Di sebuah kedai kecil, Minho dan ayahnya duduk di sudut ruangan, berusaha untuk tidak menarik perhatian. Mereka telah bersembunyi selama berbulan-bulan, berusaha menutupi identitas mereka agar kerajaan tidak mencari bahkan sampai menghukum mereka.
Tiba-tiba, seorang rakyat biasa duduk di meja sebelah mereka. Tanpa sengaja, Minho mendengar percakapannya dengan temannya.
“Kau dengar kabar tentang Yang Mulia Chan?” tanya rakyat biasa itu.
“Ya, katanya dia koma sudah 3 bulan,” jawab temannya.
“Kasihan sekali Yang Mulia Chan. Dia pemimpin yang baik,” kata rakyat biasa itu.
“Konon katanya, yang bisa menyembuhkan Yang Mulia Chan hanya obat dari keluarga Lee,” bisik temannya.
Minho terpaku di kursinya. Jantungnya berdebar kencang. Yang Mulia Chan koma? Dan hanya obat dari keluarganya yang bisa menyembuhkannya?
Minho melirik ke arah ayahnya. Wajah ayahnya tegang, diliputi keraguan.“Ayah,” bisik Minho. “Kita harus kembali ke istana.”
Tabib Lee menggelengkan kepalanya. “Itu terlalu berbahaya. Ayah sangat khawatir kepadamu, Minho.”
“Tapi Yang Mulia Chan…” Minho terdiam, tidak mampu melanjutkan kalimatnya.
Tabib Lee menghela napas panjang. “Aku tahu, Minho. Aku pun ingin membantu Pangeran Chan. Tapi, kita tidak bisa membahayakan diri kita sendiri.”
Di bawah sinar bulan purnama, Minho berlutut di hadapan ayahnya. Air matanya mengalir di pipinya, membasahi tanah.
“Ayah, kumohon,” Minho memohon dengan suara serak. “Ijinkan aku kembali ke istana. Aku harus menyelamatkan Yang Mulia Chan.”
“Aku tidak peduli dengan keselamatan diriku sendiri,” lanjut Minho. “Aku mencintai Yang Mulia Chan. Aku rela mati untuknya.”
Tabib Lee terdiam, terpaku oleh kata-kata Minho. Dia tidak pernah tahu bahwa Minho mencintai Pangeran Chan sedalam itu.
“Baiklah,” kata tabib Lee akhirnya. “Aku akan mengantarmu kembali ke istana. Tapi, kau harus berjanji padaku untuk berhati-hati.”
Minho memeluk ayahnya dengan erat. “Terima kasih, Ayah.”
Malam itu, Minho dan ayahnya kembali ke istana. Raja dan Ratu kembali menerima mereka demi sang anak. Mereka menyelinap ke kamar Pangeran Chan dan memberikan obatnya. Minho tidak meninggalkan Pangeran Chan sedetikpun. Dia menjaganya dengan penuh kasih sayang, berharap Pangeran Chan segera bangun. Selama satu minggu penuh, Minho dan ayahnya merawat Pangeran Chan. Mereka memberikan obatnya secara rutin dan memantau kondisinya dengan seksama.
“Yang Mulia, aku kembali. Mari pulih kembali.”
Sinar rembulan yang lembut menerobos celah tirai, menerangi ruangan Pangeran Chan. Di samping ranjang, Minho tertidur pulas, kepalanya bersandar di pinggiran tempat tidur dengan posisi duduk.
Tangannya masih menggenggam tangan Pangeran Chan yang terbaring lemah. Wajah Minho terlihat damai, namun guratan kelelahan jelas terlihat di bawah matanya.
Raja dan Ratu berdiri di balik tirai, menyaksikan pemandangan itu dengan perasaan yang bercampur aduk. Selama berhari-hari, mereka melihat sendiri bagaimana Minho merawat Pangeran Chan tanpa lelah. Wajah pucat dan tubuh kurus Minho menjadi bukti betapa besar dedikasinya.
Ratu tidak kuasa menahan air matanya yang mengalir. “Lihatlah, suamiku. Betapa Minho mencintai Chan,” bisiknya lirih, suaranya bergetar karena haru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stray Kids One Shoot bxb 🔞
FanfictionStray Kids oneshoot compilation Sekumpulan cerita berbagai genre, walau kebanyakan 🔞 Kalau ga suka cerita jorok, jangan di add library ya! -⚠ bxb -🔞 jorok banget, kalau gasuka, jangan dibaca! -crackship or otp -bisa request Sue © 2021