Prolog

148 15 0
                                    

Gerimis membasahi jalan, seorang gadis tengah berdiri di depan sebuah rumah. Ia baru saja pulang. Namun, suara-suara yang ada di dalam, membuatnya berhenti. Gadis itu terus berdiri, mendengarkan suara gaduh itu.

"Kamu gak pernah becus jadi seorang istri dan ibu, kamu semaunya, pergi ke sana-sini. Tanpa peduli sama rumah, suami, dan anak-anak kamu!"

Suara teriakan itu begitu keras. Baru saja berhenti, sahutan pun terdengar kembali. "Kamu yang gak becus jadi suami dan ayah. Kamu pikir, aku pergi-pergi itu main ha?! Senang-senang gitu? Gak! Aku kerja, demi siapa? Demi masa depan anak-anak. Kamu kalo ngomong gak pernah di saring, seenaknya, harusnya kamu sadar, kamu bersyukur. Aku sebagai istri masih mau bantuin kamu, tapi kamu gak tau diri!!"

Mendengar pekikan dari ibunya, gadis itu terperosot ke lantai. Kakinya sudah tidak kuat untuk berpijak. Awalnya gerimis, kini hujan datang dengan deras. Gadis itu sudah tidak peduli dengan bajunya yang basah karena cipratan hujan. Ia enggan untuk masuk, ia tidak ingin melihat kedua orang tuanya bertengkar. Sedangkan suara riuh di dalam masih mendominasi, ia lelah mendengarnya. Tanpa pikir panjang, gadis itu menjauh dari rumahnya. Ia tidak tahu harus melangkah ke mana, tapi yang jelas, ia tidak ingin mendengar hal buruk yang sedang terjadi di dalam rumahnya.

"Gue harus ke mana? Kenapa jadi gini sih? Apa mungkin karena kehadiran gue, semuanya jadi kayak gini?" entah apa yang gadis itu bicarakan. Yang jelas, ia tidak mengerti dengan pikiran orang dewasa.

Di usianya yang belum menginjak 17 tahun. Ia harus mendengarkan segala pertengkaran soal rumah tangga orang tuanya. Ia tidak punya tempat untuk berkeluh kesah, bahkan kakaknya pergi meninggalkannya sendirian. Sang kakak tidak pernah berbicara padanya, bahkan saat ia tahu. Bahwa kakaknya sendiri membencinya, ia hanya bisa diam, dan mengurung diri di kamar. Kenyataan pahit itu, harus ia telan.

"Kenapa harus gue? Emang gue salah apa sih? Kenapa hidup harus ada pilihan? Bahkan, banyak orang tua yang gak pernah tau, seberapa hancurnya mental anak-anaknya. Gue gak ngerti,  mereka egois atau enggak, dan gue gak ngerti tentang seberapa beratnya mereka mempertahankan segalanya. Tapi, kenapa harus ada korban dalam pertengkaran antara mereka?" Begitu banyak pertanyaan yang terlintas di dalam benaknya. Bahkan ia sendiri tidak bisa memahami semuanya. Ia hanya seorang remaja SMA, yang seharusnya bersenang-senang bersama teman-teman sebayanya. Tetapi, tidak dengan dirinya, yang harus memikirkan hal yang tidak seharusnya ia pikirkan.

Siapakah dia? Bagaimana dengan orang tuanya? Apa yang akan terjadi padanya?

Date,09,2023.

Pahami Aku! (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang