heru diam, membiarkan Kaira mencari kesenangannya sendiri.

Tanpa Heru sadari, di balik hujan yang menyakitkan. Terdapat tawa Kaira, tawa yang tidak pernah Heru lihat sebelumnya. Selepas itu ia tertawa. Heru bergumam di tempatnya. "Ra, gue gak pernah tau, kalo hujan adalah kebahagiaan lo. Mulai hari ini  dan seterusnya, gue gak akan larang lo main hujan."

Kaira berhenti memutari taman, gadis itu menghampiri Heru. "Ru, pulang yok. Gue pengen ngerasain, hujan di atas motor," ucapnya. Tanpa pikir panjang, Heru menyetujui kemauan Kaira.

Lelaki itu tersenyum, mengusap hangat rambut Kaira yang sudah basah. "Ayo, kita keliling Jakarta," ajaknya. Sangking senangnya, Kaira seperti anak kecil yang sedang mendapatkan hadiah. Ia kegirangan.

Keduanya pun pamit kepada Bu Irma. Setelah berpamitan, Heru langsung menghidupkan motornya. Meskipun, sebelumnya Bu Irma melarang mereka untuk pulang, tapi saat Kaira bilang. Bahwa hujan adalah kebahagiaannya, Bu Irma tidak bisa menolak. Karena ia sangat memahami tentang mental seseorang, bisa dibilang, Kaira kehilangan dirinya sendiri. Semua itu Karen gangguan mental yang ia alami.

"Ayo, naik! Kita keliling Jakarta," terlihat jelas dari mimik wajah Kaira. Gadis itu begitu bahagia.

"Yey, jalan-jalan." Heru tersenyum, tanpa ia sadari. Ternyata, Kaira bisa menjadi obat untuknya. Tawanya itu seperti vitamin, maka tidak heran jika Bani sangat bahagia saat bersama Kaira.

Motor Heru sudah jalan, sesekali Kaira berdiri, memegang pundak Heru. Merasakan air hujan yang dibarengi dengan angin, sungguh tenang.

Usai sudah perjalanan mereka, Heru mengantarkan Kaira pulang. Karena hari sudah sangat sore. Saat tiba di depan pekarangan rumah Kaira. Heru kembali mengusap rambut Kaira.

"Ra, abis ini langsung mandi, ganti baju. Gue gak mau lo sakit," nasehat Heru.

"Iya-iya, gue tau, Ru. Gue bukan anak kecil lagi kok. Dah ya, gue mau masuk. Lo hati-hati."

Sebelum Kaira melangkah, Heru kembali mengingatkan Kaira tentang tugas OSIS mereka. "Eh, Ra. Jangan lupa, besok kita kerja kelompok di rumah Hasan." Kaira berbalik badan, mengangguk paham.

***

Hari yang mereka tunggu-tunggu akhirnya tiba. Semua anggota OSIS berkumpul di parkiran. Heru sebagia ketua, ia mengatur teman-temannya.

"Oke, semuanya. Kita ditugaskan untuk membuat artikel, dan akan dipajang di mading. Anak mading, peraturan sekolah yang baru udah ditempel?"

"Udah," jawab salah satu dari mereka.

Pahami Aku! (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang