Jakarta, November, 2017
Tepat pada hari ini, Ira memutuskan untuk pergi. Gadis itu terlalu banyak menyimpan luka, tanpa ingin membaginya.
"Aku udah capek, aku punya kehidupan sendiri," lontarnya.
Mamah terdiam saat mendengar tuturan dari Ira. Wanita itu mendekati putrinya, namun sang putri menjauh. "Ira, salah Mamah apa?" tanya wanita itu.
Ira tersenyum miring, menatap satu per satu anggota keluarganya. "Ira gak tau salahnya di mana, tapi yang jelas, semua karena Uza," ucapnya begitu saja.
Uza yang diam dibuat bingung. "Ha? Gue?" gumamnya kecil.
"Apa salahnya? Dari kecil kalian selalu gak bisa akur, Mamah gak ngerti, kamu gak pernah terbuka sama Mamah Ira, kamu selalu nyimpan semuanya sendirian." Sudah tidak tahan lagi, wanita itu menangis. Memandangi putri sulungnya. Karakter putri sulungnya, cenderung ke sifat suaminya. Yang pendim, tapi emosional.
"Karena Ira gak suka Uza lahir di dunia ini," jeleb, bagai di samber petir. Uza yang terdiam tenang, jadi mengubah posisinya. Gadis itu mundur satu langkah. Hanya sebuah kalimat, tapi mampu membuat luka baru dalam benaknya.
"Ira! Kamu gak boleh ngomong kayak gitu, dia adik kamu!" bantah Mamah.
Ira tertawa hambar, menatap sinis ke arah Uza. Gadis yang di tatap hanya bisa diam, sambil menundukan kepalanya. "Dia bukan adik Ira, Ira gak punya adik!" gadis itu mengakhiri obrolannya. Beranjak pergi dari tempatnya. Ia tidak memperdulikan sang Mamah meneriaki namanya.
Tiba-tiba, suara Papah terdengar. "Jadi ibu harus adil, kamu terlalu manjain anak ini." Tunjuknya ke arah Uza.
"Mas, cukup! Jangan ngomong apa pun lagi!" Mamah membantah ucapan Papah.
Di hari ini, semua kebahagiaan Uza hilang. Ia tidak mengerti apa permasalahannya, tiba-tiba semuanya berubah dengan hitungan detik. Kakaknya yang pergi dari rumah, dan Papah yang awalnya tidak pernah bicara apa pun, kini pria itu mengatakan hal yang tidak Uza pahami.
Tidak ingin mendengar apa pun lagi, Uza lekas lari ke kamarnya. Ia mengunci pintu kamar, air mata itu jatuh, entah mengapa, tiba-tiba dada Uza terasa sesak. "Gue kenapa sih?" ia sendiri bingung pada dirinya. Memang, hal yang sulit di pahami itu, adalah diri sendiri.
***
Setelah kejadian sore itu, Kaira jadi sosok pendiam, lebih banyak melamun. Sampai Astrid bingung melihatnya. Gadis itu berjalan mendekati Kaira. "Ra, lo kenapa? Gue liatin, lo diam aja. Kenapa? Ada masalah?"
Kaira menatap Astrid, sebenarnya gadis itu ingin sekali menceritakan semua yang terjadi padanya kemarin. Tapi, ia takut jika itu membuat Astrid emosi. Karena gadis itu pasti akan mengumpat habis-habisan. "Woi, Kaira, lo dengerin gue gak sih?" Kejutnya. Kaira kaget, refleks mengerjapkan matanya.
"Ha? Apa? Em ..., gue dengerin lo kok," ucapnya seperti orang bingung. Hal itu memancing curiga Astrid. Gadis itu mendekatkan wajahnya ke arah Kaira, mencari kebohongan lewat mata gadis itu. Namun, dengan cepat Kaira buang muka. Gadis itu pergi dengan alasan OSIS. "Strid, gue mau OSIS dulu ya, Bani nungguin gue," alasannya. Astrid pun tidak bisa menahan sahabatnya itu. Ia membiarkan Kaira pergi.
Setelah menghindar dari Astrid, Kaira malah bertemu dengan Bani. "Ra, tunggu!" panggil laki-laki itu. Entah mengapa, kaki Kaira berhenti, padahal ia ingin menghindari Bani. Kaira mengumpat pada dirinya sendiri, karena tidak bisa mengabaikan Bani begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pahami Aku! (End)
Teen FictionWarning ⚠️ bijaklah dalam membaca! Sebelum baca, alangkah baiknya follow akun aing terlebih dahulu, terima kasih 🤗 Bagaimana jika seorang gadis memiliki mimpi untuk hidup bahagia. Namun, ia malah menyimpan banyak luka. Kehidupan yang ia alami, tida...