Epilog

5K 237 62
                                    

happy reading!

love,

sirhayani

vote dulu sebelum baca, yaa 😍 terima kasih❤️🫶🏻

EPILOG

Hanya orang-orang berada yang bisa memakai tanah di area pemakaman elit daerah kalangan atas untuk keluarga mereka yang telah meninggal dunia. Beberapa orang baru saja selesai berziarah. Mereka akan melewati pintu keluar, tetapi sebelum itu pengawas area kembali melacak cip penandanya.

Callahan berdiri di pintu masuk dan membiarkan pengawas area melacak cip penandanya. Setelah pengawas area memastikan bahwa dia benar-benar warga dari kalangan atas, remaja laki-laki itu segera memasuki area pemakaman dengan langkah pelan dan berhenti di depan sebuah makam baru yang tertulis sebuah nama di nisannya.

Kalila

Ibu telah meninggal dunia di hari Ibu menceritakan pengalaman hidupnya. Kala kembali merindukan Ibu padahal beberapa saat lalu mereka sudah bertemu di pesawat. Itu adalah pertemuan terakhir mereka dan Kala masih tak sanggup menerima takdirnya.

"Ibu...," gumam Kala. "Aku sudah ketemu Ibu di masa muda Ibu. Seperti kata Ibu, semua yang Ibu ceritakan benar-benar terjadi."

Kala menangis ketika dia berlutut di samping makam Ibu dan memegang batu nisannya. Dia tak sanggup berpisah dengan Ibu. Jika dia bisa pergi dengan cepat, maka akan dia lakukan sekarang juga agar bisa menyusul Ibu. Namun, Ibu pasti tidak akan setuju dengan pilihannya itu.

Meskipun ada Nenek, Kakek, dan juga Paman, tetapi tanpa Ibu hidup Callahan tak ada artinya.

Ibu bilang, mereka ada di situasi yang sama. Bahkan Kala berada di situasi yang lebih parah, tetapi Kala bisa hidup lebih baik berkat Kakek. Namun, semua terasa sudah tak ada artinya lagi.

Meski hanya sementara di masa muda Ibu dan bertemu Bapak, Kala tetap bersyukur bisa menghabiskan waktu singkat dengan kedua orang tua kandungnya. Meskipun Kala sempat benci pada Bapak, tetapi pada akhirnya dia juga merindukan Bapak setelah beberapa kali melihatnya.

"Kala."

Kala masih terisak saat menoleh pada Paman. Laki-laki berumur 22 tahun yang bernama Khafi itu itu berdiri di belakangnya dengan tatapan iba. Paman lalu berjongkok di sampingnya dan memandang makam di depannya.

"Waktu paman masih kecil dan main dengan ibu kamu, Paman menyarankan nama Proxima Centauri karena waktu itu paman sangat tertarik dengan astronomi, tapi ibu kamu senyum sambil bilang kalau nama yang Paman sarankan adalah nama yang bagus, tapi ibu kamu enggak bisa pakai nama itu karena sejak awal sudah punya nama untuk kamu. Callahan. Dipanggil Kala."

"Proxima Centauri... sepertinya bisa untuk nama anak perempuan. Bisa juga untuk nama anak laki-laki, ya, Paman?" tanya Kala. Dia telah berhenti menangis meski tak segera menghapus air matanya yang perlahan mengering di pipi. Paman selalu bisa mengalihkan pikiran sedihnya dengan cara yang tak terduga.

"Iya. Waktu itu paman masih kecil dan sekadar suka dengan nama itu," kata Paman lagi. "Ibu kamu bahkan bilang, sayang kalau nama itu enggak diberi ke anak mana pun. Ibu kamu berharap nama anak itu jadi salah satu nama anak Paman nanti. Ibu kamu bilang gitu ke Paman yang masih delapan tahun."

Kala tersenyum kecil. Terkadang keberadaan orang lain tak begitu berarti jika ada seseorang yang paling berarti di hidup. Seperti Kala yang tak begitu melihat keberadaan orang lain selain Ibu.

Ruang dan WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang