This is original story written by someone who won't to be named. A big honor for trusting me for publishing this story. ❤️
***
Menekan beberapa angka untuk membuka pintu di depannya, Changbin melangkah masuk dengan headphone digenggamannya, menatap ke sekeliling ruangan, tetapi tidak ada siapapun—lelaki itu tidak menemukan satu orang pun di sana, suasananya cukup sepi.
Memilih acuh, dia kembali melangkahkan kakinya menuju kamar Felix—alasan kenapa dia berada di apartemen ini adalah untuk mengembalikan headphone yang lelaki itu pinjam dari Felix beberapa hari yang lalu.
Tanpa mengetuk, Changbin masuk ke kamar Felix—bukan tidak sopan, tetapi mereka tidak seasing itu untuk aturan mengharuskan mengetuk pintu sebelum membuka pintu kamar masing-masing—sebenernya itu hanyalah alasan Changbin saja—sesungguhnya lelaki itu memang tidak sopan!
“Fel?” Changbin memanggil, ketika tidak mendapati sosok Felix di dalam kamarnya.
“Shit—nghh!”
Changbin mengernyit, ketika samar mendengar suara Felix. Maniknya langsung tertuju ke arah pintu kamar mandi yang tidak tertutup rapat.
“Fel, kamu di—”
“Ahh...mmnnghh, enak, lagihh... nggh.”
Changbin sampai tidak melanjutkan ucapannya ketika mendengar suara desahan seseorang dari arah kamar mandi. Melangkah perlahan mendekati pintu kamar mandi berwarna putih itu, dengan kening mengernyit kebingungan.
“Gila—ahh, enak...mmhah—ahh, Feli mau nangis, Kakhh—“
“Sial? Apa Felix sedang bercinta, dengan siapa?” gumam Changbin, wajahnya mendadak merah padam—entah karena membayangkan Felix sedang bercinta dengan orang lain, atau suara desahan lelaki Aussie yang membuatnya merinding geli bukan main.
“Kakak... mmhhaah. Fuck! Kak Abin—hah Kakhh Changbinh lagi... lebih cepathh.”
Changbin membulatkan matanya. Dia tidak salah dengar kan? Felix memanggil namanya bersamaan dengan desahannya? Lelaki itu bukan sedang bercinta, melainkan sedang masturbasi?
“Feli beneran ngebayangin penis Kakak, numbuk kuat lubang Feli...mmhh—hah... ngebayanginnya aja bikin Feli mau keluar, Kakhh.”
Felix meracau dengan segala kalimat-kalimat tidak senonoh yang keluar dari mulutnya. Changbin tidak perlu melanjutkan langkahnya, bahkan lelaki itu mengurungkan niatnya untuk membuka pintu kamar mandi. Kedua tangannya mengepal kuat, bahkan salah satu tangannya mencengkram kuat headphone yang dipegangnya, wajahnya semakin memerah padam.
“Apa-apaan bocah ini?”
***
Felix menyeka air yang menetes dari sudut matanya, bersandar di dinding kamar mandi dengan posisi masih duduk di closet, terengah sambil memejamkan matanya, baru beberapa detik yang lalu dia sampai pada putihnya.
Rasanya luar biasa!
Namun, dengan gerakan pelan dia membenarkan posisi duduknya yang semula duduk mengangkang. Menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, melihat sekitaran kamar mandi miliknya—takut-takut ada seseorang yang menyaksikan dirinya sedang berbuat mesum.
Felix menutup wajah dengan kedua tangannya, dia merasa... malu. Ah! Selalu seperti ini, saat sedang melakukan hal itu tidak ada rasa malu sedikitpun, bahkan mulutnya terus mengeluarkan kata-kata tidak senonoh dibarengi desahan.
Tetapi setelah semuanya selesai rasa malu baru dia rasakan? Ck!
Felix membersihkan tubuhnya. Seluruh badannya benar-benar berkeringat, bagian bawahnya juga terasa lengket.
Dua puluh menit membersihkan diri, lelaki itu sudah selesai dengan kegiatannya. Keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan bathrobe putih. Melangkah menuju meja rias, untuk mengeringkan rambutnya, Felix malah menemukan sebuah sticky notes yang tertempel di cermin.
‘Sudah selesai dengan kegiatanmu, Fel? Ke kamarku jika ingin mendapatkan headphonemu kembali’
Headphone biru miliknya—jelas Felix kembali teringat dengan lelaki yang menjadi objek masturbasinya beberapa menit yang lalu, karena hanya Changbin yang meminjam headphone miliknya. ‘Kegiatan?’ Apa Changbin masuk ke dalam kamarnya, dan mengetahui tentang kejadian beberapa menit yang lalu tentang dirinya?
Sial! Kaki Felix rasanya lemas sekali, bagaimana ini?! Ia terciduk?
Felix merah padam.
Changbin adalah tetangga samping unit apartemen yang ditempatinya—lebih tepatnya unit apartemen yang ditinggali Changbin dan kakak lelakinya tepat berada di depan unit Felix. Bisa dibilang Felix sudah jatuh cinta pada pandangan pertama kepada lelaki itu. Rasanya tidak mungkin jika Felix akan berterus terang, memilih diam saja selama ini, walaupun sudah jelas pastinya gelagat Felix kentara sekali jika menyukai Changbin.
Tubuh tegap, dengan otot yang terpahat sempurna, wajahnya juga sangat tampan. Gila! Felix sangat mengaguminya. Lelaki itu terlihat dingin, namun bisa sangat perhatian secara bersamaan, Felix menyukainya—Bagaimana lelaki itu berbicara, bagaimana lelaki itu ketika sedang tertawa, dan yang lebih membuat Felix semakin tergila-gila adalah ketika melihat Changbin sedang melakukan kegiatan olahraga yang merupakan hobinya.
Felix rela bangun pagi-pagi, meninggalkan kasurnya hanya untuk melihat Changbin—Felix beralasan ikut pergi ke tempat gym yang memang adalah fasilitas tersedia di gedung ini, ikut dengan Minho—kakak sepupunya yang juga setiap pagi akan pergi ke tempat itu untuk berolahraga.
Apa yang dilakukan Felix, fokus dengan kegiatan olahraganya? Tentu saja tidak, lelaki itu lebih fokus memperhatikan, memuja, dan mengagumi Changbin.
“Hei, Lix?!" sapa seorang lelaki yang baru saja membuka pintu unit apartemen dan mendapati Felix sedang berdiri di depan pintu.
“Kak Chan....” Felix menelan ludahnya gugup, menatap lelaki yang ada di hadapannya.
"Hei, kamu kenapa?" tanya Chan memperhatikan wajah Felix yang sangat memerah—dan pastinya sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja terlihat dari raut wajahnya.
"A—aku baik, Kak."
"Tapi muka kamu merah, kamu sakit?"
Felix menggeleng cepat. "Ngga, Kak." Lelaki itu menyentuh kedua pipinya sambil menampilkan senyum manis menatap Chan mencoba menyembunyikan raut wajah khawatirnya.
Chan memicingkan matanya untuk beberapa saat, tetapi setelah itu dia mengangguk-anggukkan kepalanya memutuskan mempercayai ucapan lelaki itu.
“Nyari Changbin?” tanyanya menebak tujuan lelaki manis itu datang ke unit apartemennya.
Felix mengangguk. “Mau ambil haedphone, Kak.”
Chan mengangguk, membuka lebar-lebar pintu unit apartemennya, mempersilahkan Felix untuk masuk. “Kamu butuh banget headphonenya ya, Fel?”
“Huh?”
“Kamu baru mandi? Masih pakai gituan langsung ke sini. Kapan-kapan kalau Changbin minjem jangan dikasih, Fel.”
Felix menatap penampilannya, belum memakai pakaian—bathrobe putih masih membungkus tubuhnya. Lelaki itu memeluk dirinya sendiri sembari menampilkan senyum canggung kepada Chan.
Chan kembali masuk ke dalam apartemen, melangkah menuju kamar Changbin yang mau tidak mau dibuntuti oleh Felix dibelakangnya—padahal sebenarnya Chan tidak perlu mengantar Felix seperti ini. Melangkah masuk ke dalam sembari memanggil nama si pemilik kamar. “Bin, gue ke luar ya. Pulang malam kayanya, atau mungkin ngga pulang malam ini,” kata Chan memberi informasi.
Changbin yang sedang duduk di sofa single itu hanya mengangguk menjawab pertanyaan Chan.
“Felix mau ngambil headphone katanya,” ucap Chan lagi, menunjuk Felix yang masih berdiri mematung di depan pintu dengan wajah yang menunduk dalam.
“Iya!”
“Gue pergi ya, Bin," pamitnya. Menatap Felix sambil menampilkan senyumnya. “Kakak tinggal ya, Lix.”
Felix mengangguk, menampilkan senyum tipis di dibirnya. Setelah itu, Chan pergi meninggalkan apartemen, meninggalkan Felix yang masih berdiri di depan pintu kamar Changbin yang terbuka lebar, dan Changbin yang masih duduk bersandar di sofa single, menatap Felix dengan mata tajamnya.
“Tidak masuk?”
Sial! Kenapa suara Changbin membuat Felix berdesir, dibawah lampu temaram Felix bisa melihat Changbin dengan gagahnya duduk di sofa single, manik matanya seolah seperti sedang menelanjanginya dengan tajam. Kembali menelan ludahnya dengan susah payah. Felix melangkahkan kakinya masuk ke dalam.
“Duduk!”
Felix mengikuti perintah Changbin hendak duduk di sofa panjang yang berada di samping lelaki itu, namun suara yang lebih tua menghentikan niatnya, membuat Felix menatap Changbin takut-takut.
“Di sini!”
“Hah?”
Felix jelas bingung, Changbin menyuruhnya untuk duduk di mana? Di lantai?
“Fel?!”
Felix patuh, kembali melangkah menghampiri Changbin, dan duduk bersimpuh dengan kedua lutut yang menjadi tumpuan. Apa-apan ini? Changbin memintanya untuk meminta maaf dengan cara berlutut di kakinya karena menjadikan Changbin objek masturbasinya?
Harus seperti ini?
“Merasa melakukan kesalahan Lee Felix?” suara Changbin benar-benar mengintimidasi, membuat Felix merinding bukan main. Rasanya sekarang... dia ingin menangis.
“Maafin Feli, Kak.”
“Untuk?”
“Anu... itu—Feli lancang manggil nama Kak—mmhpp," Felix yang sedari tadi menunduk langsung membelalakkan matanya ketika dengan gerakan cepat Changbin memasukkan dua jari ke dalam mulutnya, tidak tanggung-tanggung lelaki yang mengenakan kaos berwarna hitam itu memasukkan keseluruhan jari telunjuk dan tengahnya masuk sepenuhnya, menyentuh tenggorokan Felix.
"Anak nakal," ucap Changbin dengan manik yang terus menatap Felix dengan tatapan tajamnya.
"Kulum!"
Felix cengo. Tetapi, melihat Changbin yang sudah menaikkan satu alisnya membuatnya patuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stray Kids One Shoot bxb 🔞
FanfictionStray Kids oneshoot compilation Sekumpulan cerita berbagai genre, walau kebanyakan 🔞 Kalau ga suka cerita jorok, jangan di add library ya! -⚠ bxb -🔞 jorok banget, kalau gasuka, jangan dibaca! -crackship or otp -bisa request Sue © 2021