Cukup lama Heru diam, akhirnya lelaki itu membuka suara. "Soal, lo sama Bani. Kalian lagi berantem? Kenapa tadi lo ngejar-ngejar Bani?"
Mendengar itu, Kaira menurunkan kedua tangannya. Tak lagi menampung air hujan. Gadis itu sedikit mundur ke belakang. "Gue sama Bani, baik-baik aja kok. Gak ada masalah apa-apa," Kaira mencoba menyembunyikan sesuatu dari Heru. Tetapi, lelaki itu sangat pintar, ia tidak bisa dibohongin oleh Kaira.
Heru semakin mendekat ke arah Kaira. "Ra, jangan bohong. Kalo kalian lagi berantem, kasih tau gue. Biar gue bantu cari solusinya," ucapnya.
Kaira sangat yakin, bahwa Heru bisa. Tetapi, ini bukan tentang rebutan makanan atau sekedar marah karena tidak dijemput, melainkan soal perasaan yang tiba-tiba muncul. "Gak papa kok, Ru. Tadi juga, gue sama Bani udah baikan," lagi-lagi ia berbohong. Kaira hanya tidak ingin orang lain tahu. Walaupun itu Heru.
"Lo yakin?" Heru bertanya sekali lagi. Berharap, Kaira ingin cerita dengannya.
"Yakin, ya, udah ya. Gue mau ke kelas dulu, bay."
Gadis itu pergi begitu saja. Heru tidak bisa mencegahnya, ia hanya bisa menatapi punggung itu menjauh. "Ra, gue gak ngerti sama lo. Lo orang yang susah ditebak, banyak perubahan tentang lo, yang gak gue tau. Lo sebenarnya kenapa sih?"
***
Kaira tidak lagi pulang terlambat, padahal hari ini Heru mengajaknya untuk ke panti. Namun, Kaira menolak. Walaupun dalam hatinya, ia ingin sekali pergi ke sana. Tetapi, ia takut, dimarahi lagi oleh Papahnya.
"Aku pulang," ucapnya. Tapi, tidak ada satu pun yang menjawab. Rumah itu kosong.
Kaira tidak ingin peduli, mungkin orang tuanya belum pulang kerja, atau sang kakak sedang pergi keluar. Gadis itu menuju kamarnya. Meletakan tas renselnya dan menganti pakaian. Saat ia hendak mengambil barang di laci meja rias, ada sesuatu yang jatuh.
"Ini apa?" Kaira mengambil benda itu.
"Jepit rambut? Kok bisa ada di sini?"
Kaira mencoba mengingat kembali penjepit rambut itu. Penjepit dengan motif bunga berwarna coklat, sungguh indah. Penjepit itu terlihat usang, banyak debu yang menempel dikelopak bunganya.
"Bentar, ini kayak punya gue dulu deh. Ya ampun, masih ada." Ia membersihkan debu-debu yang menempel dikelopak bunga itu. Kaira menyisir rambutnya, mencoba mengenakannya kembali.
"Gue keliatan lucu, kalo pake ini," pujinya pada diri sendiri. Bahagia rasanya, karena penjepit rambut itu, adalah hadiah ulang tahunnnya dulu. Semenjak kakaknya pergi, tidak ada perayaan lagi. Bahkan Kaira tidak pernah memberitahukan kapan ia berulang tahun. Karena ia selalu merasa, sama saja. Tidak ada kebahagiaannya di hari istimewanya.
"Kok, gue jadi kangen masa kecil gue ya? Di sana gue bahagia, gue gak mikirin apa pun, selain main, tertawa, dan bahagia. Tapi, gue yang sekarang berbanding terbalik dengan gue yang dulu, kenapa perubahan secepat itu?"
Saat sedang sibuk merenungkan diri, mengingat kembali masa kecilnya. Suara teriakan seseorang menyadarkannya. Gadis itu langsung beranjak dari meja rias. Yang kedap suara, hanya kamar mandi saja. Karena itu tempat favorit Kaira, tempat untuk gadis itu berkeluh kesah pada dirinya sendiri.
"Siapa sih itu? Berisik banget," gumamnya. Kaira keluar untuk melihat apa yang terjadi di luar sana.
Ia terkejut, saat melihat kakaknya membawa pulang teman-temannya. Kaira mendekati kakaknya, bertanya pada gadis itu. Karena ini bukan hal yang baik, apalagi ketika orang tuanya belum pulang ke rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pahami Aku! (End)
Teen FictionWarning ⚠️ bijaklah dalam membaca! Sebelum baca, alangkah baiknya follow akun aing terlebih dahulu, terima kasih 🤗 Bagaimana jika seorang gadis memiliki mimpi untuk hidup bahagia. Namun, ia malah menyimpan banyak luka. Kehidupan yang ia alami, tida...