15

9.7K 659 13
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


____

15

Mahasiswa tahun pertama adalah masa-masa sibuk dan penuh ambisi. Adam sama seperti mahasiswa pada umumnya yang beradaptasi dengan perpindahan dunia SMA dan ke dunia kampus. Dia terkadang lupa memberi kabar kepada Ibu atau Kalila tentang keadaannya. Padahal Adam sudah berjanji untuk memberitahukan kabar kepada Ibu, Bapak, dan adik-adiknya setiap hari.

Adam melepas kacamatanya dan memijat pangkal hidungnya, lalu terdengar suara getaran dari ponsel yang ada di atas tempat tidur berukuran single. Dia memakai kacamatanya kembali dan berbaring di atas tempat tidur sambil membaca sebuah pesan yang ternyata datang dari Kalila. Senyum Adam langsung terbit. Rasa lelah dan bosan karena tinggal sendirian di kosan membuat perasaan itu seolah lenyap begitu saja.

Kalila: kaaak apa kabar? udah makan malam, kan? jangan lupa makan yaa. andaikan makanan bisa dikirim virtual, gue kasih banyak banyak

Kalila mengirim foto-foto makanan yang tak asing. Adam ingat, foto-foto itu diambil oleh Kalila saat mereka makan di luar.

Kalila: niiih kak, gue kirimin makanannya

Kalila: mau gue suapin? buka mulut dulu AAAAA

Kalila mengirim foto sebuah meme seorang laki-laki asing yang mulutnya diedit lebar.

Kalila: masih mau? sini gue suapin lagi kak, aaa

me: gak tidur, lil?

Kalila: looh, kak adam nggak tidur?

me: enggak. nih buktinya gue ngebales

Kalila: ngantuk kak?

me: dikit, tapi gue mau ngobrol via telepon. mau?

Kalila menghubunginya lewat panggilan suara dan Adam langsung menerima panggilan dari adiknya itu. "Halo, Kalila?"

"Halo, Kak! Gue ganggu nggak?"

"Enggak, kok. Malah kangen. Ibu Bapak udah tidur?"

"Udah. Tadi gue lihat ke bawah, udah kosong, Ibu Bapak pasti udah masuk kamar."

"Lo kenapa belum tidur?"

"Hehe."

"Malah ketawa," kata Adam sambil tersenyum. Suasana positif yang Kalila bawa selalu membuatnya ikut larut dalam suasana itu. "Ada sesuatu yang menyenangkan terjadi?"

"Sepertinya, iya."

"Kok sepertinya?"

"Malam ini, gue untuk pertama kalinya punya pacar, Kak."

Senyum Adam langsung menghilang karena terkejut. "Apa?"

"Jangan kasih tahu Ibu sama Bapak dulu, ya, please!"

"Tunggu. Tunggu." Adam bangun dan memijat pelipisnya. Sakit kepalanya yang sempat hilang kini kembali. Bahkan menjadi jauh lebih buruk. Bagaimana mungkin adik kecilnya itu berpacaran? "Cowoknya siapa?"

"Temen sekelas. Hehe."

Ada mengembuskan napas. Kedengarannya Kalila senang dengan situasi yang dia alami. Namun, Adam tidak tenang. Meskipun Kalila sudah berumur 16 tahun, tetapi bagi Adam, Kalila tetaplah anak kecil.

Di mata Adam, Kalila adalah anak perempuan yang memakai dress bunga-bunga dan berlarian mengejar kupu-kupu di taman samping rumah. Adam masih mengingat kejadian bertahun-tahun lalu itu dan seolah-olah baru terjadi beberapa hari lalu.

"Orangnya kayak gimana?" tanya Adam, frustrasi. Dia sudah bukan siswa SMA dan tidak bersekolah di sana sehingga tak bisa memantau seseorang yang berani memacari adiknya.

"Baik. Kesan pertama pokoknya baik. Dia juga bilang, kalau gue ngerasa nggak cocok, gue bisa mutusin dia kapan aja. Pokoknya dia nggak beratin gue, Kak. Bikin gue nyaman juga."

"Namanya?"

"Oh, iya! Namanya Arvin."

Adam mengusap wajahnya. Mau bagaimana lagi, dia tidak bisa memaksa Kalila yang juga ingin merasakan masa SMA. Kalila sama seperti remaja lain. Adam yang kaku dan hanya memusatkan perhatian pada ambisinya pada pendidikan, tak mungkin bisa mengerti apa yang Kalila inginkan dan rasakan.

"Gue mau marah, tapi ... ah, sudahlah," kata Adam. "Kalila, ingat baik-baik kata Kakak, kalau cowok itu berani macam-macam sama lo, lo harus berani juga buat ngelawan. Langsung putusin saat itu juga. Ingat kata Kakak, oke? Walaupun lo bilang Arvin itu orangnya baik, lo belum tahu tentang dia seratus persen. Bahkan yang lo tahu sekarang itu satu persen, doang."

"Oke, Kak!" seru Kalila. "Jangan kasih tahu Ibu dan Bapak dulu, ya?" bisik Kalila di sana.

"Iyaaa, iya. Sekarang lo tidur. Jangan begadang," balas Adam, lalu teringat dengan temannya saat SMA yang pacaran tak kenal waktu. "Kalau waktunya tidur, ya tidur. Jangan begadang untuk hal nggak penting. Apalagi kalau lo niat buat teleponan sama pacar baru lo itu. Habis ini tidur, ya?"

"Kak." Kalila tertawa kecil. "Kak Adam sama Kak Jiro sama aja, deh."

Adam langsung terdiam. Ah, Jiro.... "Oh, lo udah ngasih tahu dia duluan?"

"Iya, habisnya Kak Jiro denger gue teleponan sam Arvin tadi bangeeet. Terus gue kasih tahu duluan sebelum Kak Adam."

Adam termenung, memikirkan Jiro dan segala kecurigaan Adam pada adik pertamanya itu.

Entah kenapa, Jiro masih saja mencurigakan. Namun, ini bukan berarti Adam harus bersyukur karena Kalila berpacaran dengan cowok lain yang bernama Arvin itu.

Tidak ada laki-laki yang bisa Adam percayai kecuali Trey yang memang murni menganggap Kalila sebagai saudari selain dirinya. Juga Bapak yang sudah menganggap Kalila sebagai anak kandung sendiri dan seolah-olah Kalila adalah saudari kembar Trey.

Jiro benar-benar membuat Adam khawatir. Namun, sayangnya, dia tidak punya bukti kuat untuk mencurigai bahwa Jiro memiliki niat lain pada Kalila.

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Ruang dan WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang