Setelah satu bulan yang panjang dan melelahkan dalam pencarian yang sia-sia, Pangeran Chan pulang ke istana dengan tangan kosong. Ekspresinya yang muram dan mata yang sembab akibat tangisan tidak dapat disembunyikan. Ia merasa kekosongan dan kehilangan yang mendalam setelah tidak berhasil menemukan Minho.
Pangeran Chan memasuki istana dengan langkah yang berat, melewati koridor yang familiar namun sekarang terasa sunyi. Begitu sampai di kamarnya, ia merasa kelelahan fisik dan mentalnya mencapai titik terendah. Dalam ketidakpastian yang melingkupinya, ratu yang juga ibunya, memperhatikan anaknya yang tampak terpuruk.
"Chan, anakku, apa yang terjadi? Mengapa engkau terlihat begitu kelelahan dan bersedih?"
Pangeran Chan, tidak mampu menyembunyikan kesedihannya lagi, akhirnya membiarkan air mata jatuh. Ia menceritakan semua tentang kehilangan Minho dan kegagalan dalam pencarian selama sebulan penuh.
"Ibunda, aku merasa hampa tanpa Minho. Aku mencintainya, dan kehilangannya membuatku hancur."
Ratu, melihat anaknya yang penuh kepedihan, mendekati dan memeluknya erat. Ia membiarkan Pangeran Chan melepaskan semua beban emosinya.
"Chan, sayang, kehilangan memang sulit. Tapi ingatlah, sebagai pemimpin kerajaan, kita memiliki tanggung jawab. Kita tidak bisa larut dalam kesedihan. Saat ini, fokuslah pada persiapan perang yang akan datang. Kerajaan ini membutuhkan pemimpin yang kuat."
Meskipun dalam kepedihan yang mendalam, Pangeran Chan mencoba mengangguk dengan setia mendengarkan kata-kata ibunya.
"Tapi, Ibunda, bagaimana bisa aku fokus saat hatiku hancur?"
Ratu mengusap bahu anaknya sembari menyisir rambut anaknya dengan lembut. "Anakku, kekuatanmu ada di dalam dirimu. Minho pasti ingin melihatmu menjadi pemimpin yang tangguh. Jadilah pangeran yang bijak dan kuat, lalu kita akan mencari cara untuk menemui Minho ini bersama-sama."
Pangeran Chan mengangguk, mencoba meresapi perkataan ibunya. Meskipun rasa kehilangannya belum hilang, ia merasa sedikit lebih tegar setelah mendengar dukungan dan arahan dari ratu. Dalam perjalanannya sebagai pemimpin, Pangeran Chan berjanji untuk menjaga fokusnya dan menjadi sosok yang dapat memimpin kerajaannya dengan baik.
"Kau begitu mencintainya, Pangeran?"
Chan mengangguk pelan. "Dia mengajarkan kesederhanaan, Ibunda. Tempat ternyaman setelah Ibu. Senyumannya sungguh manis, hatiku berdebar dibuatnya. Aku tidak mau anak, Ibu. Aku hanya ingin Minho."
Senyum Ratu merekah, bagaikan bunga yang mekar setelah musim kemarau panjang. Dalam 30 tahun kehidupan Pangeran, ia tak pernah melihat sang buah hati dilanda frustrasi sedemikian rupa, hanya karena cinta.
***
Chan, bagaikan tunas muda yang baru mekar, telah mengabdikan dirinya pada militer kerajaan sejak usia 15 tahun. Kejadian gempar itu bagaikan badai dahsyat yang menerjang hidupnya, membuatnya dan sang Raja bagaikan induk burung yang protektif terhadap anaknya. Chan hampir mati saat itu, dan frustrasi Ratu memuncak saat mencoba berbagai cara untuk menyembuhkannya. Setelah badai itu mereda, Raja dan Ratu memutuskan untuk mengikuti setiap keputusan Chan, bagaikan nahkoda yang mengikuti arah angin. Sang Pangeran telah menanggung beban terlalu banyak, bahkan sebelum dinobatkan menjadi Raja.
Luka kehilangan Minho masih membekas di hatinya, namun Pangeran Chan menemukan kekuatan dan tekad baru ketika ia memutuskan untuk bersiap berperang dengan kerajaan sebelah. Kesedihannya ia ganti dengan determinasi dan tanggung jawab sebagai pemimpin kerajaan.
Kehilangan Minho bagaikan lukisan indah yang tercoreng tinta hitam. Namun, Chan bagaikan seniman yang tak patah semangat. Ia melukis ulang kehidupannya dengan warna-warna berani, siap untuk memimpin kerajaannya menuju masa depan yang cerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stray Kids One Shoot bxb 🔞
FanfictionStray Kids oneshoot compilation Sekumpulan cerita berbagai genre, walau kebanyakan 🔞 Kalau ga suka cerita jorok, jangan di add library ya! -⚠ bxb -🔞 jorok banget, kalau gasuka, jangan dibaca! -crackship or otp -bisa request Sue © 2021