Bagian XXIV: Pre-Holes, Pre-Show

18.2K 2K 193
                                    

Kami sekarang sudah kembali di hotel kami. Tepatnya di kamar Calum, Ashton, Luke dan Michael untuk hanya menontoni mereka bersiap-siap untuk pertunjukan mereka malam ini.

Waktu sudah menunjukan pukul empat lewat dua puluh lima sore saat Ashton, orang terakhir dari mereka, keluar dari kamar mandi dengan sehelai handuk melingkar di pinggangnya. Yang lainnya sudah siap dengan pakaian hitam-hitam ala punk rock mereka. Aku masih sangat heran mengapa mereka sangat sering berpakaian seperti itu.

"We are a punk rock band, so for a support, we need to look punk rock," jawab Luke.

"Um, does anyone have a scissors or something like that?," Ashton menegakkan badannya yang tadi terbungkuk untuk mengambil baju dalam ransel.

Aku lalu bertanya untuk apa dia memerlukan gunting? Maksud ku, ya, untuk apa? Apa Ashton tiba-tiba berniat bunuh diri saking nervousnya mau manggung di cafe yang belum tentu banyak pengunjungnya itu?

"Do you have one?," tanya Ashton tanpa menjawab pertanyaan ku, "I'll tell you later after you give it to me".

Lalu aku menjawab bahwa aku selalu menyimpannya dalam tas jinjing ku, tapi lebih tepatnya sih itu gunting kecil untuk manicure pedicure.

Lalu kata Ashton itu tidak masalah dan dia meminta Calum untuk menemaninya ke kamar ku untuk mengambilnya setelah ia meminta kunci kamar ku karena aku baru saja berkata kepada mereka bahwa aku sangat malas untuk mengambilnya. "Its on the tv table".

Luke sedang mengeringkan rambutnya dengan hair dryer di depan cermin kecil.

Michael masih terbaring di ranjang dengan handphone barunya yang memutar lagu Slank - Pandangan Pertama dalam volume paling kencang.

Iya. Benar. Aku belum sempat menceritakan handphone baru yang baru saja ku belikan untuk Michael di counter hp kecil pinggiran jalan saat pulang tadi.

Michael terus menuntut ku untuk membelikannya handphone baru karena aku lah penyebab ia tercebur ke kolam kemarin. Lalu aku juga selalu mengatakan pada Michael bahwa aku akan membelikannya nanti di Jakarta saja karena biar gampang kreditnya. Tapi ia terus memaksa ku tadi di dalam mobil sambil seperi biasa berteriak sana sini sampai akhirnya aku menemukan sebuah gubuk kecil usang tertutupi ranting-ranting pohon di pinggiran jalan-atau simplenya, ruko.

"iPhone 12," kata Michael cepat setelah aku memintanya dan yang lain untuk tunggu di mobil agar tidak ada kekacauan dan aku bisa cepat kembali.

"iPhone 12 biji mate lo!".

konter handphone ini terbilang sangat kecil untuk sebuah ruko. Dan di dalamnya hanya berisikan dua meja etalase kaca yang isinya juga jarang-jarang.

Aku lalu duduk di salah satu bangku plastik yang di sediakan dengan seseorang, yang feeling ku adalah si pemilik toko, menelungkupkan kepalanya diantara dua lengannya yang terlipat di hadapan ku, Kemungkinan besar tertidur.

"Mas," aku memanggilnya agar dia bangun. Tapi tidak berhasil.

"Mas!," kali ini dengan suara lebih keras.

"MAS!," lebih keras lagi dengan gebrakan meja.

Ia lalu berpindah, memalingkan kepalanya ke arah kiri tanpa melihat ku sedikit pun, iya, dia kembali tertidur.

"WoY MASS!!!!!," aku lalu menggoyang-goyangkan lengan mas-mas itu.

Gila kali ya nih orang ga bangun-bangun.

Ia lalu akhirnya tersentak agak kaget dan meneggakan kepalanya, masih dengan tatapan tidak fokus. Pada sekitar detik kelima setelah dia bangun, dia mengesek-gesek kedua matanya.

AUSTRALIANS [5SOS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang