49

3.8K 234 5
                                    


by sirhayani

 part of zhkansas

49

Sudah berhari-hari sejak malam di mana Kalila memarahi Jiro karena mengambil tanpa permisi liontin berharga miliknya. Hari-hari setelah itu, Kalila dan Jiro bersikap seperti biasanya dan tak pernah membahas liontin itu lagi.

Kalila juga sudah menyampaikan salam Kala pada Jiro di malam itu, setelah mereka berpelukan cukup lama. Jiro terkejut mendengarnya. Cowok itu tak menyangka Kala pindah terlalu cepat. Hanya beberapa bulan Kala berada di sekolah yang sama dengan mereka, tetapi Jiro mengatakan bahwa Kala pasti tak akan sulit mendapatkan teman baru di tempat baru mengingat sifatnya yang mudah akrab dengan siapa saja.

Hari ini rumah sedang sepi. Trey sedang latihan basket bersama anggota timnya. Bapak bekerja. Ibu pergi menjemput Adam di stasiun beberapa saat sebelum Kalila dan Jiro pulang sekolah. Beberapa pekerja rumah tangga sedang sibuk dengan urusan masing-masing. Sementara Kalila berada di kamar Jiro, menikmati waktu berdua dengan sang pemilik kamar.

Sebenarnya, Kalila ingin menyusul Ibu menjemput Adam. Namun, Jiro melarangnya pergi. Jiro sampai mengunci pintu kamarnya agar Kalila tidak ke mana-mana. Jiro ingin menghabiskan waktu berdua dengan Kalila sebelum masa-masa bebasnya berakhir karena kepulangan Adam.

Kalila juga memikirkan hal yang sama. Keberadaan Adam membuat Kalila harus menjaga sikap dan akan sulit menyembunyikan rahasia dari Adam jika tidak mereka sembunyikan dengan benar. Namun, mereka tak mungkin terus seperti ini, menyembunyikan rahasia percintaan mereka dari semua orang, karena suatu saat akan terkuak juga. Cepat atau lambat.

Hubungan Kalila dan Jiro terus berlanjut tanpa ada yang tahu maupun curiga selama ini. Ibu, Bapak, Trey, bahkan para pekerja rumah tangga. Saat ini mereka berduaan di kamar. Bukan hanya sekali Kalila berpura-pura sedang mengunjungi Jiro. Ah, mungkin saja pekerja rumah tangga ada yang curiga tentang itu, tetapi mereka hanya diam saja, dan itu menjadi kekhawatiran Kalila disaat dia termenung.

"Gimana kalau mereka mikir yang sesusai kenyataan tentang kita, Kak?" Kalila menggigit pelan bibirnya. Mereka sedang duduk di atas tempat tidur. Jiro memainkan ponsel. Sementara Kalila baru saja bangkit dari pangkuan Jiro. Kini Kalila duduk bersila di samping cowok yang memakai kaos bergambar tengkorak itu. "Terus mereka ngegosip, ngapain kita nutup pintu di kamar dan berduaan, doang?"

"Sekalipun mereka curiga enggak mungkin juga mereka ngelaporin hal yang enggak pasti." Jiro melempar pelan ponselnya ke samping, lalu menarik Kalila ke dalam pelukannya. Direngkuhnya pinggang mungil Kalila, dia dekatkan ke dirinya. Sabuk pinggang yang mengaitkan celana sekolahnya itu bersentuhan dengan paha Kalila yang baju terusannya sedikit tersingkap. Sebelah tangan Jiro menyapu pipi Kalila dengan pelan setiap kecupan lembut yang dia daratkan di bibir cewek itu.

Kalila memejamkan mata. Mereka sudah terbiasa melakukan hal itu.

Setiap orang memiliki batas toleransi mengenai hubungan sebelum pernikahan. Ada yang menjaga dirinya untuk tidak berciuman dan berhubungan badan sebelum menikah, tetapi masih menoleransi bersentuhan tangan dan berpelukan. Ada yang menegaskan untuk tidak berhubungan badan sebelum menikah, tapi masih menoleransi ciuman bentuk apa pun termasuk bibir. Dan ada juga yang tak membatasi sentuhan dalam bentuk apa pun itu.

Entah sampai mana batas toleransi Kalila nanti karena dia menyadari bahwa hubungan mereka sudah terlalu jauh. Jiro bahkan selalu khawatir jika dia khilaf dan dengan jujur terkadang tak bisa menahan diri, lalu meminta maaf setelah itu. Jika mereka tak ingin kesalahan itu terus berlanjut, maka harus segera mereka akhiri sekarang juga. Namun, Kalila tak bisa berhenti karena sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan itu telah berakhir menjadi candu.

Ruang dan WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang