37

4.8K 347 13
                                    

by sirhayani

part of zhkansas

37

Kalila hanya bisa bersedekap sambil bersandar di kursi dan menatap Kala yang makan dengan lelet. Sudah berapa jam mereka di rumah makan nasi padang ini? Entahlah. Sejak matahari masih ada dan sekarang yang tersisa di langit hanyalah gelap dan polusi. Lampu-lampu jalan dari yang tidak menyala sampai akhirnya menyala dan berjejeran. Dari lampu kendaraan-kendaraan yang tak terlihat sampai menyala dan menyinari jalanan kota.

Kala juga tak hanya meminta satu piring, tetapi sudah ada beberapa piring kosong yang menumpuk di meja. Jelas sekali, cowok itu sengaja. Makan lambat dan tambah berkali-kali. "Apa lo sengaja kayak gini?"

"Gue kan udah bilang. Enggak mau ditinggal sendirian sebelum gue selesai makan," balas Kala setelah menelan makanan yang telah dia kunyah puluhan kali. "Makanya, Kalila, lo harus makan juga. Laper, kan? Nah, makan. Biar lo yang bayar."

Sialan. Kalila berdecak dan memalingkan wajah. "Gue males makan."

Tadinya Kalila ingin pulang agar bisa langsung tidur karena suasana hatinya sedang buruk, tetapi tak ada salahnya menemani si anak baru yang sedang makan. Tak ada salahnya juga pulang sedikit malam. Kalila juga sudah menghubungi Ibu tadi dan mengatakan apa yang terjadi sebenarnya tentang Kala.

Kala menyandarkan punggungnya di kursi, lalu ikut bersedekap. Dia masih saja mengenakan kupluk hoodie-nya dan tak pernah melepasnya sejak bertemu Kalila. "Lo kelihatan murung dari tadi."

"Bukan urusan lo," balas Kalila dengan ketus.

"Apa karena lo nggak ikhlas ngasih gue makan?"

"Ikhlas. Makan aja sana." Kalila menatap piring Kala yang sudah kosong. "Mau tambah lagi?"

"Udah cukup. Udah kenyang." Kala menyipitkan mata. "Suasana hati lo... apa ada hubungannya dengan Kak Jiro?"

Kalila terdiam. Diliriknya Kala yang menatapnya dengan tatapan menyelidik. Apa yang Kala ketahui tentang dirinya dan Jiro? Tak mungkin kan Kala yang baru masuk ke hidupnya itu langsung bisa menebak bahwa hubungan Jiro dan Kalila adalah sebuah hubungan spesial?

"Ada hubungannya atau tidak, memangnya kenapa? Bukan urusan lo, kok." Kalila menghela napas. "Mau bungkus lagi?"

Kala menggeleng. "Enggak. Udah cukup, kok. Makasih banyak. Gue enggak bisa ganti."

Kalila mendengkus. "Anggap aja gue traktir."

"Bukan traktir, sih, tapi udah jadi kewajiban lo buat nafkahin gue."

Kalila mendelik tajam. "Kalau lo masih aja bicara omong kosong, enggak akan gue traktir lo lain kali."

Kala hanya diam dengan senyum kecil yang terbit. Ah, Kalila ingat dengan pemikirannya dulu bahwa ada aura Jiro pada Kala. Ternyata senyuman mereka dan gerak-gerik mereka yang sedikit mirip.

"Habis ini lo mau pulang?" tanya Kala, basa-basi. Kala mengangguk pelan. "Ya udah. Gue pulang duluan, ya?"

"Gue anter sampai rumah lo."

"Memangnya lo punya ongkos pulang?"

Kala menggeleng. "Kosan gue kan dekat sekolah."

"Nah." Kalila berdiri dan Kala ikut berdiri. Kalila membayar semua pesanan Kala di kasir. Kala tak minum sama sekali. Apalagi makan. Empat porsi nasi padang ditambah dua gelas air mineral adalah total dari pesanan Kala.

Ruang dan WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang