Sudah lama mereka menunggu Kaira. Tetapi, gadis itu belum juga sadar. Ia masih terlelap dalam tidurnya.
"Ini udah setengah jam kita nunggu, tapi Kaira belum sadar juga. Dia beneran gak papa kan?" Astrid sangat panik. Ia khawatir akan keselamatan sahabatnya, masih banyak hal yang ingin ia lakukan dengan Kaira.
"Strid, gue yakin, Kaira itu bisa lewati masa kritisnya. Dia itu kuat," ucap Hasan. Tumben, Hasan jadi hangat kepada Astrid, ada apa?
"Gue gak bisa tenang, San. Gue salah, selama ini, gue gak pernah jadi tempat ternyaman dia untuk cerita, gue terlalu asik dengan kesibukan gue sendiri."
Matanya sudah bengkak, akibat menangis terus. Heru mencoba membuat Astrid tentang. Lelaki itu sangat pintar meyakinkan orang lain, padahal dirinya sendiri sedang cemas akan keadaan Kaira.
"Astrid, lo percaya gak sama gue?" Astrid mendongakkan kepalanya, menatap ke arah Heru.
"Iya, gue percaya," balasnya.
"Kaira gak papa, dia akan baik-baik aja. Dia pernah bilang sama gue, kalo dia pengen terbuka sama lo, tapi dia masih takut. Jadi, percaya kalo Kaira baik-baik aja dan dia akan cerita banyak hal sama lo."
"Benar ya," Astrid mencoba percaya dengan apa yang Heru katakan.
Tidak memperdulikan teman-temannya, Bani terus menatapi Kaira. "Ra, kenapa harus lo, sih yang ngalamin hal kayak gini? Kenapa bukan gue aja," gumamnya. Ia tidak tega melihat Kaira terbaring lemah, dan bernapas dibantu oleh selang oksigen.
Tak lama Bani berucap seperti itu, jemari Kaira bergerak. Melihat itu, Bani jadi heboh. "Kaira sadar, tangannya bergerak," heboh Bani.
Semua orang yang berada di sana langsung mengarahkan mata mereka ke dalam ruangan Kaira .
"Dok, saya mau masuk," pinta Mamah. Wanita itu sudah tidak sabar ingin memeluk putrinya.
"Baiklah, tapi tidak boleh banyak orang, yang masuk ke dalam, hanya beberapa orang saja. Nanti gantian, ya."
Mereka semua, mengangguk paham. Orang yang pertama masuk, keluarga Kaira, tadinya Bani kekeh ingin ikut masuk. Tetapi, Heru melarangnya.
"Ban, biarin mereka dulu. Kasih mereka waktu untuk berbicara. Selama ini, Kaira selalu ngerasa dirinya sendiri, mungkin karena dia gak dekat dengan keluarganya. Jadi, biarin mereka menyelesaikan permasalah yang ada di antara mereka," ucap Heru memberi penjelasan kepada Bani. Karena ia tahu, bahwa Bani sangat keras kepala. Tidak ubahnya seperti Kaira.
Tidak perlu dengan kekerasan lagi untuk membuat Bani paham. Lelaki itu sudah banyak berubah sekarang, ia pun langsung mengerti saat Heru memberitahunya.
"Oke, gue paham, Ru."
Sedangkan di dalam sana. Mamah menangis melihat keadaan Kaira sekarang, gadis itu kini terbaring lemah. Ia hanya memperlihatkan senyumannya. Ia tidak punya daya untuk berteriak seperti malam itu.
"Mah, Pah, Kak," panggilnya.
"Kaira, maafin Mamah ya. Selama ini Mamah kurang perhatian sama kamu, Mamah selalu sibuk dengan urusan Mamah sendiri, tanpa tau. Kalau kamu gak baik-baik aja. Maafin Mamah ya sayang, setelah ini. Mamah janji, akan lebih memperhatikan kamu, Mamah akan banyak menghabiskan waktu di rumah," ungkapnya.
"Mah, tapi aku ...."
"Kaira, maafin Papah juga ya. Selama ini, Papah selalu kasar sama kamu. Papah bicara tanpa berpikir, bagaimana dengan perasaan kamu. Papah benar-benar menyesal. Papah minta maaf ya," ini kali pertama untuk Kaira. Mendengar Papahnya berkata seperti itu.
Maira menatapi Kaira. Meraih tangan adiknya, meratapi goresan-goresan luka itu. "Kaira, selama ini gue gak pernah tau, lo ngelakuin hal bodoh kayak gini. Maafin gue ya, gue gak bisa jadi Kakak yang baik untuk elo, selama ini gue selalu kasar sama lo. Tapi, lo tetap menghargai gue sebagai Kakak lo, apa yang harus gue lakuin, biar lo bisa maafin gue?" Maira benar-benar menyesal dengan semua yang telah ia lakukan kepada adiknya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pahami Aku! (End)
Teen FictionWarning ⚠️ bijaklah dalam membaca! Sebelum baca, alangkah baiknya follow akun aing terlebih dahulu, terima kasih 🤗 Bagaimana jika seorang gadis memiliki mimpi untuk hidup bahagia. Namun, ia malah menyimpan banyak luka. Kehidupan yang ia alami, tida...