Bagian XXXIII: Terdampar

17.5K 1.9K 1.3K
                                    

Kami sudah tiba di daratan lagi, dan ini adalah jam ke delapan kami berada di bus dalam perjalanan darat.

Tentu saja, kami baru melewati satu malam di dalam bus ini yang mana artinya aku baru saja berhasil tidur bareng Luke Hemmings. Keren kan?

Setelah tadi malam sempat makan malam di rumah makan pinggiran dan saat kembali ke bus menemukan diri ku dan Luke sama-sama tidak tertidur, kami berdua pun terus mengobrol tentang hidup. Dan dari apa yang aku konklusikan, hidup Luke jauh lebih menyenangkan daripada hidup ku.

Ia menceritakan tentang dua kakak laki-lakinya; Ben dan Jack, dan bagaimana idiotnya mereka sebagai kakak.

Pantes aja adeknya begini:)

Lalu ia menceritakan ibunya, Liz, dan ayahnya, Andy. Liz adalah guru matematika sekolah dasar dan bagaimana ia selalu sangat terlewat protektif terhadap Luke, mengingat ia adalah anak terakhir. Sedangkan Andy, ya, tentunya ia adalah seorang pebisnis, dan hal itu lah yang membuat Luke bersama ku saat ini, karena ia mengenal ayah ku.

Musik kesukaan Luke adalah yang berbau metal, pop-punk dan rock seperti Good Charlotte, yaitu salah satu band kesukaannya. Sekarang aku mengerti lebih jelas mengapa mereka selalu memakai pakaian hitam-hitam dan baju band.

"But you're not singing something rock at the cafe," aku memotong penjelasan Luke, "I mean, you sang like teenage dream, year 3000, and those ain't something rock, you know".

Luke melempar kepalanya, tertawa, lalu mengembalikan tatapannya pada ku, "I actually love Ed Sheeran as well," Luke mengangguk.

Bus tiba-tiba berhenti. Sepertinya ada seseorang yang ingin buang air. Namun setelah ku tengokkan kepala ku keluar jendela, kami berada di pinggir jalan dan terdapat pantai di seberang kami.

Mungkin orangnya pengen pipis di pantai biar swag.

Saat saja akan kembali melanjutkan obrolan dengan Luke, yang mana tidak terlalu seru namun menatap wajah Luke adalah hobi baru ku, tiba-tiba saja sang kenek mengumumkan kalau mobil bus yang kami tumpangi ini mogok.

Mogok loh.

Mati.

Mana udah pesen tiket pesawat lagi.

Mati kalo telat.

Abis lagi aja duit gue.

Mana hape mati.

Mati.

Aku permisi kepada Luke karena kakinya menghalangi jalan ku. Aku menelusuri lorong sempit dalam bus untuk mencapai pintu keluar dan bertanya kepada si kenek, berapa jam bus ini akan rampung kembali?

Pertanyaan bodoh memang, namun setidaknya ia bisa menerka-nerka dari bagian mana yang bermasalah dan durasi perbaikannya.

Tanpa memalingkan wajah pada ku karena serius menerawang mesin mobil, si kenek berkata dengan logat jawa yang kental, "inimah bisa lama mbak benerinnya".

"Yaiya, maksud saya lamanya kira-kira berapa jam?".

Ia mengangkat lengannya, memerhatikan jam yang melingkar, "ya sampe jam enaman lah".

"Buset mas, benerin apaan sampe dua jam???," tanya ku tidak terima.

"Benerin mesinnya lah mba," jawabnya santai. Padahal maksud pertanyaan ku adalah sarkastik. "Maksud saya, nunggu sampe jam enam juga nungguin bus yang baru di telfon dari Surabaya, soalnya kayanya ini mati total, jadi manggil bus yang baru".

"Yaallah mas, saya udah bayar mahal-mahal malah dapet bus yang begini, emangnya ga dicek dulu apa sebelum berangkat???".

Namun si kenek itu dengan asoynya malah naik ke dalam bus dan mengumumkan kepada semua penumpang bahwa busnya mati total dan bagaimana mereka harus berpindah bus yang kabar buruknya baru akan sampai dua jam lagi.

AUSTRALIANS [5SOS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang