47
"Ini awal tahun dan lo loyo banget, Kal!" Anggini merangkul Kalila ketika mereka bertemu di koridor menuju lantai kelas XI.
Kalila memang sedikit lelah karena kemarin dia, Jiro, dan Kala baru pulang saat malam. Ada banyak hal yang mereka lakukan bersama. Tadinya Kala hanya membawanya ke pantai, lalu Jiro datang dan tak lama kemudian mereka makan. Setelah itu, ada banyak tempat yang mereka kunjungi sampai Kalila tak bisa menceritakannya satu per satu.
Semua demi menuruti keinginan Kala. Jiro, sebagai seorang Bapak benar-benar berakting sebagai seorang ayah yang menuruti semua keinginan anak laki-lakinya. Sebenarnya, bagi Kalila, mereka yang bertindak sebagai ibu, bapak, dan anak terasa menggelikan. Namun, di sisi lain Kalila juga ikut merasa senang. Ibu pernah berkata untuk bisa membantu semampunya kepada orang yang membutuhkan dan itu tidak selalu berbentuk materi.
"Bye, bye." Anggini melambaikan tangan ketika mereka berpisah karena berbeda kelas. Kalila melambaikan tangan singkat, lalu dia memasuki kelasnya dengan bahu yang terkulai lemas.
Suasana di ruangan ini buruk. Sungguh. Semua sibuk dengan topik tentang video panas Emily. Beberapa orang berkumpul di lingkungan pertemanan mereka, lalu mereka bergosip. Ada yang terang-terangan menatap Emily, lalu tertawa. Ada juga yang menatap dengan miris.
Sementara yang menjadi objek topik pembicaraan itu hanya duduk diam di kursinya dan menyembunyikan wajahnya di atas lipatan tangan di atas meja.
Kalila duduk di kursinya sembari melepas tas, berusaha untuk tidak mendengarkan perkataan siswi-siswi yang sibuk menggunjing.
"Lihat, tuh. Dia enggak punya malu banget malah datang ke sekolah."
"Kalau punya malu, mana mungkin dia mau video kayak gitu."
Kalila memejamkan mata, lalu menoleh ke belakang. Emily tetap pada posisinya.
***
Emily duduk di tribun lapangan yang kosong. Di tangannya terdapat roti yang dia bawa dari rumah. Dia sendirian di sana sambil mengunyah roti isi coklat yang tak seenak biasanya.
Meski tak semua warga sekolah ini mengenalnya, tetapi beberapa yang sadar dengan keberadaannya langsung menatap dirinya dengan berbagai ekspresi. Bahkan ada yang menatapnya jijik.
Benar kata orang-orang bahwa dirinya tak punya malu. Jika Emily merasa malu dengan apa yang terjadi, maka dia tak akan mungkin hadir ke sekolah di hari pertama semester genap ini. Alasan Emily hadir disaat seperti ini adalah dia hanya ingin hadir di sekolah. Karena mungkin saja ini adalah hari terakhirnya di sekolah ini sebelum dikeluarkan karena telah membuat malu.
Emily bahkan sudah menghadap wali kelas dan dia tak bisa melupakan bagaimana dia dimarahi dengan suara kelas saat di ruang guru. Membuatnya menjadi pusat perhatian guru lain dan bahkan siswa-siswi yang memiliki urusan di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang dan Waktu
Teen FictionSELESAI ✔️ Dalam keluarga besar itu pun tahu bahwa Kalila hanyalah anak angkat yang ditemukan di depan rumah saat anak laki-laki terakhir sepasang suami istri terlahir ke dunia. Namun, Kalila justru yang paling disayang, baik oleh kedua orang tuanya...